Para Pemain - Ayu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sinar matahari dari ufuk barat mulai meredup. Di tambah badai salju yang akan datang lagi saat malam, bukan keputusan yang bijak untuk melanjutkan perjalanan turun dari gunung saat ini. Lagipula keempat pendaki itu sudah turun sejak siang hari tapi tak kunjung sampai di pos awal pendakian.

“Joseph, Dave, Andy. Sepertinya kita harus menemukan tempat bermalam. Lagipula tidak ada yang tahu kemungkinan terburuk apa yang akan mengahadang kita di depan jalur.” Salah seorang pendaki berucap dari baris paling belakang, raut lelahnya tercetak jelas di wajahnya. Ditambah kakinya yang hampir mati rasa karena terlalu lama berjalan di bawah salju.

“Ishan benar, kita harus menemukan atap untuk bermalam,” tambah Dave yang berada di depan Ishan. Karena ada yang lebih ahli dalam urusan pendakian, jadi ia secara tidak langsung meminta keputusan Joseph.

“Uh, oke. Kita memang harus bermalam sekarang. Ayo cari gua atau tempat beristirahat apapun di sekitar sini,” ucap Joseph dari paling depan barisan.

Keempatnya adalah bagian dari suatu kelompok pendakian. Jikalau bukan badai salju tadi sore yang membutakan fokus, pasti saat ini mereka sedang menikmati coklat panas di pos awal. Nasib barisan belakang.

Jadi setelahnya, tiap pasang mata di antara mereka melihat kesana kemari penuh harap menemukan tempat untuk bermalam.

“Hei! Aku melihat sesuatu di sana!” Andy tiba-tiba berteriak meunjuk salah satu arah mata angina. Matanya menangkap siluet bangunan di arah barat. Sekitar setengah jam mereka mencari, jadi saat Andy mengatakannya, buru-buru keempat pendaki itu berlari ke arah yang ditunjuk.

Itu adalah kabin kecil yang sudah reyot. Beberapa bagiannya tampak rusak dengan kaca jendela yang pecah. Hampir rubuh sepertinya, tapi jika kabin ini sudah di sini dalam waktu yang lama, mungkin saja lebih kuat dari yang diperkirakan.

Joseph yang mengawali kelompok tersebut memasuki kabin. Keempatnya dihadapi dengan sebuah ruangan berbentuk segi empat dengan pencahayaan yang minim. Tiap sudut ruangan itu bahkan benar-benar gelap.

“Kita tidak bisa tidur lelap. Tidur setengah bangun pun tidak sepertinya. Masih ada kemungkinan kabin ini sewaktu-waktu rubuh tak kuat menahan kencangnya badai,” ucap Ishan menggesekkan kedua tangannya.

“Bagaimana kita akan membuat masing-masing dari kita terjaga sepanjang malam?” Dave bertanya.

“Kita akan bermain ‘Pindah Pos’. Ini permainan yang sering kumainkan bersama saudara-saudaraku dulu. Jadi tiap pemain akan berdiri di sudut ruangan. Salah satu dari mereka akan berhitung sampai tiga dan tiap pemain akan berganti pos. Pemain yang berhitung akan menepuk pemain di depannya, baru pemain yang ditepuk bisa berganti pos,” jelas Joseph. Mereka bisa terus memainkan permainan itu hingga fajar menyingsing.

Jadi keempat pria itu berdiri di tiap sudut ruangan. Andy yang pertama berhitung. Setelah hitungan ketiga, ia akan berlari menuju Dave dan menepuk pundaknya. Dave lalu berjalan ke arah Ishan. Ishan yang merasa tepukan di pundaknya akan berjalan ke arah Joseph dan Joseph akan menuju ke pos berikutnya.

Entah sudah berapa kali putaran, akhirnya Joseph sudah bisa melihat langit berubah menjadi biru-keunguan. Jadi saat permainan masih berlangsung, ia memekik senang dan berlari keluar dari kabin, berdiri di depan pintu. Akhirnya badai yang mendominasi suara di malam tadi menghilang. Pikirannya dipenuhi dengan adegan di mana mereka akan sampai di dasar gunung setelah semua permainan melelahkan itu.

“Eh, kalau Andy ke tempat Dave, dan Dave ke tempat Ishan, lalu Ishan ke tempatku, lalu siapa yang kutepuk di tempat awal Andy?”

Tiba-tiba sebuah tepukan mendarat di pundaknya.

















“Pindah, pemain terakhir.”

_fin._
Karya: xxaf__

Jurusan: THAM/Sci-fi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro