PROSESI LANGIT

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Boy, bangun! Tidakkah kau dengar suara bising ini?"

Boy terkejut, gelagapan. Hampir saja dia jatuh dari tempat tidurnya di dahan. Dengan mata yang masih berat, dia pun melayangkan pandang.

"Amboi!" Mata Boy terbelalak. "Ada gerangan apa, Yah? Mengapa begitu ramai?"

"Hahaha. Terlalu indahkah mimpimu? Hingga kau tak dengar gaduh-gaduh itu? Lihat, pemuda sok tahu itu!"

"Kenapa dengan pemuda yang berkacak pinggang itu?" Boy penasaran dengan fragmen yang dia saksikan.

"Pemuda itu sudah mengusir salah satu syahidah. Dia sok perkasa, merasa tanah ini miliknya. Dia usir jenazah yang bahkan bumi sudah tak sabar untuk memeluknya."

Boy mengangguk-angguk takjub. Bagaimana mungkin ada manusia sebodoh itu? Tidakkah dia tahu bahwa saat ini, setiap jengkal tanah sedang berebut ingin memeluk jasad itu.

"Lihatlah malaikat-malaikat berwajah suram itu." Sang ayah merujuk pada sosok-sosok bersayap yang mengelilingi mobil putih bersirene. "Jika saja mereka diijinkan, mungkin pemuda sok tahu itu sudah habis bersebab pongahnya."

"Ah, pemuda itu? Padahal sebentar lagi turun hujan. Kenapa tidak dia permudah saja urusan sang mayit?" Boy mengeluh sambil menatap awan gelap yang berarak.

"Tahukah kau, Boy? Awan gelap itu baru saja tiba." Sang ayah menatap mendung yang menggantung. "Mereka tiba-tiba datang berduyun saat ibu sang mayit menitikkan air mata, bersebab jasad putri tercinta tak bisa bersisian dengan makam ayahnya."

Boy dan ayahnya masih memandang adegan yang silih berganti.

"Ayah, mereka pergi. Mobil itu pergi. Mereka menyerah rupanya."

"Mereka terburu waktu, Boy. Jenazah itu tak boleh menunggu lebih dari empat jam."

"Kenapa, Yah?"

"Kata mereka itu berbahaya. Tapi menurut ayah, karena langit tidak sabar menunggu tamunya."

"Yah, boleh kita ikuti mereka?"

"Tentu, Boy! Tentu! Ayo, kita pergi!"

Kedua ekor Sparrow itu pun terbang melesat di angkasa. Mereka ikut mengiringi mobil putih bersirene.

"Yah, selain kita, mengapa begitu banyak mahluk yang ikut serta? Siapakah gerangan jenazah yang dibawa?"

"Aduhai, ayah sungguh pelupa. Ayah kira Kau sudah tahu tentang dia. Jasad itu, semasa hidupnya adalah pejuang. Dia merawat manusia-manusia yang sedang berjuang melawan sakit. Sayangnya, saat terjangkiti, dia tak kuasa untuk melawan sang penyakit."

"Ah, berarti dia memberikan jiwanya untuk orang lain. Tapi kenapa jasadnya justru ditolak? Sungguh, pemuda tadi tak pantas menyandang gelar manusia!" Boy berkata geram.

Boy dan ayahnya terus terbang hingga mobil putih bersirene masuk ke halaman belakang sebuah rumah sakit. Iring-iringan pun turun. Di halaman itu, seorang pria sudah berada di lubang sedalam satu meter. Dia masih terus menggali, seorang diri.

"Siapa itu, Ayah?"

"Suami sang mayit. Lihat! Di mata manusia, dia menggali seorang diri. Padahal di sekelilingnya, malaikat-malaikat ikut turun tangan. Ah, bahkan bumi sedang bersuka cita menyambut jasad yang akan tiba."

"Lalu, Yah, siapa malaikat-malaikat yang baru tiba itu?"

"Oh, merekalah yang akan memandikan sang mayit. Satu proses yang tidak dilakukan manusia, karena berbagai alasan. Lalu, sosok-sosok bersayap itu akan mengarak ruhnya menuju langit yang sudah dihias."

"Aduhai, andai saja manusia tahu perkara ini. Ia yang jasadnya ditolak manusia, tapi ruhnya disambut gegap gempita oleh para penghuni langit ."

Boy dan ayahnya pun membisu. Mereka larut dalam prosesi langit dalam menyambut sang tamu istimewa.

Jakarta, 3 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro