16. Pencari Perhatian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 16 Pencari Perhatian 

“Dan mungkin kau perlu tahu. Siapa pun yang mengirimkannya, kupikir dia juga akan memeras kedua orang tuamu.”

Entah kenapa, pikiran Rachel langsung mengarah pada Joshua. Teringat pria itulah yang memergokinya berpelukan dengan Davian di depan rumah, 

“Satu dua kali, mungkin aku bisa mencegah hal semacam ini terjadi. Tapi ketiga kali, kupikir kau sendiri yang perlu menyelesaikan permasalahan ini sendiri. Keputusan ada di tanganmu, sebelum ada kedua ataupun ketiga kalinya.”

Rachel menyadari ancaman yang tersirat dalam kalimat Reagan. Ya, sejak menjadi Rachel Lee, seharusnya ia menyadari hidupnya sudah berubah 180 derajat. Dan tentu saja ia tahu pemberitaan di media-media tentang pernikahan mereka maupun kerjasama perusahaan Reagan dan papanya, yang selalu menjadi bahan perbincangan publik. Rachel hanya tak menyangka, ternyata semua akan menjadi seserius ini.

Kepala wanita itu mengangguk pelan. Mungkin ia memang perlu menjaga jarak dengan Davian untuk sementara waktu. Demi kebaikan mereka berdua.

“Aku mengerti,” ucapnya pelan.

Ujung bibir Reagan membentuk senyum tipis. Mengambil amplop di tangan Rachel dan memasukkan kembali ke dalam saku jasnya tepat sebelum kedua orang tua Rachel muncul. Mengajak mereka masuk dan makan malam.

*** 

Begitu mobil berhenti di halaman rumah, Reagan dan Rachel dikejutkan dengan keberadaan Lania yang berdiri di teras rumah. Wanita itu langsung menghampiri Reagan, sebelum pintu mobil terbuka.

“Reagan? Kenapa kau lama sekali.” Lania langsung memegang lengan Reagan begitu kedua kaki pria itu turun dari dalam mobil. “Joshua. Dia mabuk dan menghancurkan barang-barang di paviliun.”

Reagan menatap ke arah paviliun. Melepaskan pegangan tangan Lania dan bertanya. “Kau baik-baik saja, kan?”

Lania mengangguk. Meski merasa kecewa dengan sikap Reagan, tetap saja ia menampilkan raut ketakutan yang dilebih-lebihkan. “Aku … dia memaksaku menerima cincin pemberiannya dan meluka pergelangan tanganku.” Lania menunjukkan pergelangan tangannya yang memerah. “Aku tak ingin menikah dengannya.”

Reagan mendesah pelan. Menatap wajah Lania yang masih dihiasi lembab dan rambut wanita itu yang tampak berantakan. Juga pakaian tidur yang dikenakan wanita itu. “Masuklah ke dalam. Malam ini kau tidur di ruang tamu. Aku akan memeriksa ke sana sebentar."

Lania mengangguk. Dengan kecemasan yang begitu kental, sebelum tubuh Reagan benar-benar berbalik, tangannya kembali menangkap lengan pria itu. “H-hati-hati.”

Reagan mengangguk singkat dan melepaskan pegangan Lania. Kemudian berjalan menuju paviliun. Mendesah pelan. Ini memang bukan pertama kalinya Joshua membuat masalah.

Rachel yang baru saja turun dari dalam mobil, hanya menatap punggung Reagan yang semakin menjauh. Dengan jendela mobil yang terbuka, tentu saja ia bisa mendengar percakapan antara Reagan dan Lania. 

“Aku sudah berkali-kali menghubungi ponsel Reagan. Kenapa kalian tidak segera pulang? Apakah kau sengaja membiarkanku berada di dalam rumah ini menghadapi bahaya seorang diri?”

Mulut Rachel terbuka. Membulat tak percaya dengan tuduhan tak masuk akal tersebut. Ia bahkan tak tahu kalau ponsel Reagan yang terus berdering sejak keduanya berada di rumahnya adalah panggilan dari Lania. Yang berada dalam bahaya. Tapi … bukankah ada banyak pelayan dan penjaga keamanan di rumah ini yang bisa dimintai pertolongan oleh Lania?

“Aku tak percaya kau memiliki niat seburuk itu terhadapku, Rachel,” cecar Lania. Mendekatkan tubuhnya ke arah Rachel yang tak diberi kesempatan untuk membela diri. “Hanya karena Reagan menikahimu, bukan berarti kau bisa memaksa semua perhatiannya harus terpusat padamu, kan? Pernikahan kalian …”

“Aku tak tahu apa yang kau katakan, Lania.” Rachel sengaja memenggal kalimat Lania yang semakin di luar kendali. Ya, tentu saja ia tak buta untuk tidak bisa membaca gelagat Lania yang tak berhenti mengemis perhatian pada Reagan akhir-akhir ini, secara terang-terangan. Alih-alih pada Joshua, ayah dari anak dalam kandungan pria itu.

Sikap dingin dan datar Reagan membuat wanita itu semakin menjadi. Dan tentu saja Rachel tak terima jika dirinya disangkut pautkan akan kefrustrasian wanita itu terhadap Reagan. 

“Aku sudah menegaskan padamu, kan? Kalau aku tak ingin ikut campur urusan apa pun tentang hubunganmu dengan Reagan maupun Joshua.”

“Lalu apa semua ini? Kau sengaja mengajaknya makan malam di rumah kedua orang tuamu, kan? Agar aku ditinggalkan sendirian.”

Rachel semakin dibuat tak percaya dengan kata-kata Lania yang semakin melantur. Dan rasanya semakin banyak ia bicara dengan Lania, hanya kefrustrasianlah yang akan ia dapatkan. “Berpikirlah sesukamu, Lania,” ucapnya kemudian berjalan melewati wanita itu dan masuk ke dalam rumah lebih dulu. Dengan kekesalan yang semakin menumpuk.

Begitu sampai di kamar, Rachel langsung membersihkan diri di dalam kamar mandi dan mengganti pakaiannya. Baru saja keluar dari ruang ganti, langkahnya terhenti oleh Reagan yang tiba-tiba saja sudah duduk di sofa, bersama dua orang pelayan yang membawa baskom dan kotak p3k. 

Pandangan Rachel langsung mengarah pada darah di kening Reagan dan telapak tangan pria itu. 

“Letakkan di sana,” pintah Reagan.

Kedua pelayan tersebut meletakkan kedua benda tersebut di meja. Dan sebelum pergi menawarkan untuk memanggil dokter yang ditolak oleh Reagan dengan nada kesal. Membuat kedua pelayan tersebut bergegas meninggalkan ruangan.

Rachel ingin mengabaikan pemandangan tersebut, tetapi entah kenapa kakinya malah membawa wanita itu mendekati sofa. “Kau baik-baik saja?”

Ujung mata Reagan melirik Rachel. “Apakah di matamu aku terlihat baik-baik saja?” kesalnya dengan setengah membentak.

Rachel tersentak pelan, rasa ibanya berubah menjadi kedongkolan. Wajahnya membeku dan berkata, “Ya, sepertinya memang.”

Reagan mendesah kasar, tangannya terulur dan menangkap pengan Rachel yang sudah membalikkan badan untuk pergi.  Matanya terpejam, menarik tubuh Rachel dan menjatuhkan wanita itu di sampingkan. Dengan suara yang lebih lunak, ia berkata, “Bisakah kau membantuku?”

Rachel menampilkan raut dinginnya, menatap telapak tangan Reagan yang diletakkan di pangkuannya. Ada beberapa luka goresan di telapak tangan pria itu dan darah yang merembes dan masih basah dari luka yang cukup dalam. Melihat itu, mau tak mau tangan Rachel pun bergerak mengambil handuk basah di baskom berisi air hangat. Mulai membersihkan telapak tangan Reagan dengan hati-hati dalam keheningan.

Dan di tengah keheningan tersebut, mendadak suara ribut-ribut dari balik pintu kamar mengalihkan perhatian keduanya. Memutar kepala ke arah pintu yang didorong terbuka. 

“Reagan?” Lania muncul, dengan kepanikan yang memucatkan wajah wanita itu. Berjalan dengan langkah terburu menghampiri sofa. Begitu berhenti di depan Rachel dan Reagan, wanita itu membekap mulutnya. Menatap tangan dan kening Reagan, dengan kecemasan yang semakin meningkat. “Aku sudah mengatakan padamu untuk berhati-hati, kan? Lagi-lagi kau tak mendengarkanku, Reagan. Lihatlah apa yang terjadi.”

Rachel dan Reagan hanya terdiam. Keduanya hanya terpaku, menatap Lania yang kemudian duduk di antara Reagan dan Rachel dengan mendorong tubuh Rachel menjauh dari pria itu. Memeriksa telapak tangan Reagan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro