21. Rekonsiliasi Hubungan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Apa aku terlalu egois selama ini?
Aku bahkan tidak pernah berusaha untuk memahami dari sudut pandangmu.

-Renjun-

Suasana hening yang cukup mencekam dirasakan beberapa orang penjaga Wayland Mansion terutama mereka yang ada di dekat kamar sang tuan muda.

30 menit yang lalu mereka mendengar keributan besar antara kedua tuan muda mereka, teriakan yang terdengar sampai ke aula depan. Namun mereka tidak ada yang berani mendekat sesuai perintah dari Renjun. Tak seorangpun boleh memasuki ruangannya kecuali Vernon. Jadi para penjaga hanya bisa waspada dan berharap tidak terjadi hal buruk pada kedua tuan muda mereka.

Salah satu dari mereka sudah melapor kepada Vernon yang saat itu sedang ada di perusahaan. Sayangnya Vernon tidak bisa segera kembali karena sedang berada ditengah pertemuan penting.

Yang membuat para penjaga itu waspada dan gelisah adalah kesunyian yang menyusul setelah semua teriakan itu. Dan sang tuan muda Renjun yang sejak tadi tidak bersuara.

.
.
.

Tampak dua orang yang dikhawatirkan sedang saling diam, berdiri di tempat yang sama dan masih diposisi yang sama.

Renjun bahkan tidak bergerak sedikitpun karena terlalu takut dengan reaksi sang kakak, hanya tangannya yang bergerak pelan mengelus bahu Jaemin.

"Jaem, duduk dulu yuk. Capek nih berdiri dari tadi." gumam Renjun pelan. Kakinya mulai kesemutan.

Jaemin mengangkat kepalanya, sisa napasnya yang memburu menyisakan isakan sesak. Matanya masih merah dari jejak air mata, dan tatap matanya masih sarat emosi.

Renjun meraih tangannya dan mengajaknya duduk di tepian ranjang. Sedikit gelisah karena tidak tahu bagaimana menenangkan sang kakak.

"Gue ambilin minum dulu." tanpa menunggu jawaban, Renjun keluar dari kamar untuk mengambil air minum.

Jaemin menghela pelan, kepalanya pusing sekarang. Dia sedikit menyesal setelah sadar dari emosinya yang meluap-luap tadi.

Kenapa harus teriak-teriak ke Renjun sih tadi?
Dia pasti makin benci.

Tapi perasaannya tidak bisa dibohongi, meskipun dia menyesal namun dia juga merasa lega.

Renjun kembali membawa segelas air yang langsung diberikannya pada Jaemin.

"Nih minum, biar enakan."

Jaemin menerima gelas berisi air dingin itu dan menenggak habis isinya. Sementara Renjun kembali duduk di sampingnya.

Keduanya kembali terdiam.

"Sorry." Renjun memecah keheningan yang cukup lama itu.

Jaemin masih menunduk, memainkan gelas kosong ditangannya.

"Gue nggak menyangkal semua yang lok katakan sebelumnya. Yang lo ucapin bener. Gue emang menjaga jarak dari lo, gue nggak terbuka sama lo, dan gue juga nggak bisa percaya sama lo. Tapi gue juga bukannya sengaja ngelakuin itu semua, gue hanya-nggak bisa terbiasa untuk nerima keberadaan lo."

Renjun menghela napasnya pelan.

"Kita emang saudara tapi waktu yang kita habiskan bersama nyaris bisa dihitung jari. Emang bener bagi gue keberadaan lo nggak lebih dari orang asing dengan status saudara. Gue nggak bisa nerima lo dihidup gue gitu aja."

Hening kembali merayapi keduanya.

"Ini bukan artinya gue menolak keberadaan lo selamanya, nggak gitu. Gue cuma butuh waktu, gue butuh menyesuaikan diri sama lo. Kita bukan lagi anak-anak yang saling berbagi rasa senang karena mainan tapi kita berdua udah sama-sama dewasa untuk berbagi perasaan. Gue harap lo ngerti. "

Jaemin masih tertunduk diam, jujur dia kecewa setelah mendengar penuturan Renjun tapi dia memahami maksud adiknya itu.

"Mungkin lo nggak banyak tau tentang gue sekarang, bahkan untuk alasan kepindahan gue kesini. Gue hanya nggak mau jadi beban buat lo dan Dad. Gue yang bukan siapa-siapa ini nggak bisa merusak reputasi Dad hanya karena satu dua permasalahan nggak penting yang terjadi di hidup gue. Karena itu gue nggak bisa ngomong dan cerita sama lo dan Dad."

"Sampe kapan bakalan kayak gitu?" tanya Jaemin pada akhirnya. Dia sudah lelah harus menunggu dan melihat Renjun memendan segalanya sendirian.

"Sampai kapan kamu terus mikir kayak gitu Ren? Kenapa kamu selalu bilang kalau kamu bukan siapa-siapa? Kamu itu adik aku! Anaknya Papa sama Bunda! Berapa kali aku harus ingetin kamu hal itu?"

"Tapi kenyataannya gue bukan siapa-siapa Jaem. Diluar sana orang berpikir kalo keberadaan gue hanya merusak keluarga kalian. Kalo gue nggak lahir pasti lo cuma jadi anak tunggal dan Mom sama Dad nggak perlu bercerai!"

Plakk!!!

Satu tamparan keras dari Jaemin mendarat di pipi Renjun, meninggalkan jejak kemerahan disana.

"Stop!! Berhenti ngomong kayak gitu!" Jaemin benar-benar kehabisan kesabarannya.

Kedua tangannya kini merengkuh tubuh Renjun erat. Air matanya yang sempat terhenti kini mengalir kembali. Hatinya begitu sakit mendengar Renjun mengatakan hal itu.

"Please, stop ngomong kayak gitu Ren! Aku nggak suka kamu ngomong gitu aku nggak mau kamu mikir kayak gitu." suaranya bahkan kini bergetar menahan emosi.

Sementara Renjun hanya diam, banyak emosi yang kini ada di dadanya membuatnya sesak dan matanya mulai terasa panas.

"Kamu adalah hal terbaik yang ada dalam keluarga kita. Aku bahagia punya adik seperti kamu. Papa juga sayang kamu lebih dari aku, jadi tolong berhenti mikir kayak gitu. Nggak ada yang salah dengan kehadiran kamu dan kamu nggak perlu dengerin apa tang dikatakan orang diluar sana. Karena kenyataannya kita semua sayang kamu dan kamu harus inget itu."

Jaemin melepas pelukannya dan menatap kedua mata Renjun.

"Aku nggak akan sampai kayak gini kalau aku nggak sayang sama kamu."

Renjun melihat itu.
Ketulusan di mata Jaemin yang basah, dan juga perasaan sang kakak.

"Kamu masih nggak bisa percaya sama aku? Aku harus gimana lagi? Aku nggak mau hubungan kita seperti ini, aku mau kita seperti dulu pas kecil. Kamu yang selalu ikutin aku, dan aku akan selalu jagain kamu."

"Maaf..."

"Mulai sekarang percaya sama aku ya? Cerita semua sama aku ya? Dan aku mau kamu bersandar sama aku jangan simpan semua sendirian. Ya?"

Renjun mengangguk.
Dia tidak lagi bisa berkata-kata.

Kemudian sekali lagi Jaemin memeluknya namun kali ini Renjun membalas pelukan sang kakak.

"Maafin gue..."

"Iya dimaafin."

"Gue benci sama lo..."

"Terserah yang penting aku sayang sama kamu."

"Gue benci karena lo selalu jadi kakak yang baik buat gue."

"Gapapa, aku sayang kamu kok."

"Thanks ya..."

"Sama-sama."

"Jaem, pipi gue sakit..."

Jaemin segera melepas pelukannya dan memeriksa bekas tamparannya di pipi sang adik.

"Maaf banget! Masih sakit? Harusnya aku nggak nampar kamu."

"Nggak apa-apa, gue pantes nerimanya kok. Tapi sakit~"

Jaemin mengusap pipi Renjun, tampak menyesal. Sementara sang adik diam menurut.

"Janji nggak bakal gini lagi kan?

"Iya."

"Yaudah sini kuobatin, tapi sambil cerita kamu kemarin kenapa kayak gitu tiba-tiba?"

.
.
.

Di tempat lain diwaktu yang sama Chwe Vernon tampak menghela lega. Dia baru saja melihat apa yang terjadi melalui cctv di kamar tuan muda nya.

Bukan bermaksud mengintip atau melanggar privasi dengan memasang cctv di kamar tanpa sepengatahuan Renjun. Namun sang nyonya yang memintanya.

Sebenarnya untuk mengawasi jika sewaktu-waktu depresi Renjun kambuh. Karena jika seperti itu Renjun hanya akan mengurung diri dikamar.

Sebenarnya Vernon sudah menduga ada sesuatu ketika tuan mudanya datang untuk menginap. Dan hari ini saat dia tengah meeting, bawahannya yang ada dirumah melaporkan bahwa tuan muda Jaemin datang dan sepertinya keduanya terlibat pertengkaran hebat.

Vernon yang tidak bisa langsung kembali ke mansion memutuskan untuk mengecek dan melihatnya dari cctv. Dia khawatir dan sempat kaget melihat Jaemin berteriak dan menampar Renjun. Namun dia paham situasinya dan kini dia merasakan lega setelah melihat penyelesaian akhirnya.

Dia paham jiwa muda, harga diri dan keegoisan masing-masing tuan mudanya saat ini sedang bergejolak. Apalagi permasalahan dalam keluarga ini tidak mudah.
Namun yang jelas dia bangga karena kedua tuan mudanya mulai belajar untuk dewasa. Dan sudah menjadi tugasnya untuk menjaga mereka.

.
.
.

Bersambung.

Haloo~ mamanya Jaemren balik lagi nih! Update lagi yeorobun... 🥰🥰🥰 mumpung lagi kangen berat dan baru liat anak-anakku konser. Huhuhu...
Semoga kalian suka.
Yauda segitu dulu.

Okay see you babay...

Salam hangat,
Mamanya Jaemren.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro