13 | Don't Say Sorry

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebenernya, aku publish kemarin, tapi karena ada banyak yang nggak bisa baca, aku re-publish hari ini. Semoga kali ini bisa dibaca sama kalian semua ya.

Btw, di multimedia ada desain APT-nya Alifya & Ario.

***

Part 13 Don't Say Sorry

Maaf takkan berarti jika terus diucapkan
Aku harap tak pernah mendengar maafmu
Karena artinya kamu tak pernah menyakitiku hingga perlu kumaafkan

"Whoaaah..." Aku terpukau dengan pemandangan Jakarta yang terlihat dengan kolam renang yang berada jauh di bawah sana. Aduh, boleh tidak ya aku langsung pindah ke sini saja nanti? Berganti suasana dari pemandangan komplek yang begitu-begitu saja dengan pemandangan Jakarta sepertinya oke juga, apalagi kalau... tinggalnya berdua doang sama suami, ehe-ehe-ehe....

"Kamu suka?" Suara Rio dari pintu geser di belakang punggung membuatku refleks berbalik dan tidak berkhayal yang aneh-aneh lagi. "Mama sebenernya udah lama siapin ini, tapi interior apartemennya baru diselesaikan kemarin lusa, ngebut banget, sama kayak pernikahan kita."

Aku bergumam sambil menganggukkan kepala. "Suka kok. Cat putih dengan beberapa perabot hitam, simple. Trus nggak banyak barang juga, ditambah ada pot-pot tanaman sintetisnya. Jadi seger gitu dilihat."

"Mama tahu kamu suka warna monokrom, makanya dibikin begitu dan kalau tanaman, itu ide Mama, dia bilang kita berdua mahasiswa, kalau lihat laptop terus, nggak sehat buat mata."

Lihat kamu aja udah bikin mata sehat kok....

"Apa?"

"Hm?" Aku mengernyit. Apa yang Rio tanyakan? Memangnya, aku bicara sesuatu?

"Kamu bilang sesuatu soal mata sehat, tapi aku nggak dengar jelas." Jawaban Rio membuatku membalikkan tubuh sambil merutuk dalam hati. Sejak kapan aku punya kebiasaan menyampaikan apa yang kupikirkan tanpa sadar?! Sejak kapan?!

"Kenapa, Fy?"

Aku terperanjat ketika pertanyaan Rio tadi terdengar persis di sebelah telinga kananku. Kedua tangan Rio mengurung tubuhku dari belakang, membuatku tidak bisa bergerak sama sekali karena gugup.

"E-emang... be... gini... boleh?" Aku merasa bahwa sentuhan tubuh Rio yang menempel pada punggungku berefek buruk pada caraku berbicara. Kok aku mendadak gagap?

Rio terkekeh kecil sebelum bersuara. "Begini bagaimana?"

"I... ini... ka-kamu..." Peluk aku begini, memangnya tidak apa-apa?!

"Boleh kok, kan udah halal."

Nenek-nenek salto juga tahu kita udah halal! Tapi kan ada perjanjian pra-nikah itu! Kalau kami kelewatan dan hilang kendali bagaimana?

"Nggak ada sejarahnya, suami meluk istri menyebabkan kehamilan."

"Ngelawak?" tanyaku langsung. Lucu sih, cuma aku agak horor mendengar kata yang terakhir. Anak bau kencur sepertiku punya anak? Nanti anakku jadi jamu kencur atau gimana?

"Aku berterima kasih sama Mama, seenggaknya, kita nggak perlu bayar hotel kalau mau mesra-mesra−"

Aku langsung melepaskan pelukan dari belakang Rio pada tubuhku, kemudian masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya tidak lagi fokus untuk menikmati pemandangan Jakarta dari balkon apartemen.

Jantungku berdegup jauh lebih parah dari sebelumnya, akan jauh lebih parah lagi kalau akal sehatku menghilang sepenuhnya dan kami melanggar perjanjian pra-nikah. Bagaimanapun juga Rio adalah lelaki dan akan sulit dikendalikan meski aku pemegang sabuk biru Taekwondo jika nafsunya.... Aku sendiri ngeri membayangkan hal itu.

"Aku bercanda, Fy."

"Jangan bercanda begitu, aku nggak suka!" sahutku kelewat histeris pada Rio yang baru saja menutup pintu geser. "Aku tahu kita udah nikah tapi... jangan bercanda yang ke arah sana.... Kita berdua udah sama-sama dewasa, nggak ada yang tahu kapan kita hilang kendali, jadi, jangan.... Jangan begitu lagi."

Aku melihat Rio menarik napasnya cukup panjang dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Tidak mengerti maksud tatapan Rio padaku, aku memutuskan untuk pergi ke dapur dan mencari minuman. Tuh kan, baru nempel sedikit saja aku sudah kegerahan begini, aku tidak mau sampai kebablasan. Aku belum siap.

"Maafin aku, nggak akan aku ulangi lagi."

Aku mendengar suaranya sedikit jauh dari arah dapur. Sepertinya dia tahu bahwa aku masih takut untuk kembali berdekatan dengannya.

"Aku nggak mau denger kamu minta maaf." Aku mengambil dua kaleng minuman penyegar dari dalam kulkas. Mama Riani sepertinya sudah menyiapkan beberapa frozen food dan camilan dingin lainnya di sana.

Aku menutup pintu kulkas dan mendapati Rio duduk di kursi bar. Aku mendekati meja bar dan meletakkan sekaleng minuman penyegar yang sudah aku buka sebelumnya. Anggap saja, sebagai baktiku sebagai istri, halah, apa sih kamu, Fy!

"Maaf itu semakin nggak ada artinya kalau diucapkan terus-menerus. Jadi, aku harap, aku nggak akan pernah denger kamu minta maaf. Dengan begitu, kamu nggak pernah nyakitin aku sampai aku perlu maafin kamu."

Rio terlihat tersenyum mendengar ucapanku sambil mengangkat kaleng minumannya, mengajakku untuk mendekatkan kaleng minumanku dan bunyi ting sedikit terdengar ketika kaleng minuman kami bertemu.

"Aku janji." Dia meminum larutan penyegarnya, begitu pun aku.

"Kok cuma ada rasa melon sama jambu, ya?" tanyaku iseng, daripada sunyi seperti di kuburan.

"Aku suka jambu, kamu suka melon."

Aku menatap Rio yang duduk di depanku heran. "Seingatku, aku nggak pernah minum ini pas SMA deh..." kataku sambil mengenang zaman sekolah dulu.

"Kamu minum ini pas mau pertandingan Taekwondo beberapa bulan lalu."

Dan Rio sukses membuat separuh isi larutan penyegarku tumpah karena kaleng tersebut meluncur dengan indah dari pegangan tangan kananku ke meja bar.

***

"Kita nggak pulang sekarang?" tanyaku sambil memerhatikan langit Jakarta yang mulai berwarna jingga dari depan kaca pintu geser menuju ke balkon. Tidak bisa lagi aku berdiri di sana, mengingat Rio yang telah over romantis padaku tadi sampai jantungku rasanya nyaris copot.

"Kamu nggak mau tunggu sampai matahari terbenam?"

Aku menghela napas kemudian memiringkan tubuh menghadap Rio. "Kamu kenapa sih, tahu semua yang aku suka? Sesering itu ya kamu nguntit aku selama ini?"

"Nggak juga," sahutnya dengan tenang.

"Terus?"

Rio menggaruk tengkuknya, wajahnya terlihat ragu hingga aku mendesak pria itu dan dia akhirnya mengaku. "Aku kadang bayar orang buat ikutin kamu kalau aku lagi nggak ada waktu."

"HAH!?"

"Termasuk, orang yang masukin suratku ke lokermu dulu."

"APA!?"

Aku mencopot sandal apartemen berwarna biru dongker yang aku kenakan dan mengancang-ancang untuk memukulnya, suamiku yang ternyata amat sangat gila!

"Sini nggak, ke sini! Aku perlu pukul dulu biar kamu jadi waras! Bisa-bisanya kamu suruh orang buat ngikutin aku! Siapa anaknya!? Anak mana!? IPA!? IPS!? Siapa!? Kelas berapa!?"

Rio berlari ke berbagai sudut dan aku masih mengejarnya pula ke berbagai sudut.

"Anaknya bisa masuk rumah sakit kalau aku kasih tahu," jawab Rio sambil melompati sofa hitam panjang yang menjadi penghalang kami sekarang.

"Ooooh, jadi dia satu kampus sama kita juga sekarang!?" tanyaku berapi-api.

"Upss..." ujar Rio seolah-olah sengaja mengatakannya untuk membuatku semakin penasaran dan marah.

"RIO!!!" Suara maha dahsyatku terpaksa kuhentikan ketika aku mendengar dering ponsel Rio dan juga dering ponselku yang bersamaan. "Pasti mereka deh, kamu sih dari tadi diajak balik ke RS nggak mau," omelku sambil meraih tas dan melihat siapa yang menghubungiku.

Aku melihat nama Kak Ian dan menjawab panggilan itu setelah mendengar Rio menyapa peneleponnya dengan sebutan Om. Itu artinya, Om Adit-lah yang menelepon Rio saat ini.

"Halo, Kak. Kenapa?"

"Cepet ke RS sekarang, Fy. Tapi kamu pastiin Rio tetep hati-hati bawa mobilnya."

"Iya, Kak. Emang kenapa?"

"Mama kalian... dia kritis."

Aku mendengar suara benda jatuh dan melihat Rio yang berdiri dengan pandangan kosong di sana, di dekat kakinya terdapat ponsel yang sudah terpencar.

"Fy, Ify?"

"Se-serius, Kak?"

"Kakak nggak pernah bercanda dengan nyawa orang lain, Fy. Cepet ke sini!"    

.
.
To be continue

Aku udah ketemu dospem tadi siang, beliau kasih target April skripsi beres dan Juli sidang.
Doain ya man teman, semoga skripsiku lancar karena dengan begitu aku ga perlu hiatus.
Semoga skripsi dan wattpad bisa berjalan beriringan, biar aku (penulis) dan kamu (pembaca) sama-sama bahagia ^‿^

Kutunggu vote dan komenmu.
See you!

☆ヘ(^_^ヘ)

130118

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro