# cosplay jadi jelly

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Awalnya kerja sesuai porsinya.
Lama-kelamaan kok malah melenceng jauh?
Ini kerja apa dikerjain?

🍂🍂🍂

Gemerlap lampu kota menemani perjalanan pulang Bani. Lokasi tempat kerja dan rumahnya memang tidak terlalu jauh. Cukup dengan berjalan kaki selama sepuluh menit, ia sudah sampai di lingkungan rumah susun dekat area perkantoran.

Beberapa tempat yang ia lewati masih sangat ramai meski jam sudah menujukkan pukul sepuluh malam. Sengaja ia memelankan langkah kakinya untuk sedikit menikmati suasana malam hari ini.

Beberapa angkringan masih ramai dikunjungi. Salah satu yang paling digemari adalah tempat pengamen jalanan menggelar panggung sederhana. Suaranya yang merdu membuat Bani berhenti sejenak untuk menikmati si penyanyi menyelesaikan lagunya. Tidak lupa ia memberi penghargaan berupa uang untuk si penyanyi.

Meski lelah setelah seharian bekerja, wajahnya masih saja berseri. Padahal jika dilihat lebih dekat, di bawah matanya ada lingkaran hitam, rambutnya sedikit berantakan, belum lagi dengan lengan kemeja yang tergulung dikedua sisinya.

Bani membuka pintu rumahnya dan langsung disambut suara kucing kesayangannya. Ia mendekati kandang dan membuka pintunya. Giant, kucing ras anggora berwarna oren langsung melompat keluar kandang.

"Sori, kelamaan nunggu, ya? Aku ada lemburan," ucap Bani sambil mengelus bulu halus Giant.

Si kucing yang merasakan kebebasan meregangkan tubuhnya yang gembul. Jari-jari dengan cakar tajam juga turut diregangkan. Mungkin ia terlalu bosan seharian terkurung tanpa bisa bermain. Ya, meski makanan dan minuman tercukupi, tetapi tidak bisa keluar kandang adalah hal yang membosankan.

"Giant, sini naik!" pinta Bani sambil menepuk sisi kanan tubuhnya supaya kucing orennya menemani sesi bersantainya.

Meow

Giant melompat dan langsung bergelung disamping babunya yang sedang kelelahan. Bosan dengan bergelung, Giant melompat dan bertengger di pangkuan Bani. Dengan mata tertutup, ia mengelus bulu halus kucing kesayangannya.

Dering telepon membuat Bani membuka mata dan merogoh saku tas tempat ia meletakkan ponselnya. Bani menegakkan tubuhnya ketika melihat siapa yang menghubunginya di jam yang tidak biasa.

"Halo, Pak Chiko?"

"Sudah istirahat, Ban? Saya hanya ingin menyampaikan. Besok kamu temani saya menemui seseorang di lapangan golf. Jam tujuh pagi kamu sudah harus di lokasi untuk memastikan semua sudah siap, ya? Terima kasih, sampai bertemu di sana."

"Iya, Pak. Saya hadir tepat waktu." Padahal kepala Bani menggeleng, tetapi mulutnya dengan lancar mengiyakan permintaan Pak Chiko.

Baru saja Bani meletakkan ponselnya, panggilan kedua kembalii datang. Kali ini panggilan grup dari kedua sahabatnya.

"Oi, Bani. Besok nggak ke mana-mana, kan? Kuy, main sambil olahraga." Patra langsung menodong Bani.

"Dah lama juga kita nggak main bareng. Hitung-hitung refreshing, Ban. Kerjaanmu kayaknya nggak ada istirahatnya. Sesekali kasih reward buat badan sendiri."

Berganti Sesha yang berbicara. Dua sahabatnya ini memang paham betul bagaimana pekerjaannya mengambil alih dan menyita seluruh waktunya. Bukannya tidak ingin, tetapi memang waktunya terasa sangat sempit.

"Sori, aku nggak bisa. Pak Chiko minta temenin nemuin klien sekalian main golf."

"Kamu itu kebiasaan, waktu libur harunya buat berlibur. Bukannya malah meladeni permintaan si Bos yang semena-mena." Sesha menjawab dari seberang telepon dengan suara yang meninggi.

"BTW kita satu bos, loh."

"Iya, tahu. Bedanya itu kamu kesayangan, kita buangan," ucap Sesha dengan nada ketusnya.

"Bukan gitu juga, Sha."

"Berarti besok enggak jadi jalan? Yippy! Besok tidur seharian." Patra berujar dengan suara yang sangat riang.

"Tidur saja kerjaanmu, Tra. Yaa sudah, malam ini langsung istirahat, biar besok bisa fit nemenin si bos pelit. Jangan lupa minta makanan bergizi biar kuat menerima kenyataan kalau liburmu enggak benar-benar libur."

"Next time bisa dong atur liburan buat kita bertiga. Ke pantai sabi lah!" Bani yang sebenarnya ingin libur akhirnya mengucapkan keinginannya.

"Asal pas deal nggak pake cancel, ya?

"Siap!" sahut Patra dan Bani berbarengan."

Setelah panggilan berakhir, Bani melirik ke arah si oreng yang menggerakkan kakinya. Si kucing ingin bermain lebih lama dengan si babu. Namun, apalah daya? Jangankan mengambil bola untuk bermain, sekadar membuka lebih lama saja Bani tidak sanggup.

Ia merebahkan tubuhnya di sofa ruang TV masih dengan pakaian yang dipakainya selama seharian di kantor. Antara pening, mengantuk, lemas, semua sudah bercampur menjadi satu.

Jika saja Giant tidak melompat ke dadanya, mungkin Bani akan terlambat ke lapangan golf. Ia memandang pantulan tubuhnya di cermin. Celana bahan warna hitam, kaos putih berkrah, dan topi putih polos bertengger di atas kepala.

"Saatnya bilang, semprul! Dah cocok nih jadi caddy boy."

Mobil yang dipesan untuk mengantarkannya ke lapangan golf sudah tiba di depan rusun tempat tinggalnya. Bani bergegas turun dan tidak lupa memasukkan Giant ke kandang terlebih dahulu.

Setelah memastikan semua beres, ia menyambut kedatangan tamu kehormatan perusahaan yang datang hampir bersamaan dengan Pak Chiko. Bani langsung mengambil alih barang bawaan berupa tas stick golf dan beberapa bawaan lainnya.

Bani duduk di belakang kemudi golf car ditemani oleh seorang caddy boy yang duduk di paling belakang sambil menjaga tas. Sementara di kursi penumpang, Pak Chiko dan tamunya melanjutkan pembicaraan santai.

"Ban, kamu mau main juga? Coba sesekali boleh loh!" pinta Pak Chiko.

"Saya enggak paham cara mainnya, Pak. Lanjutkan saja Pak Chiko sama Mr. Shean yang main."

Jangankan main, mengemudikan golf car dan membantu caddy boy membawa tas stick golf saja sudah membuatnya banjir keringat. Apalagi kenyataan bahwa dirinya tidak sempat sarapan membuat tenaganya semakin banyak terkuras.

"Ban, are you okay?" tanya Pak Chiko sambil menepuk bahu Bani yang sedang mengemudikan golf car.

"Aman, Pak," ucapnya santai sambil mengangkat jempolnya.

"Boy, ambilkan handuk bersih di saku tas," Pak Chiko menoleh ke belakang dan memberi perintah pada lelaki yang duduk di bagian belakang golf car. "Keringatmu nggak wajar, Ban. Kalau sudah capek katakan saja," ujar Pak Chiko sambil menyampirkan handuk di bahu Bani.

Beruntungnya, permainan golf sudah usai dan mereka sudah perjalanan kembali ke titik temu semula. Mereka berencana untuk sarapan dulu di restoran yang ada di lokasi yang sama.

Ketiganya berjalan menuju satu meja yang sudah dipesan. Bani hanya mengekor di belakang dua lelaki yang tetap asik membahas progres perusahaan masing-masing. Perasaanya sudah tidak karuan.

Keringat yang tadinya sudah diusap, kini kembali menetes. Pak Chiko bahkan beberapa kali meliriknya, apalagi ketika tangan Bani yang ada di atas meja mulai tremor. Dengan terpaksa ia menarik tangannya dan menyembunyikan di bawah meja.

Bani khawatir acara sarapan akan batal jika ia tidak menahan diri karena kondisinya. Debar jantungnya kini menggila, disertai dengan pusing yang membuat pandangan matanya berbayang. Sungguh pagi yang mengenaskan.

"Hei, boy! Are you okay?" tanya Mr. Shean sambil memegang lengan Bani

Jarak kursi yang berdekatan membuat Bani mudah dijangkau. Pertanyaan itu membuat Pak Chiko juga menoleh pada Bani.

"I'm okay, thank's." Bani mencoba mengelak sambil tetap tersenyum. Meski senyumannya itu sedikit mengerikan karena bibir pucatnya. Ditambah lagi tubuhnya mulai terasa semakin lemas

"Kamu kelihatan enggak sehat, Bani. Apa yang kamu rasakan?"

Banyak. Bani ingin berkata banyak, tetapi tercekat di tenggorokannya. Matanya memandang ke arah tangan yang bergetar hebat. Meski begitu, masih sempat saja lelaki dua puluh empat tahun itu tersenyum. Ia tidak lagi sanggup untuk berbicara. Sorot mata yang semakin sayu sepertinya sudah cukup untuk mengatakan bahwa ia sedang butuh bantuan.

🍂🍂🍂

Day 3

Arena Anfight Homebattle 2023
Bondowoso, 06 April 2023
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro