Path-12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku berjalan dengan lemas menuju gerbang sekolah. Jujur saja, aku tidak menyiapkan cukup energi untuk hari ini. Karena tadi terlalu asyik berbincanh dengan Xia-xia--untuk pertama kalinya--tentang kunci ujian, aku jadi telat untuk sarapan. Dan coba tebak, saat aku sampai ke ruang makan, ternyata menu nya hanya tersisa sepotong roti tawar dan segelas teh panas! Ah, jadi terpaksa aku sarapan hanya dengan sepotong roti dan segelas teh. Ini semua karena Xia-xia!!

"Kena, aku tahu kamu sedang menyalahkanku." Xia-xia terbang pelan, mencoba mensejajari langkahku.

Aku hanya mengerucutkan bibirku, cemberut.

Lizzy tertawa. "Sayang sekali ya, Kena. Sarapan tadi benar-benar lezat! Sup ayamnya benar-benar kental!! Sangaaaat enak!" Gadis itu melompat-lompat penuh semangat. "Pasti karena resep tadi pagi Yura yang buat."

Yura membusungkan dadanya--bangga.

Aku memutar bola mataku. "Terserah saja, yang terpenting sekarang adalah menuntaskan misi."

"Benar." Xia-xia menimpali. "Lizzy, bisa kau sent location kepada Kena dan Yura? Agar mereka tahu tempatnya dimana."

Lizzy mengangguk, kemudian mengotak-atik pocket nya sesaat.

Beberapa saat kemudian, sebuah layar transparan muncul di depan pocket-ku. Aku menekan tombol konfirmasi, kemudian muncul kembali sebuah layar transparan yang menunjukan lokasi-ku saat ini dan lokasi yang akan kami tuju.

Ternyata fungsi pocket banyak juga, ya?

Aku mengeluarkan sapu terbang dari dalam pocket dan segera menaikinya. "Ayo."

Lizzy, Fance, dan Yumi mengangguk mantap, sedangkan Yura mengangguk ragu. "Mu, mungkin ..."

Kami menoleh menatap Yura.

"Mungkin ... akan lebih baik jika aku tidak ikut bersama kalian ..."

"Dan melewatkan segala keseruan?" Yumi menatap tajam Yura. "Ayolah, majikanku yang penakut! Ujian kenaikan tingkat tinggal kurang dari seminggu lagi! Masa, kamu mau tinggal kelas berkali-kali seperti temanmu yang bo-- kurang pintar itu?!"

"Perkataanmu kejam sekali, Yumi." Lizzy memasang wajah datar. "Aku tahu kamu tadi hendak mengataiku bodoh."

Yumi mengendikkan bahunya tidak peduli. "Terserah, yang terpenting, kamu harus ikut, Yura!"

"Kamu cerewet sekali." Cibir Yura. "Aku tadi hanya pencitraan saja, seperti di film-film. Kenapa kamu malah menanggapinya dengan serius, sih? Katanya bisa merasakan perasaanku, dasar hewan bodoh." Ledek Yura tanpa belas kasih.

"Aku juga sudah tahu, kok." Yumi melipat tangannya. "Tadi aku juga sedang pencitraan, agar kelihatan keren seperti di komik yang aku baca kemarin." Balasnya.

Oke, ternyata sifat mereka yang menyebalkan sangatlah mirip.

"Baiklah, sudah cukup adu mulutnya!" Fance menengahi. "Sekarang ayo kita ke bukit Roneve. Katanya kita harus mengumpulkan 15 Junk fruit dari pohon Oleva kan? Lokasinya lumayan jauh, jadi ayo."

"Iya, Fance benar. Ayo kita pergi." Timpal Lizzy.

Aku dan Xia-xia mengangguk setuju, serta Yura dan Yumi yang berhenti berkelahi.

Aku membaca sebaris mantra dengan cepat, kemudian aku dapat merasakan kakiku sudah tidak menginjak tanah. Sapu yang kunaiki mulai melayang di udara, membuat ku dapat merasakan hembusan tipis angin yang menerpa.

Aku melajukan sapuku dengan mudahnya, begitu juga Lizzy. Yura masih ragu-ragu melayangkan sapu terbangnya, aku dapat melihat tangannya gemetaran tipis.

Kami bertiga melesat dengan kecepatan rendah, untuk menjaga agar Yura tidak tertinggal di belakang. Perjalanan kami tenang, tidak ada monster-monster raksaksa yang menghalangi jalan seperti yang ku bayangkan. Tidak ada pohon hidup bersulur tajam seperti di dongeng yang biasa ku baca. Perjalanan kami bertiga sungguh damai, dan itu membuatku memiliki firasat buruk.

"Eng ... Lizzy?" Panggilku.

"Ya?"

"Ehm ... aku kadang berpikir ..." aku menyelipkan anak rambut di telingaku.

"Apa?"

"Eh? Tidak jadi." Urungku. Aku takut Lizzy akan menganggapku aneh jika menanyakan tentang monster di dunia sihir ini.

Lizzy menatapku dengan tatapan bingung.

"Hey, Lizzy." Panggil Yura dengan malas. "Aku penasaran, disini ada monster tidak? Aku hanya ... aduh, pena ... ah, saran ... akh! Kenapa, sih, sapu terbang ini tidak bisa terbang dengan tenang saja? Rusuh sekali! Sapu ini ingin aku jatuh hah?!"

Bukan sahabat namanya kalau dia itu tidak bodoh.

Pada akhirnya Yura yang menanyakan apa yang ku anggap aneh.

Dia bodoh.

Itu mengapa aku menyayanginya.

Tanpa kusadari, aku tersenyum tipis. Yura memang kadang bodoh dan menyebalkan, tapi dialah yang melindungiku dari dulu.

"Dasar labil." Ledek Xia-xia yang sangat menohok diriku.

"Suka-suka aku, lah." Balasku tidak peduli. Aku menatap layar pocket-ku yang menampilkan posisi kami dengan posisi yang akan dituju. Sebentar lagi sampai, ternyata tidak terlalu lama seperti yang ku kira.

"Mungkin ada beberapa, tapi jarang, sih. Mereka cenderung keluar saat malam hari, tapu ada juga yang keluar siang bolong seperti ini." Jelas Lizzy. "Ah, sebentar lagi sampai!" Sahutnya.

Jantungku berdebar sedikit cepat, perasaanku tidak enak. Aku menelan ludahku dengan susah payah. Aku merasa akan terjadi sesuatu yang buruk.

"Oh, benarkah? Syukurlah! Aku ingin segera menginjak tanah." Ujar Yura sembari menghela napas lega.

Jantungku berdebar semakin cepat.

"Ayo kita mendarat di suatu tempat."

Semakin cepat.

"Dimana lokasi pohonnya? Ayo mendarat di dekat lokasi pohonnya saja."

Dan semakin cepat.

"Tunggu."

Jantungku berdetak tidak karuan. Aku menggigit bibir bawahku. Aku menghentikan laju sapu terbangku, mataku menangkap hamparan padang rumput yang subur, terlihat menyejukkan mata, tapi aku yakin ada yang tidak beres disini.

"Ada apa, Kena?" Lizzy dan Yura ikut mengentikan laju terbang mereka. "Apakah ada yang salah?"

Aku menggenggam erat gagang sapuku. "Eng .. ayo kita kembali saja ..."

"Eh?"

Aku memalingkan wajahku, perasaanku makin memburuk. Apa yang sebenarnya akan terjadi? Aku benar-benar bingung.

"Kena benar, ayo kita kembali saja." Timpal Xia-xia, wajahnya terlihat serius.

"Kalian kenapa, sih?" Yura menatapku dan Xia-xia bergantian dengan tatapan tidak mengerti.

"Jangan bilang kalian ingin ikut-ikutan pencitraan?" Tebak Yumi. "Ayolah, jangan memplagliat kami. Lagipula, menyuruh kita yang sudah jauh-jauh kesini kemudian kembali tanpa membawa apa-apa itu tidak lucu, tahu!"

Keringat dingin meluncur di keningku. "Tapi, aku tidak sedang bercanda ..."

"Yumi benar, Kena. Kita sudah jauh-jauh kesini." Ujar Lizzy dan diangguki oleh Fance.

Aku mendesah gelisah, kemudian menyelipkan anak rambutku di telinga.

Yura menatapku khawatir. Gadis itu menatap hamparan padang rumput sesaat, kemudian kembali menatapku. "Kena, apa kamu sakit? Mungkin kita harus kembali."

"Tapi ...--"

"Setelah mengantarkan Kena, kita berteleportasi kembali kesini." Ujar Yura cepat. "Lagipula aku belum bisa meneleportasikan lebih dari satu orang."

"Kenapa tidak meneleportasikan Kena saja sendirian ke sekolah, kemudian kamu kembali lagi kesini?" Usul Fance.

"Dan meninggalkan kalian disini? Tidak, itu terlalu beresiko. Bagaimana jika tiba-tiba ada monster menyerang? Keselamatan lebih utama, lagipula kita masih memiliki banyak waktu. Ayo, kembali saja."

Aku tersenyum tipis. Saat aura kedewasaan Yura keluar, tidak akan ada yang dapat membantah, meski aku sekalipun.

"Baiklah," ujar Lizzy pada akhirnya. "Kau benar, ayo kita kembali."

Saat kami hendak melajukan sapu terbang kami, sesuatu terbang dengan cepat, begitu cepat, hingga sempat menggores pipiku dan meneteskan darah.

Aku membeku, jantungku hampir lepas dari tempatnya.

"Ah, sayang sekali, ternyata meleset." Suara dengan nada merendahkan terdengar dari balik pepohonan.

"Sepertinya kau harus melatih kembali anak panahmu, Griselle!" Suara lain kembali terdengar.

"Kena! Kamu tidak apa-apa?" Yura menatapku cemas. "Siapa disana?!"

Lizzy mendengus marah. "Siapa yang berani melukai temanku?!"

"Haha, kamu lucu sekali sayangku." Sebuah sosok seorang gadis yang disebut Griselle itu menampakkan dirinya. Pakaian serba hitam dengan kalung besi di lehernya membuat penampilannya yang cantik begitu mengerikan. "Bersyukurlah jika aku hanya menggores wajah indah temanmu itu, dan tidak membunuhnya, wahai White Witch."

Ah, sudah kuduga.

Ternyata firasat burukku memang benar.

To Be Continue ...

Published 17-08-18

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro