Brasso apa bakso?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ini hari selasa, dimana barang bawaan kami lebih banyak dari biasanya. Jika seperti ini mungkin kaum jenglot sepertiku akan menjadi kaum tanaman bonsai :v. Bagaimana tidak, hari selasa kami wajib mengikuti kegiatan olahraga. Jika tidak ikut, bisa kau pastikan hukuman apa yang akan menimpa kami.

Setelah latihan baris berbaris dan melaksanakan apel pagi. Kami pun diperintah untuk merentangkan kedua tangan untuk memberi jarak setiap anak agar tidak saling dorong atau jatuh saat pelaksanaan olahraga.

Terdengar suara riuh ketika seorang pelatih perempuan melangkah sambil melambaikan tangan kananya lalu menaiki panggung instruksi yang disediakan untuknya. Para anak cowok tak kalah riuh karena penampilan pelatih itu cukup membuat mata akan memandang dirinya. Bagaimana tidak bajunya begitu menyolok seperti warna permen jagoan neon, rambutnya dicat ombre coklat dan kuning mirip rambut jagung, serta lipstik merah menyala. Pelatih itu berteriak sangat nyaring seperti mikrofon yang error membuat anak-anak semakin berteriak kegirangan.

"Eh tuker tempat dong, " kata Reza kepadaku

Aku mendecih. Reza adalah cowok paling besar dan paling tinggi badannya di kelasku, kulitnya hitam, suaranya menggelegar. Jika dia berdiri disampingku kami berdua mirip marsha and the bear.

"Dasar gorila genit, " kataku sambil menggeser posisiku di belakangnya.

"Dasar tumo! "

Reflek aku menginjak kaki kiri Reza yang ukuran sepatunya sekitar 45 vs dengan ukuran sepatuku yang hanya 37.

Dia meraung kesakitan lalu menjambak ujung jilbabku membuatku hampir terhuyung ke belakang. Aku membuang muka kalah dengan dia yang badannya sebesar beruang.

Aku merentangkan kedua tanganku untuk mengikuti gerakan si pelatih namun sedikit kesusahan jika aku dibelakang si beruang ini.

Sial! Aku tidak bisa melihat apa-apa selain punggung besar Reza mirip dengan tembok Cina.

Dentuman musik untuk mengiringi gerakan senam kami berganti - ganti dengan gerakan yang semakin lama semakin sulit menurutku. Atau mungkin aja aku terlalu malas untuk mengikuti senam.

"Uhuuuuyyy... " teriak cowok-cowok ketika pelatih senam melakukan gerakan menggoyangkan bokongnya dengan kedua tangan bertumpu pada lututnya.

Sedangkan anak cewek antara jijay melihat anak cowok yang begitu alay seperti tidak pernah melihat cewek cantik. Sadar diri sih, efek pps masih begitu terasa terutama di wajah kami. Kulit kusam, kucel, dan banyak jerawat membuat kami seperti the beast.

####

Setelah selesai olahraga kami pun berganti seragam andalan kampus. Ya seragam kemeja putih, rok biru dongker ala smp dan jilbab putih. Kalau jilbab biru dongker khusus hari senin.

Aroma-aroma tidak sedap perpaduan bau keringat dan bau matahari, membuat kelasku begitu pengap dan membuat sesak. Menghidupkan AC pun kadang percuma dengan kapasistas kelas 50 orang dengan dua AC yang sedikit abnormal daripada daya kerja semestinya membuat kami harus menggunakan tenaga ekstra untuk mengipasi diri kami sendiri.

Pukul 9.10 dosen bernama Bu Dian sekaligus wali kelas kami juga merangkap sebagai ketua prodi S1 keperawatan. Beliau terkenal sebagai dosen paling disiplin, sedikit galak, perpustakaan berjalan, jurnal berjalan, dan... Beliau sangat cantik walau tubuhnya padat berisi. Bu Dian datang untuk mengajar IDK (ilmu dasar keperawatan) tentang materi hambatan komunikasi. Kami dibentuk beberapa kelompok yang terdiri beberapa kelompok tergantung tema materinya.

1. Hambatan semantik

2. Hambatan Organisasi

3. Hambatan individual

4. Hambatan interpersonal

5. Hambatan lintas budaya

6. Hambatan fisik/media/chanel

Kalau tidak salah dulu aku masuk di kelompok dua. Kami hanya membuat percakapan tentang sebuah masalah yang biasanya terjadi di organisasi masyarakat bahkan dalam dunia keperawatan. Aku tidak akan membahas ini, tapi aku akan menceritakan pengalaman kelompok lain yang kuanggap sangat lucu dan membuat seisi kelas tertawa.

Jadi ini kelompoknya Reza, si gorila itu. Seingatku dia dulu bersama Fani, Rima (aku ketemu dia lagi), dan Rafela. Jadi settingan percakapan mereka adalah sebuah keluarga kecil dimana Reza sebagai papa dan Fani sebagai mama, sisanya adalah kakak dan adik.

Ceritanya Reza pulang ke kantor dan berpura-pura naik sepeda motor. Ia pun berpose nungging seperti serial Lupus 'kecoak nungging' sambil mengenakan helm dan mengeluarkan suara bruumm sambil sesekali memperagakan motornya mogok.

"Bruumm... Brum.... " seru Reza dengan semangat membuat dia terlihat seperti gorilla sungguhan, " etek.. Etek... Tek... Tek... " suaranya dibuat semirip mungkin ketika motornya mogok.

"Tulalit... Tulalit... " suara Rima terdengar seolah ponsel Reza berdering.

Reza pun merogoh ponsel jadulnya lalu menekan tombol, "halo, mama sayang! " teriaknya seolah dia sedang berada di pinggir jalanan yang rame.

Semua anak-anak pun tertawa sambil bercia-cie.

"Papa! " suara Fani yang terdengar sedikit cempreng dan centil, "papa papa, mama nitip bakso nih, laper. Bakso gede ya pa, nggak pake saos nggak pake sambel dan nggak pake kecap... " katanya sambil menyanyikan 'abang tukang bakso'

"Iya iya... Brasso berapa ma? "

Reza pun memperagakan dia naik ke motornya lagi sambil menyelipkan ponselnya di antara telinga kanan dan helm nya.

"Bakso empat porsi deh, sama anak-anak, tidak pake saos tidak pake sambel dan tidak pake kecap, " kata mama kembali menyanyikan lagu jadul itu.

"Iya.. Iya.. Brasso empat, banyak amat ma, " kata si Reza

"Udah nggak usah kakean cang cing cong, papa beliin ya pa, sayang papa deh, " kata si Fani sambil memutuskan sambungan teleponnya.

"Brasso empat kaleng buat apaan ya!" teriak Reza, "bruummm.... Brumm.... Brasso gantinya sambal kacang mungkin, aneh tuh mama, koo bisa aku nikahin dia... "

Suara anak-anak kembali terdengar lebih riuh membuat kelompoknya Reza malu-malu dan memalukan dengan kalimat yang entah dikarang oleh siapa.

Kemudian adegan si Fela seolah dia anak SMA yang sedang pulang sekolah dengan menaiki bus yang penumpangnya padat.

"Tulalit... Tulalit... " rima kembali membunyikan suara ponsel dari mulutnya.

Fela pun akting mengambil ponselnya lalu setengah berteriak.

"Iya adek! Ada apa! "

"Mbak, cariin kucing dong buat nangkep tikus? "

"Hah? Kemoceng? "

"Iya kucing, kata mama disuruh cari yang hitam gede sama kekar! "

"Hah? Kok aneh gitu? Mana ada yang kayak gitu? "

"Ada pokoknya cariin, adek nggak mau tahu, tikusnya banyak di rumah. "

Lalu Rima berpura memutus sambungan telepon.

"Kemoceng? Ngusir tikus? Hitam gede? Ululululu.... Kenapa aku mikirnya malah yang enggak-enggak? " kata Fela membuat anak-anak tertawa

Kemudian adegan si Reza dan Fela datang bersamaan membawa barang pesanan Fani dan Rima.

"Papa go home...! " teriak Reza sambil menenteng kantong plastik hitam berisi empat kaleng brasso.

"Papaku sayang... Aduh... Cinta deh, " kata si Fina sambil berlari ala India dilanjut ia memutar tubuhnya seperti balet. "Mana pesanan mama? Tidak pake saos tidak pake sambel dan juga tidak pake kecap... "

"Lho! " si Reza kaget lalu ia hanya terdiam sambil menyerahnya kantong plastiknya

"Mama, adek mana? Nih pesenannya nyari yang hitam gede. "

"Ulululu.... Punya papa kamu juga hitam gede, nak, " kata Fani membuat dosen dan seisi kelas tertawa terbahak-bahak sambil meneriakkan kata geli dan ambigu. Lalu Fani pun menatap teman-teman di depannya dengan muka masam, "hemm.. Jangan ambigu, tuh lengan si papa item gede kan? "

Rima yang sedari tadi menahan tawa akhirnya terbahak-bahak mendengar kalimat Fani kemudian dia pun masuk ke adegan tiga orang itu seperti anak kecil.

"Mbak, mana pesenan Rima? "

"Ini, kemoceng item gede, " kata Fel sambil menyenangkan bungkusan berisi kemoceng.

"Lah! Aduh... Salah... Bukan kemoceng tapi kucing kak.. Kucing... "

Fela terlihat awkward ,"habisnya tadi aku dengernya kemoceng makanya sempet mikir kemoceng buat ngusir tikus? "

"Aaah... Papa.... " teriak Fani, "kok brasso? Buat apa brasso papa, mau dibikin lulur apa cocolan saus kacang? "

"Lho katanya brasso? "

"Laaah... Kan mama udah bilang tidak pake saus tidak pake sambel dan tidak pake kecap, " kata Fani.

Bu Dian pun memberi applause sebelum drama kocak itu berakhir sambil tertawa. Kemudian beliau memberi komentar bahwa hambatan komunikasi bisa terjadi pada kalimat yang terdengar sama namun berbeda makna. Oleh karena itu dalam keperawatan di masyarakat atau di rumah sakit jika kita mengucapkan kata benda yang terdengar sama tapi beda makna maka kita mengucapkannya dengan alphabet.

Untuk kelompok lain memang lucu tapi aku tidak ingat semuanya. Kelompoknya Fika yang terdiri dari dua orang. Fika dan Bagus yang bertema hambatan komunikasi lintas budaya, mereka menampilkan drama di pasar dimana Fika sebagai orang suku Jawa dan Bagus sebagai orang suku Batak. Mereka menampilkan gaya bicara yang khas dimana suku Jawa terkenal dengan suara lemah lembut dan suku Batak terkenal dengan gaya bicaranya yang meninggi.

Aku tidak usah menceritakan lebih jauh, karena kau pasti akan tahu bahwa lintas budaya disini jika kita tidak memahami gaya bicara orang lain terutama yang berbeda suku, pasti kita akan menganggapnya negatif. Begitu pula dalam ilmu komunikasi terapeutik keperawatan dimana kita harus mengkaji latar belakang suku klien kita agar kita tidak salah persepsi ketika memberikan pelayanan kesehatan.

Tbc....

Kakean : kebanyakan.
Tumo : kutu rambut :v

Itu lho brasso senjata pamungkas untuk mengkilapkan ikat pinggang kami. Jika tidak mengkilap... Ah... Aku akan menceritakannya di next part berikutnya. See you 😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro