Path 04 : Cloudy Feelings

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pagi ini, pesan dikirimkan lewat pocket milik Sena. Pesannya singkat, hanya berisi himbauan bahwa Sena harus segera pulang ke Istana secepatnya. Lelaki itu hanya menuruti isi pesan tersebut, kemudian bergegas mandi dan berganti seragam. Sebenarnya Sena sedikit malas jika diharuskan pulang ke Istana. Alasan apalagi jika dia tidak diminta untuk mempelajari cara memimpin kerajaan.

Ya, Sena adalah anak tunggal, dan itu mengapa orangtuanya mulai mengajari Sena cara memimpin kerajaan. Maka tak jarang jika Sena tiba-tiba dikirim pesan untuk pulang ke Istana, bahkan ditengah jam sekolah.

Sebenarnya ada alasan lain mengapa Sena malas pulang ke Istana. Ada seseorang yang ia benci di sana, dan sialnya dia menjadi bagian keluarga besar Istana.

Sena menatap pantulan dirinya dari cermin. Kini, dia telah menggunakan setelan pakaian kerajaan. Ia tak terlalu menyukai pakaian ala kerajaan seperti ini, karena kesannya sangat rumit. Tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah menjadi bagian kecil dari kewajibannya.

Pocket-nya kembali berdering, menandakan pesan kembali masuk. Sena membaca sekilas isinya, dan menghela napas pelan. Ini benar-benar merusak mood-nya.

Sena, aku sudah meminta Henry untuk menjemputmu menggunakan kereta pegasus.
Dia mungkin akan segera tiba, jadi bersiaplah.

-Ayah.

Lelaki bersurai merah itu mengeluarkan sebongkah kristal dari dalam pocket-nya. Kristal Teleportasi. Dia tahu seharusnya dia tidak melakukannya, namun Sena lebih tidak suka jika harus pergi ke Istana bersama kepala pelayan kerajaannya itu. Sena membencinya, entah untuk alasan apa. Mungkin karena dulu Henry sering memerintahnya melakukan sesuatu, dengan mengatasnamakan Kena. Itu mengapa Sena membencinya.

Jadi, jika diminta memilih antara pergi ke Istana dengan Henry atau pergi ke Istana menggunakan kristal teleportasi dan dimarahi orangtuanya, Sena lebih memilih opsi kedua. Itu mengapa sekarang dia tengah membaca sebaris mantra dan mengaktifkan kristal teleportasi.

Tubuhnya terasa ringan sesaat, sebelum akhirnya kembali normal. Hanya dalam waktu persekian detik, Sena sudah berada di dalam Ruang singgahsana, tepat di hadapan Ayah dan Ibunya yang sedang duduk di atas singgahsana berlapis emas.

"Sena!"

Tentu saja Sena sudah dapat menerka bahwa detik berikutnya dia akan segera dihamburkan oleh omelan panjang dari Ibunya, jika dilihat dari betapa kesalnya wajah sang Ibu.

Ibu Sena--Lizne--melanjutkan sesi omelannya. "Bukankah Ayahmu sudah mengirimkam pesan bahwa Henry yang akan menjemputmu?!"

Sena hanya terdiam, menerima segala omelan dari Ibu dan Ayahnya.

"Astaga, baru saja Henry pergi menggunakan kereta pegasus untuk menjemputmu," Ayahnya Sena--Rouve--mulai ikut mengomeli Sena. "Kenapa kamu selalu bersikap seperti itu kepada Henry? Henry itu penjagamu!"

Penjaga? Rasanya Sena ingin menertawakannya keras-keras. Selama ini Sena sama sekali tidak merasa dijaga. Henry itu justru seperti pengganggu yang seenaknya memerintah Sena. Tapi tentu saja dia tidak akan--dan tidak pernah--melakukan hal yang kurang ajar seperti itu. "Ayah tahu aku tidak menyukainya, jadi jangan memintanya menjemputku seperti itu."

"Tapi Sena, sudah sepantasnya keluarga bangsawan berpergian menggunakkan heaven creatures. Kita tidak boleh terlalu sering menggunakkan teleportation crystal."

"Kalau begitu, minta saja orang lain," Sena menatap kedua orang tuanya tanpa ekspresi. "Aku tak suka jika dia yang menjemputku."

Rouve menghela napas gusar. Sejak dulu dia memang tahu Sena itu keras kepala. Anak itu mungkin akan mendengarkan apa yang dirinya serta istrinya katakan, namun jika sekali Sena berkata tidak, maka tidak ada yang bisa menarik ucapannya. "Yasudah, cepat kamu pergi ke Perpustakaan, Voltres sudah menunggumu di sana."

Sena mengangguk menurut, "baik, Ayah."

***

"Ugh," aku mengeluh tertahan begitu melihat tumpukkan buku yang ada di hadapanku. "Apakah materi untuk ujian Senior memang sebanyak ini?"

"Iya," Sora yang tengah duduk membaca buku di hadapanku tampak tenang. "Aku sudah lima kali mengikuti tes kenaikkan tingkat kelas Senior dulu, jadi aku paham betul materinya."

"Lima kali?!" Lizzy dan Yura berseru histeris. "Dan kau tidak pernah lolos?!"

"Sesulit itukah?" Alice tampak putus asa. "Juchan bagaimana?"

"Aku juga sudah tiga kali ikut tes Senior, dan tidak pernah lolos." jawab Juliet, dia tampak lesu.

"Sebagian besar murid-muris tidak lolos saat tes Lapangan," Sora menghela napas panjang. "Sebenarnya ada dua pilihan untuk tes Lapangan."

"Apa itu?"

"Tes lapangan level A dan tes lapangan level B. Level A untuk pilihan jurusan Front Witch dan Netralize Witch, sedangkan level B untuk pilihan jurusan Support Witch. Itu mengapa kemarin kita diminta untuk mengisi selembaran. Yah... meskipun jurusan kita dipilih melalui hasil tes."

"Memangnya apa yang dilakukan saat tes lapangan?" tanyaku penasaran.

"Apa kamu tahu Festival tahunan sekolah ini?" Alih-alih menjawab, Juliet justru balik bertanya. Aku menggeleng, menandakan aku tidak tahu. "Ah iya, Kena kan dulu masih baru ya, jadi wajar saja tidak tahu. Jadi begini, setiap tahun di sekolah ini ada festival tahunan khusus untuk kelas Senior. Namanya Luminas Festival, festival yang digelarkan untuk menentukan siapa yang terkuat di sekolah ini. Lewat festival itu juga ranking disesuaikan."

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku, menandakan mengerti. Aku jadi ingat, dulu waktu baru menginjak kelas Alchemis, Travis juga pernah menjelaskan hal yang serupa padaku. "Biar kutebak, tes lapangan sedikit sama dengan Luminas Festival?"

"Iya, meskipun tidak bisa dibilang sama, tapi tingkat kesulitannya mirip."

Aku ber-oh ria. "Memangnya siapa ranking pertama Luminas?"

"Hmm... ranking pertama masih dipegang oleh Annabeth, dengan skor 998."

"HAH?!"

"Sssssttt," aku refleks menutup mulutku saat semua orang mendesis, mengisyaratkanku untuk tidak berisik karena ini di perpustakaan.

"Maaf," bisikku pelan, sedikit merasa bersalah. "Tapi sungguh, itu masih berlaku hingga sekarang? Bukankah Beth sudah..." aku tercekat, sesuatu seperti menyumpal tenggorokkanku untuk melanjutkan ucapanku itu.

Raut wajah mereka semua refleka berubah, tapi hanya untuk beberapa saat saja hingga mereka kembali tampak biasa. Mereka hebat sekali dalam mengatur emosi. "Tentu saja masih berlaku. Ranking satu bisa diubah jika ada yang berhasil meraih poin lebih banyak. Karena Annabeth mendapat poin nyaris sempurna, jadi belum ada yang bisa."

"Oh..." aku termangut-mangut.

"Hei kalian, apakah kalian sudah mendengar gosip terbaru?" Alice membuka topik baru, yang sejujurnya melenceng dari topik utama. "Kudengar, ada murid baru di kelas Basic."

"Setiap hari ada murid baru di kelas Basic, Alice." Aku menopang wajahku, tak berminat sedikitpun dengan topik yang Alice mulai.

"Oh, tapi ini berbeda," Alice bersedekap, mencoba mencuri perhatian. "Dia naik ke kelas Amature dalam waktu sehari."

Baiklah, kalimat itu berhasil mencuri perhatianku. "APA?!"

"Sssssttt!"

"Eh?! Naik ke kelas Amature dalam waktu sehari?!" Yura mengerjap-ngerjapkan matanya. "SEHARI?!"

"Yura... haruskah aku mengingatkanmu bahwa kita berada di Perpustakaan?" Lizzy meletakkan hari telunjuknya di bibir. "Jangan berisik."

"Tapi aku terkejut, tahu!"

"Aku juga terkejut," balas Juliet apa adanya.

"Oh, aku sudah mendengar berita itu," Sora menopang wajahnya. "Katanya dia laki-laki yang memiliki wajah rupawan dan menjadi pujaan hati setiap gadis."

"Bukankah itu terlalu berlebihan?" Juliet menyilangkan tangan di depan dada sembari bersender ke senderan kursi. "Yah... aku tidak peduli, sih. Bagiku, Romeo adalah segalanya."

"Pemikiranmu sempit sekali," ejek Sora. "Aku yakin dulu Romeo membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk naik ke kelas Amature."

"Tapi itu sudah terhitung cepat, tahu!"

"Apalagi dia yang hanya membutuhkan waktu sehari?"

"Sudah, sudah." Lizzy menengahi perdebatan konyol antara Juliet dan Sora. "Sebenarnya kita ke sini untuk bergosip atau belajar, sih?"

"Ah, Lizchan serius sekali," Alice mengerucutkan bibirnya. "Kalau terlalu banyak belajar, kepalamu bisa meledak, lho."

"Benar!" Yura menyahut menyetujui. "Hanya dengan melihat buku, rasanya kepalaku akan meledak!"

"Itu karena kamu jarang belajar," aku memutar bola mataku, jengah. "Sebaiknya kita mulai belajar, atau tidak kita mungkin saja tidak akan lulus ujian tertulis."

"Baiklah."

***TBC***

Magic Cafe

Bung tsah tas bung jreng jreng!!

MARHABAN YA RAMADHAN MANTEMAAANN!!!

//tebar bunga.

Vara minta maap sebesar-besarnya atas kesalahan Vara, hiks.

MAKASIH UDAH BACA SERIAL THE TALES SAMPE SINI! VARA LAP YU SOMAY!!

Trus....... Vara minta mangap yah, Vara lagi ngga ada ide buat bikin magic cafe hehe :v

Kenapa? kenapa yahh... Vara mager hehehhe. Maap yah. Vara ini memang terlalu :(

.

.

.

Tapi boong deng.

AYO KITA SAKSIKAN PARA KARAKTER PH DI MAGIC CORNER INI!!

JRENG JRENG!

SAAT ADA YANG MEMBERIKAN COKELAT DI HARI VALENTINE.
(Boy's Side)

(Btw anggap aja kamu orang asing yang ngasih cokelat ke para cowok //plakk.
//mati dikroyokin.)

1. Sena.

Kamu: Uhm... selamat siang.

Sena: ...

Kamu: Erm... udaranya panas sekali ya hari ini?

Sena: Tujuan.

Kamu: Hah?

Sena: Apa tujuanmu.

Kamu: Urm... I-Ini //ngasih sekotak cokelat. //blushing.

Sena: ...

Kamu: Ini cokelat untukmu. Dimakan ya! Selamat hari Valentine!!! //kabur.

Sena: .... hm, kuharap Hide sedang lapar.

2. Hide.

Kamu: Hai Hide! Selamat pagi.

Hide: Oh, Pagi juga (y/n)!

Kamu: Pagi ini cerah sekali ya?

Hide: Haha, iya. Ada apa?

Kamu: Um, ini untukmu!
//ngasih sekotak cokelat.

Hide: Wah! Untukku?

Kamu: //blushing. Iya! Dimakan ya! Buatan aku sendiri, lho.

Hide: //bergumam// Padahal aku sudah dapat banyak cokelat dari Sena.

Kamu: Huh? Kau mengatakan sesuatu?

Hide: A-Ah, tidak. Yasudah, terima kasih ya!

Kamu: Iya, sama-sama.

3. Romeo.

Kamu: S-Selamat siang, Ketua.

Romeo: Hm? Siang juga. Sudah kubilang panggil saja aku Romeo.

Kamu: B-Baik!!

Romeo: Ada apa?

Kamu: Anu, ini aku punya sesuatu untukmu.
//ngasih cokelat.

Romeo: Terima kasih.

Kamu: I-Itu buatanku. Aku harap kamu menyicipinya. Itu sudah kubuat dengan sepenuh hati dan dengan rasa--
(Kamu nengok dan ngeliat Juliet lagi melototin kamu dari kejauhan.)
//menegup air liur.

Romeo: Dengan rasa apa?

Kamu: Eh? Eng... Rasa.... cokelat?

Romeo: Kupikir karena ini cokelat, kamu memberikan rasa yang lain. Jadi benar-benar hanya cokelat?

Kamu: I-Iya.

Romeo: Sepertinya kamu perlu kursus memasak. Kamu mau daftar les memasak? Aku ketuanya, kok. Diadakan dari jam empat sore sampai jam enam. Kamu juga bisa--blablabla (mangap, Vara males ngetik hehe :v)

Kamu: (merasa canggung karena makin dipelototin sama Juliet.)

4. Val.

Kamu: Halo, Val!

Val: Oh, halo. Lama tak berjumpa (y/n). Kamu tampak lebih pendek dari bulan lalu, ya?

Kamu: Berisik! Nih, aku punya sesuatun untukmu! //ngasih cokelat.

Val: Eh? Ini cokelat buatku?

Kamu: Iya! Semoga saja kamu makan ya!

Val: Terima kasih.

Kamu: Kau tampak tak terlalu senang ya, Val?

Val: Masa? Haha, mungkin karena aku terlalu berharap.

Kamu: //merasa geer. B-Berharap apa?

Val: Hm, aku berharap Flo juga memberiku cokelat.

Kamu: //gatau mau ngomong apa. //senyum pahit.

5. Ryan.

Kamu: P-Pagi, Ryan.

Ryan: Oh? Pagi juga. Ada apa?

Kamu: Ini valentine kan? Aku punya cokelat untukmu!
//menyodorkan sebungkus cokelat.

Ryan: Ah, maaf. Tapi aku tidak menerima cokelat dari orang asing.

Kamu: //speechless. O-Orang asing??!

Ryan: Iya. Maaf ya?

6. Hanz.

Kamu: Halo, Hanz. Selamat siang!

Hanz: Siang juga. Apa yang membawamu kemari?

Kamu: I-Ini untukmu. Cokelat buatanku sendiri.
//ngasih cokelat.

Hanz: Wah, terima kasih (y/n)! Hari ini banyak sekali yang memberikanku cokelat. Kira-kira ada apa, ya?

Kamu: //cengo. M-Maksudmu kamu dapat cokelat dari orang lain?

Hanz: Eh? Iya. Banyak sekali yang menghampiriku dan memberikan cokelat. Kamarku sampai dipenuhi cokelat.

Kamu: Lalu cokelatnya kau apakan?

Hanz: Aku berikan kepada teman-temanku. Memang kenapa?

Kamu: .... boleh aku minta kembalikan cokelatnya?

Hanz: Eh? Tentu. //balikin cokelat kamu. //bingung.

SUDAH YAW! Vara lagi mager ngetik, padahal ide lancar. Dasar Vara.

Also, jangan lupa sahur yah! Biar semangat puasa hehe.

Babay!

Adios~♡

Big Luv, Vara.
🐣🐤🐥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro