23. Membiasakan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kadang aku berpikir sejauh mana aku bisa meraih kepercayaanmu.
Karena sungguh aku ingin bisa mendapatkannya, sekalipun sulit bagimu melakukannya.

- Jaemin -

.
.
.

Dari sudut matanya Jaemin bisa melihat wajah cemberut sang adik yang berusaha tidak diperlihatkan. Mereka sedang berada di basecamp Jaemin dan teman-temannya, sepulang dari kelasnya Renjun menyusul Jaemin yang sudah lebih dulu selesai kelas. Basecamp ini terletak tidak jauh dari area kampus dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

"Adek lo kenapa, cemberut gitu mukanya," gumam Jeno yang sedang bermain bilyard dengan Jaemin dan Hwiyoung.

"Nggak tau, apa karena kejadian tadi pagi ya?"

"Emang tadi pagi kenapa?"

"Itu, gue maksa ikut dia ketemu temen-temennya dan memperkenalkan diri gue sebagai kakaknya."

Ctakkk!

Bola merah itu menggelinding tepat masuk ke lubang setelah satu sodokan dari Jaemin.

"Lo gila?" ucap Jeno yang menatap tidak percaya pada sahabatnya itu.

"Kenapa? Kan bener gue kakaknya, gue hanya mau kenalan sama temen-temennya dan memastikan mereka nggak berbuat jahat sama Ren."

"Jaem, lo pinter tapi bego ya," kali ini Hwiyoung bersuara. "Di negara ini status saudara tiri bukan sesuatu yang membanggakan untuk diceritakan karena itu berarti ada kecacatan dalam rumah tangga kalian. Justru itu hanya akan memicu pemikiran negatif dari orang umum."

Hwiyoung itu jarang bicara namun sekalinya bicara, ucapannya hanya akan menusuk seperti saat ini. Jaemin terpaku di tempatnya.

"Ya... itu cara pandang yang kuno dong. Nggak semua hal sempurna hanya karena orangtua mereka terlihat baik-baik saja. Bahkan lebih baik memiliki status hukum yang sah sebagai saudara tiri daripada keluarga yang memiliki istri atau anak simpanan. Dan apa yang terjadi di keluarga gue sah secara hukum."

Jaemin tidak habis pikir kenapa pola pikir manusia begitu sempit. Hubungan manusia di dunia ini begitu luas dan jika dijabarkan ada berbagai macam hubungan. Tidak ada yang salah dengan keluarganya. Papa dan bundanya bercerai lalu setelahnya baru ibunya memiliki Renjun. Tidak ada hal curang seperti perselingkuhan atau simpanan diantara orangtuanya. Renjun lahir setelah ibunya tak lagi bermarga Cho. Jadi apa yang salah disana?

Hwiyong dan Jeno hanya saling melirik, mereka yang menjadi sahabat Jaemin mungkin bisa memahami penjelasan Jaemin meski sejujurnya mereka juga baru-baru ini mengetahui keberadaan Renjun.

Tapi masalahnya adalah orang-orang diluar sana. Mereka yang hanya bisa melabeli seseorang dari dugaan sepintas atau secuil informasi yang mereka lihat namun sudah mereka yakini sebagai kebenaran versi mereka. Orang-orang yang menjelma menjadi maha tau tanpa menyelidiki kebenaran yang sesungguhnya.

"Kita berdua sama Lucas paham dengan penjelasan lo. Tapi mungkin orang lain nggak begitu, dan kayaknya itu yang bikin adek lo seharian diem kek gitu," lanjut Hwiyoung.

Jeno melirik ke arah Renjun dan ingat bahwa adik Jaemin itu memiliki riwayat serangan panik dan mungkin hal-hal seperti ini bisa menjadi pemicunya, melihat Renjun hanya diam disamping Lucas yang heboh sendiri bermain game.

"Lo tanya deh sama adek lo, coba ngomong pelan-pelan. Jangan lagi lo berdua berantem kayak anak kecil dan lo kebingungan ngadu ke gue," kali ini Jeno ikut bersuara membuat Jaemin menghela napas pelan lalu meletakkam stik bilyard nya dan menghampiri Renjun.

"Luc! Gantiin Jaemin sini!" teriak Hwiyoung.

"Apaan? Gue udah mau menang nih! Jangan ganggu deh!"

"Sini nggak lo atau gue bakal aduin ke bokap lo tentang pendaftaran balapan minggu depan."

"Ah, lo tuh ya! Ancemannya ngeselin! Bentaran!"

"Gue telepon nih om Daniel."

"Iya iya, ahelah lo berdua!" sungut Lucas kesal sembari meletakkan stik game nya dan berjalan menghampiri Jeno dan Hwiyoung.

Jaemin mengambil posisi duduk disamping Renjun yang memainkan ponselnya tanpa minat.

"Kamu kenapa?" tanya Jaemin pelan sembari membuka kaleng soda di hadapannya.

"Nggak kenapa-napa."

"Ren..."

Jaemin melirik adiknya yang masih berusaha mengabaikannya dengan diam.

"Bukannya udah janji akan cerita kalau ada apa-apa?"

"Ya gue nggak apa-"

"Bohong."

Jaemin menarik ponsel Renjun pelan membuat atensi adiknya itu teralihkan.

"Jaem... balikin nggak."

"Nggak sebelum cerita. Ren kamu udah janji lho sama aku, kamu tuh beneran menganggap aku kakak kamu nggak sih?"

"Jaem, please... lo nggak harus mulai lagi kayak gini kan?" Renjun berusaha mengambil kembali ponselnya dari sang kakak.

"Aku nggak akan mulai kalau kamu nggak bersikap begini."

Renjun menghela kasar sebelum akhirnya berhenti mengambil ponsel dan menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Gue takut temen-temen gue pergi setelah tau status gue," ucapnya pada akhirnya.

"Mereka ngomong sesuatu ke kamu?"

"Nggak... atau belum."

Renjun sendiri berusaha menghindari teman-temannya terutama Yangyang yang berada satu kelas dengannya. Temannya itu memang tidak mengatakan apapun dan Renjun hanya diam sepanjang kelasnya tadi, sengaja mengambil duduk di barisan depan agar tidak perlu bersinggungan mata dengan Yangyang yang mungkin memandangnya dengan tatapan jijik atau apapun itu yang membuatnya tidak nyaman.

Seusai kelas dia melihat teman-temannya yang lain berkumpul untuk pergi makan bersama di luar namun Renjun hanya melewati mereka dan tak seorangpun dari mereka yang memanggilnya.

Hal yang diselama ini ditakutkannya terjadi. Itu sebabnya dia tidak mau hubungan statusnya diketahui orang.

"Ren..." sentuhan Jaemin pada tangannya membuanya tersadar dari lamunan.

"Maaf kalau apa yang aku lakukan justru bikin kamu kayak gini. Aku beneran nggak ada maksud selain kenalan sama teman-teman kamu yang aku pikir dan seharusnya nggak seperti ini."

Jaemin menatap bersalah pada adiknya itu.

"Aku pikir jika mereka tulus temenan sama kamu, mereka nggak akan keberatan dengan apapun status yang kamu punya kayak sahabat-sahabat aku. Mereka nggak nge-judges kamu ataupun aku dengan status kita. Mereka nerima aja tanpa mikirin hal terkait itu."

"Lagipula, kalau mereka tulus maka status bukan alasan karena kalian berteman dengan kepribadian bukan dengan status seseorang."

"Gue tahu... tapi gue takut dan nggak siap dengan pandangan mereka ataupun orang lain ke gue. Lo nggak tau tapi gue nggak mau ngerasain lagi tatapan menyakitkan mereka ke gue."

Jaemin terdiam mendengar penuturan adiknya yang menurutnya rumit, Ren terlalu overthinking.

"Nggak akan ada yang menatap seperti itu ke kamu. You have me and you need try to trust me as your brother. Aku udah mengumumkan status kita yang artinya aku bertanggungjawab atas apa yang terjadi setelah itu. Aku pastikan kamu baik-baik saja dan nggak akan ada orang yang bersikap buruk ke kamu."

"Lo nggak pernah ngerasain sakitnya mendengar atau melihat semua orang menganggap rendah—"

"Kim Renjun stop it!" ucapnya dengan suara keras membuat ketiga temannya kaget dan refleks menatap keduanya.

"Kamu terlalu overthinking dan itu nggak baik. Aku udah bilang kalau kamu harus percaya sama aku. Just do it, Ren."

"Tapi gue nggak terbiasa—"

"Karena itu biasakan. Stop menanggung beban sendirian, berhenti overthinking, dan biasakan untuk percaya sama aku. Stop bersikap kamu anak tunggal yang hanya punya bunda di samping kamu. Bunda nggak ada disini."

Renjun mengalihkan pandangannya dari Jaemin berusaha menahan perasaan sesak ketika dia mengingat sang mama yang kini jauh darinya.

Jaemin mengulurkan tangannya untuk mengusak pelan kepala adiknya itu.

"Hei, aku nggak bermaksud marah atau bikin kamu sedih. Ren..."

Renjun masih menatap ke arah lain sampai akhirnya Jaemin memeluknya dan kali ini sang adik tidak melawan.

"You have me. You have papa now. Aku sama papa akan ada untuk gantiin bunda jagain kamu disini. Kamu nggak perlu pura-pura kuat sendirian, kamu bisa cerita sama aku atau papa. Kamu boleh manja ke kita karena kamu itu berharga buat aku dan papa."

"Gue... gue nggak terbiasa dengan semua ini, gue nggak terbiasa dengan perhatian yang lo dan papa berikan dan gue ngerasa nggak pantes untuk dapat itu semua."

"Karena itu kamu harus mulai membiasakan diri. Kamu harus nerima kasih sayang dari aku dan papa, ya?"

Renjun tidak menjawab melainkan mengangguk pelan di bahu sang kakak.

"You deserve that Ren, cause you're our precious little prince."

"But I'm not a kid anymore."

Jaemin tertawa mendengar jawaban sang adik yang kadang polos itu.

"Ekhem!! Ekhemmm!"

Suara deheman keras dari Lucas menyadarkan keduanya kalau mereka tidak sendirian dan melepaskan pelukan.

"Saking asiknya lupa kayaknya kalo ada tiga manusia lain di ruangan ini," ucap Hwiyoung.

"Iya iya yang punya adek, dasar bucin lo."

"Diem lo Jen, lo sama Dae Hae juga sama-sama bucin."

"Yakan dia adek gue."

"Ya sama Renjun kan adek gue."

"Nyenyenye... iya iya yang pada punya adek. Emang nasib kita aja yang jadi anak tunggal," ucap Lucas pada Hwiyoung yang hanya ditanggapi sahabatnya itu dengan anggukan.

"Lo apaan sih pake peluk-peluk gue segala? Gue udah gede," sungut Renjun yang mendorong sang kakak menjauh.

"Lah, kamu tadi bukannya mau juga? Aduh lucu banget sih adek aku," goda Jaemin yang kembali mengusak rambut sang adik.

"Ish! Lo tuh nggak malu sama temen-temen lo apa?"

"Nggak tuh."

Jaemin tertawa melihat tingkah Ren yang menurutnya menggemaskan itu sementara Renjun sudah pasti merasa malu dengan kelakuan kakaknya dihadapan teman-teman sang kakak.

Ketiga sahabat yang melihat polah keduanya hanya bisa geleng-geleng kepala dan tertawa memaklumi. Ya, bagaimanapun persahabatan yang mereka bangun lebih berharga dari sekedar status dan mereka termasuk orang-orang terbuka yang tidak mempermasalahkan hal itu.

.
.
.

Di tempat lain Erick sedang bersama Felix dan yang lain. Mereka sedang berada di sebuah cafe.

"Lo kenapa segitu bencinya sama Ren Wayland sih?" tanya Felix.

Dia tahu permusuhan antara Erick dan Ren karena sepupunya itu selalu menceritakan semuanya saat masih tinggal di London.

"Gue benci sama dia. Sikap dia yang arogan udah mempermalukan gue. Dia bukan siapa-siapa dibandingkan dengan gue. Anak sialan seperti dia nggak pantes buat bahagia."

Erick menatap licik kearah lain dengan bayangan penuh kebencian pada Renjun.

"Gue akan pastikan dia nggak akan lolos dari pembalasan gue sekarang."

.
.
.

Bersambung.


Haiiii...
Mamanya JaemRen kembali nih ^^
Maafin datengnya lama...

Semoga masih ada yang nunggui  kakak adek uwu ini.
Makasih untuk yang sudah mampir baca dan vote. ^^

Semoga kalian nggak jenuh menunggu ya...

Abang ganteng yang beda kepribadian kalo lagi sama adeknya dan lagi sama sahabat-sahabatnya.

Ya bayangin aja jadi Jaemin punya adek segemes ini. Pengen unyel-unyel mulu gak sih? Huhu..

Kenapa anakku ganteng-ganteng gini sih?
(Abaikan emaknya yang masih mabok karena TDS movie)

Maap ya nak, emak belom bisa nonton konser live... bisanya baru di layar bioskop doang, tapi emak makin sayang kok sama kalian.

Dah.. maapin aku yg malah cuap-cuap ga jelas ini.
Abaikan aja, fokus sama muka ganteng anak-anakku aja. Kkkkk~


See you all...

Salam hangat
Mamanya JaemRen

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro