22. Meletakkan Kepercayaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gue bukan orang yang mudah memberi kepercayaan. Gue lebih suka menyimpan segala sesuatunya sendiri.

Tapi sekarang,
Gue mencoba untuk percaya sama lo.

—Renjun—

.
.
.

Kyuhyun melihat hal yang sedikit tidak biasa pagi itu.

Kedua putranya sudah berada di dapur sebelum dirinya turun untuk memasak sarapan. Meskipun yang tampak hanya sang kakak yang sibuk bekerja sementara adiknya menunggu dengan bermalas-malasan di meja makan.

"Ini beneran anak-anak papa?" tanyanya mengagetkan kedua anak laki-lakinya itu yang kemudian serentak tersenyum padanya.

"Pagi, Pa."

"Morning  Dad."

Masih mengernyitkan dahi bingung, Kyuhyun memutuskan untuk menengok apa yang dilakukan Jaemin setelah mengusak sebentar kepala putra bungsunya yang merebahkan kepalanya malas di meja makan.

"Memasak apa? Kalian tidak sedang mengerjai papa kan?"

"Nggak Pa, kenapa sih? Aku sama Renjun udah bangun pagi buat bikin sarapan lho." Jaemin mengangkat gulungan nasi telur rumput lautnya untuk dipotong-potong.

"Ya justru karena itu papa merasa aneh. Ya walaupun kamu sering bangun pagi tapi tiba-tiba aja masak? Dan lagi adek kamu tuh," Kyuhyun memutar tubuhnya menghadap putra bungsunya, "Kamu Ren, pasti ga akan turun sebelum jam berangkat kuliah mepet banget. Daddy harus teriak-teriak dulu panggilin kamu untuk sarapan. Kok sekarang bisa bangun pagi dan udah di dapur aja?"

Kedua putranya itu hanya tersenyum lebar mendengar papa mereka terheran-heran dan mengomel sepagi ini.

"Dad, jangan marah ya. Sini duduk sama Ren nungguin Jaemin selesai." Renjun memamerkan senyumnya dan menggeser duduknya agar sang papa duduk disampingnya.

"Bener tuh, lagian Pa... aku udah selesai kok bikinnya. Kita sarapan." Jaemin membawa dua piring terakhir yang kemudian ditatanya dengan cantik diatas meja bersama masakan lainnya.

"Ini beneran papa nggak bantuin lagi?" Kyuhyun tersenyum menatap Jaemin yang sekarang duduk di sisi kirinya.

"Nggak usah Pa, kita makan aja sekarang. Sesekali kan Papa libur masak." gurau Jaemin yang disambut tawa Papa dan adiknya.

Sungguh pemandangan pagi yang menyenangkan bagi Jaemin.

Semalan setelah pertengkarannya sekaligus perdamaiannya dengan Renjun, mereka berdua pulang bersama saat papa nya masih sibuk bekerja. Mereka tidak bisa merasa keberatan dengan jam kerja sang papa karena mereka tahu bahwa itu merupakan salah satu kesenangan papa nya.

Kyuhyun sendiri merasa tenang karena kedua putranya itu sudah kembali akur. Dia paham pada jiwa muda mereka yang penuh dengan segala hal tentang keegoisan, harga diri dan emosi. Namun apapun itu dia berharap kedua putranya akan selalu ada untuk satu dan lainnya.

Diraihnya ponsel yang ada di sampingnya lalu tanpa sepengetahuan kedua putranya dia mengabadikan momen itu dalam gambar untuk disimpannya dan satu lagi untuk dikirimkannya kepada ibu mereka.

"Ren, berangkat sama aku aja."

Jaemin menghentikan langkah Renjum yang sudah berjalan ke arah mobilnya.

"Kenapa? Gue nanti pulang sore. Lo kan cuma sampe siang. Nanti lama nungguin gue."

"Nggak apa-apa, nanti aku juga mau kumpul dulu sama anak-anak. Mau ya?"

Renjun tampak mempertimbangkan tawaran kakaknya itu, sebenarnya dia tidak apa-apa tapi bagaimana kalau Erick melihat dan terjadi hal tidak menyenangkan?

"Nggak mau ya? Yaudah kalo gitu—"

"Iya gue ikut."

Renjun berjalan cepat ke kursi penumpang sebelum kakaknya itu bicara lebih panjang. Tersenyum senang, Jaemin menuju kursi kemudi dengan perasaan ringan yang menyenangkan.

"Nanti gimana kalau temen-temen lo nanya? Gue nggak mau lo kena ucapan nggak menyenangkan."

"Maksud kamu temen-temen circle aku? Mereka udah tahu kok, aku sudah bilang yang sejujurnya."

Renjun menoleh cepat dan memfokuskan dirinya pada sang kakak sedikit cemas.

"Dan reaksi mereka...?"

"Biasa aja kok, status hukum nggak lebih berarti dari kenyataan kalau kamu itu sedarah sama aku. Jadi kamu stop overthinking tentang hal itu."

"Gue nggak masalah orang lain bicara jelek soal gue, tapi gue nggak mau lo atau Dad yang kena imbasnya. Gue pindah kesini bukan untuk bikin kalian berada dalan masalah."

"Ren, stop it. Jangan mikir yang aneh-aneh karena itu nggak akan terjadi. Aku sama papa nggak akan seperti itu."

Renjun terdiam. Dia tidak overthinking karena kenyataannya pasti akan seperti itu ditambah jika si brengsek Erick berulah. Pasti akan terjadi masalah.

Tapi untuk sekarang dia akan mencoba percaya pada Jaemin.

Keduanya sampai di kampus dan Jaemin bukannya pergi ke gedung jurusannya malah mengikuti Renjun ke fakultas seni.

"Lo ngapain ikut gue?" heran Renjun karena Jaemin berjalan di sampingnya.

"Mau ikut ketemu teman-teman kamu, boleh?"

"Ngapain deh."

"Biar gampang nyariin kalau kamu ngilang lagi. Paling nggak ada yang bisa aku cariin buat nanya-nanya."

"Yaudah."

"Makasih ya, gemes banget adekku." tangan Jaemin refleks mengusak puncak kepala Renjun membuat adiknya itu merengut.

Mereka menuju cafetaria tempat Yangyang dan lainnya sedang berkumpul disana. Sebelumnya Renjun sudah menghubungi Yangyang untuk menanyakan keberadaan mereka.

Yangyang sudah melambaikan tangannya saat melihat kedatangannya dan Jaemin. Sepertinya sudah lama tidak melihat teman-temannya berkumpul seperti itu.

"Hai semuanya, long time no see you guys." sapa Renjun meringis kikuk pada teman-temannya.

"Ini nih anaknya yang suka banget ngilang." sahut Johnny padanya dengan tatapan kesalnya yang biasa.

"Iya nih, yang paling suka dicariin." lanjut Yangyang.

"Lo tuh ya Ren, udah dibilangin kalo ada sesuatu tuh kabarin kita. Kenapa lo hobi banget mikir sendirian trus ngilang gitu aja? Lo nggak anggep kita temen?" kali ini Taeyong ikut bersuara sementara yang lain diam menyimak.

"Sorry, gue beneran nggak bermaksud gitu. Gue nggak mau ngrepotin kalian."

"Kebiasaan deh lo tu Ren, kebanyakan mikir yang belum pasti bener." gerutu Yangyang lagi, "Yaudah, sini duduk. Ngapain lo berdiri aja kayak gitu. Eh tapi bentar, di belakang lo siapa?"

Yangyang menyadari keberadaan Jaemin yang sejak tadi.

"Oh! Lo kan yang waktu itu?" seru Yangyang pada Jaemin.

"Kalian udah kenal?" Renjun menatap kedua orang itu bergantian.

"Nggak sih cuma sempet kenalan pas kemaren dia nyariin lo."

Jaemin tersenyum lalu maju selangkah disamping adiknya, "Selamat siang semuanya, maaf ya tiba-tiba gabung datang kesini." sapanya ramah.

"Mungkin ke depannya kita akan sering bertemu, perkenalkan saya Cho Jaemin kakaknya Ren." ucapan Jaemin entah kenapa membawa keheningan.

"Lah ternyata lo punya saudara, Ren? Gue kira anak tunggal."

"Iya, ini kakak gue."

"Bukannya dia anak presdir Cho ya?" celetuk Eunwoo yang menatap Jaemin lekat-lekat.

"Masa sih? Nggak lah, kan dia kakaknya Ren jadi dari Wayland family lah—eh?" Rowoon yang menanggapi tampak bingung, "Tadi bilangnya Cho Jaemin kan? Bukan Jaemin Wayland?"

Seketika hening.

Jaemin masih tersenyum mengangguk, "Iya saya Cho Jaemin. Saya bagian keluarga Wayland juga." jelasnya.

Renjun menoleh cepat menatap sang kakak, apa Jaemin sudah gila? Kenapa dia bilang begitu? Wayland adalah keluarga dari kakeknya yang jelas-jelas tidak ada kaitannya dengan Jaemin.

Kakaknya itu membalik fakta.

Seharusnya Ren yang memiliki hubungan tiri dengannya dalam keluarga Cho, kalau dibalik seperti ini kesannya adalah Jaemin yang memiliki hubungan tiri dengan keluarga Wayland.

"Eh, tapi kalian—" kali ini Minghao yang bersuara, melihat teman-temannya langsung terdiam.

"Kami saudara tiri." jelas Jaemin yang kini menatap satu persatu teman-teman Renjun. "Poin pentingnya bukan pada hubungan kami sebagai saudara tiri karena apapun sebutannya kami memiliki hubungan darah yang sama. Dan itu tidak mengubah fakta bahwa Ren benar-benar adik saya kan. Saya harap penilaian kalian tidak berubah hanya karena sebuah status."

Tidak ada yang menjawab dan hal itu membuat debar jantung Renjun meningkat.

Tidak.

Tidak lagi pandangan jijik itu. Dia tidak mau teman-teman barunya memandangnya begitu. Dia tidak bisa.

"Jaem, kita balik aja yuk." ucapnya dengan suara gemetar. Tangannya reflek meraih jemari sang kakak menariknya pergi sebelum dia menerima reaksi dari teman-temannya.

Dan bagai jatuh tertimpa tangga, saat dia berbalik dilihatnya Erick dan gerombolan teman-temannya memasuki cafetaria.

Sial.

Dengan seringai jahatnya Erick sejurus kemudian berjalan ke arah mereka. Dan Renjun yakin ini bukan pertanda bagus.

"Wah wah! Lihat ini siapa? Ren Wayland dan tuan muda Jaemin?" Erick mengatakannya dengan nada bertanya yang menyebalkan.

"Pergi lo." suara dingin Renjun seketika terdengar dan itu justru membuat Erick terbahak.

"Sepertinya ada yang makin berani disini ya? Kenapa? Merasa akan mendapat pembelaan dari tuan muda Jaemin atau teman-teman barumu itu? Hahahaha... nggak yakin sih lo bakal dapet kehormatan kayak gitu. Nggak tau diri banget!"

Erick mendekatkan diri pada Ren dengan tatapan mengejek. Kesempatan untuk mempermalukan Ren tidak akan datang dua kali dan dia akan memanfaatkannya dengan baik di hadapan banyak orang sekarang.

"Lo nggak malu ya ada disini? Anak haram kayak lo tuh nggak pantes disini menikmati semuanya. Lo tuh harusnya hidup mengasingkan diri sama nyokap—argghh!"

Ucapan Erick terputus karena tangan Renjun mencengkeram lehernya erat membuatnya tidak bisa bernapas. Felix dan gengnya yang terkejut sontak mendorong Renjun, namun tangan kurus Ren tidak melepas Erick begitu saja. Justru cengkramannya semakin kuat.

"Bangsat! Lepasin dia!" Felix berteriak dan melayangkan pukulannya pada Renjun namun ditahan oleh Jaemin.

"Jangan berani-berani kamu menyentuh Ren." ancam Jaemin.

"Lo nggak usah ikut campur brengsek!" Felix berusaha untuk kembali melayangkan pukulan pada Ren.

Melihat itu Yangyang dan yang lain bangkit dari duduk mereka. Sejujurnya mengagetkan tiba-tiba ada keributan di depan mereka.

Ren masih menatap marah sekalipun Erick sudah dilepasnya, terbatuk-batuk.

"Besar kepala ya lo sekarang, ada yang belain. Dasar parasit! Gue pastikan hidup lo nggak akan tenang." bisiknya sebelum melangkah pergi dengan Felix dan gengnya.

"Kamu nggak apa-apa?" Jaemin menatap khawatir pada adiknya.

Renjun menangguk. Air muka adiknya itu sangat kesal jadi Jaemin memutuskan untuk pergi dari sana.

"Kami permisi dulu ya. Maaf karena keributan kecilnya dan saya senang bisa bertemu kalian." ucapnya pada Yangyang dan lainnya.

Yangyang mengangguk kikuk begitu juga yang lain. Renjun tidak mengatakan apapun dan berjalan keluar begitu saja yang kemudian disusul oleh Jaemin.

Sisa hari itu Renjun tidak lagi bisa menampakkan senyum selama kelasnya. Perasaannya kacau. Dia tidak menyalahkan Jaemin atas niat baiknya mengungkap hubungan mereka. Ren hanya merasa kesal karena Erick yang tadi sempat menghina ibunya. Dan itu menbuatnya meradang.

Tidak boleh ada orang yang mengatakan hal buruk tentang ibunya. Cukup dia saja yang menerima semua cacian dan pandangan buruk dari orang-orang.

.
.
.

Bersambung.

Halo semuanya!
Ehehe, emaknya Renjun balik lagi nih.
Maafkan karena dah lamaaaaaaa banget nggak apdet.
Tapi janji kok cerita ini nggak akan berhenti.

Makasihhh untuk yang sempet dan masih mau baca.

Diusahakan bakalan up cepet.
See you guys.

With love,
Emaknya JaemRen.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro