# tertawan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dipilih dan dipilah.
Mana yang harus dikerjakan dan tidak.
Jika bukan tanggung jawabmu, abaikan.
Jika bukan kewajibanmu, tinggalkan.
Sayangnya pelaksanaan di lapangan tidak semudah itu.

🍂🍂🍂

Kumpulan manusia dengan berbagai macam keluhan sudah menempati kursi masing-masing. Beberapa kali ambulans sudah berhenti di depan pintu UGD dan membawa turun pasien. Berganti satu mobil berwarna hitam terparkir di depan pintu ketika satu ambulans baru saja pergi.

"Ners, minta tolong brankarnya!"

Teriakan Pak Chiko yang langsung mendapat respon cepat dan tanggap dari dua ners laki-laki dengan pakaian berwarna biru tua. Keduanya langsung membantu membawa tubuh yang tidak sadarkan diri.

Brankar diletakkan di salah satu sudut ruangan. Pak Chiko dan Mr. Shean masih berada di sana. Keduanya berdiri di sisi brankar sambil menunggu kedatangan dokter yang bertugas.

Akhirnya yang ditunggu tiba bersamaan dengan seorang ners perempuan yang membawa alat tensimeter. Dokter laki-laki tersebut langsung menuju brankar dan memeriksa Bani dengan saksama.

"Apa ada keluhan sebelum pasien tidak sadarkan diri?"

"Saya melihat keringatnya mengalir deras. Kemudian tidak berapa lama saya melihat tangannya tremor untuk beberapa saat. Ketika ditanya, dia hanya diam dengan wajah yang semakin memucat."

"Dokter, bisa lihat ini sebentar?" ucap ners sambil menunjukkan lengan bagian dalam milik Bani.

Sebuah benda bundar berwarna putih menempel di sana. Untuk orang awam mungkin bertanya-tanya apa fungsi dari benda tersebut. Namun, tidak bagi Bani yang memang sering memakainya.

Dokter langsung mengangguk paham. "Sepertinya dia pasien diabetes. Ini adalah alat sensor untuk mengetahui kadar gula darah. Untuk lebih jelasnya kita bisa tunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut."

Dua bos perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan itu dengan sangat sabar menunggu. Keduanya hanya mengamati ners yang bolak-balik masuk ke bilik dengan penutup tirai itu. Entah apa saja yang mereka lakukan.

Setelah beberapa saat, dokter yang bertugas kembali lagi dengan membawa laporan pemeriksaan. Pak Chiko mengekor dan mengikuti dokter tersebut yang berjalan menuju tempat Bani dirawat sementara.

"Loh, sudah bangun?" ujar dokter ketika melihat Bani membuka matanya. "Coba bilang apa yang dirasakan sekarang. Keluhannya bagaimana?"

"Kepala pening, pandangan mata sedikit kabur, masih ada sedikit tremor," ujar Bani pelan sambil melirik orang di sampingnya.

"Hipoglikemia." Mr. Shean tiba-tiba bersuara dan membuat semua mata menatap ke arahnya.

"Iyaps, betul. Gula darahnya terjun bebas, Mas, 65 ml/dL. Ditambah lagi tekanan darahnya juga rendah, 90/60 mmHG. Untuk selanjutnya kita coba dengan infus glukosa dulu sambil observasi. Kalau sampai dua jam ke depan tidak ada perubahan maka harus rawat inap. Kalau ternyata lebih baik, boleh pulang dan rawat jalan," ujar dokter laki-laki tersebut.

Pak Chiko mengangguk setuju, tetapi tidak dengan Bani yang langsung menggeleng ketika mendengar kata rawat inap. Mr. Shean yang sedari tadi hanya berdiam, mendekati Bani dan menepuk bahunya.

"Jangan pernah menutupi kondisi kesehatanmu. Setidaknya mereka harus tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi sesuatu pada dirimu. Kamu hebat bisa berjuang dengan kondisi seperti ini."

Ucapan dari Mr. Shean seperti permen cokelat yang manis untuk Bani. Menyelamatkannya saat sesak melanda karena terbongkarnya kondisi kesehatan yang selama ini ia jaga.

"Terima kasih, Mr. Shean."

Berganti dengan Pak Chiko yang mendekati brankar. "Ini ponselmu, dompet, dan tas yang kamu bawa. Maaf tadi saya angkat telepon dari teman kamu karena beberapa kali berdering."

"Teman saya? Siapa, Pak?"

"Sesha kalau tidak salah. Saya juga memberitahunya kalau kamu ada di sini. Dia bilang mau datang."

Wajah Bani kembali memucat. Ia sudah kehabisan kata-kata. Bukan apa-apa, ia tahu betul bagaimana tabiat sahabatnya ketika mendengar dirinya sakit. Padahal baik Sesha ataupun Patra sudah sering memergokinya sakit.

Bani langsung mengecek ponsel untuk memastikan siapa yang meneleponnya tadi. Benar saja, nama Sesha berada di urutan paling atas. "Mampuslah aku!"

"Saya minta maaf karena harus pergi dan mengantar Mr. Shean kembali ke hotel. Dia ada acara lain siang hari ini. Kamu tidak apa-apa saya tinggal?"

Bani mengangguk, toh sebentar lagi Sesha akan datang dan bisa dipastikan gadis itu akan menemani akhir pekannya di rumah sakit. Mereka berpamitan dan meninggalkan Bani seorang diri.

Lelaki yang masih mengenakan kaos putih itu mengamati ujung dari selang yang mengalirkan cairan ke dalam pembuluh darahnya. Ia juga mendongak untuk melihat tiang dan botol infus yang tergantung.

Sensasi pening masih juga datang menyerang meski tidak sesakit tadi. Ketika hendak menutup mata, Bani mendengar suara tirai dibuka. Sosok perempuan berambut ekor kuda, lengkap dengan kacamata yang bertengger di atas hidungnya muncul dengan wajah kesal.

"Makanya, jangan semua-muanya diambil. Kamu itu bukan robot yang harus kerja 24 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu."

"Iya, Sha."

"Hak diri untuk istirahat, tidur, dan bersantai juga harus dipenuhi. Jangan lupa makan makanan yang baik juga. Bukannya kerja mati-matian sampai lupa makan. Ingat itu!"

"Iya, Sha."

"Nggak usah sok sanggup semua dikerjakan. Pas sudah tahu kondisi nggak baik ya jangan dilanjut. Itu namanya kamu nggak adil sama badan kamu."

"Iya, Sha."

Sudah lengkap tiga kali Bani hanya menjawab iya pada Sesha. Bani mengangguk lalu tersenyum pada Sesha. Begitulah sahabatnya kalau sudah melihat dirinya tidak berdaya. Motor kecepatan 100 km/jam kalah cepat jika diadu kecepatan berbicara. Ditambah lagi dengan intonasi dan tekanan yang terkesan menusuk.

Meski begitu, perhatian sahabatnya sangatlah berguna untuk Bani yang terkadang lupa dan abai pada kondisinya. Sebagai penderita diabetes tipe 1 yang memang sering menyerang di usia anak dan remaja, Bani sudah paham apa saja yang harus dilakukannya.

Untuk kasus sepertinya, diabet tipe 1 ini biasanya disebabkan oleh faktor autoimun dan tidak banyak yang penderita yang diakibatkan oleh gaya hidup. Tidak selamanya penderita diabet akan mengalami lonjakan kadar gula dalam darah.

Ada kalanya seperti yang dialami Bani, penderita bisa sewaktu-waktu mengalami penurunan kadar gula darahnya dan bahkan bisa lebih fatal ketika lambat untuk mengambil tindakan. Oleh karena itu penggunaan sensor kadar gula darah akan sangat membantu. Alat tersebut akan memberikan sinyal jika kadar gula dalam darah di atas atau di bawah batas normal.

"Sha, bisa minta tolong sampaikan ke dokternya? Aku mau pulang saja setelah infus habir."

"Nggak usah bertingkah. Perlu kubawain kaca buat lihat seberapa seram wajahmu yang pucat?"

"Terus?"

"Istirahat semalam saja sampai kamu benar-benar stabil. Nanti biar Patra ke sini bawa barang kebutuhan kamu. Sekalian malam mingguan bareng di sini."

"Asem! Ngabisin biaya banyak, Sha."

"Nggak apa-apa. Pak Chiko yang tanggung. Tadi dah bilang sebelum balik."

Bani ingin membuka mulut dan berkata bagaimana dengan nasib Giant jika ia bermalam di rumah sakit? Namun, belum juga pertanyaan itu terlontar Sesha sudah menatap mata Bani dengan tajam.

"Giant sudah diurus sama Patra. Makan dan minumnya aman. Nggak usah banyak pikiran lagi."

Sebegitu hebatnya ikatan batin mereka. Belum berucap, sudah tertebak apa yang akan dibicarakannya. Bani langsung mengambil posisi supaya lebih nyaman sambil menunggu ruang rawatnya selesai dibersihkan dan siap ditempati.

🍂🍂🍂

Day 4

Arena Anfight Homebattle 2023
Bondowoso, 07 April 2023
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro