17. Perhatian Terlalu Banyak

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 17 Perhatian Terlalu Banyak

“Apa yang kau lakukan, Lania?” desis Reagan dingin. Menarik tangannya dari pegangan Lania. 

Raut wajah Lania membeku, dengan hati-hati menatap wajah dingin Reagan yang bercampur amarah terhadapnya. “A-aku … mencemaskanmu.” Suaranya melirih. “Pelayan bilang kau bertengkar dengan Joshua hingga tangan dan kepalamu terluka.”

“Dan kenapa itu harus menjadi urusanmu?”

Lania menelan ludahnya. “A-apakah aku melakukan kesalahan dengan mencemaskan keadaanmu?”

“Ya, kau melewati batasanmu, Lania. Ini kamarku dan aku sudah memiliki seorang istri. Tidak seharusnya seorang wanita dari masa laluku menerobos ruang pribadi kami dengan cara lancang seperti ini.”

Wajah Lania tak bisa lebih pucat lagi. Tubuhnya membeku, sekaligus menahan malu oleh kata-kata penolakan kasar Reagan yang diucapkan di depan Rachel. Pria itu seolah sengaja mempermalukannya.

Mata Lania mulai tampak berkaca-kaca. Menampilkan raut sedih yang dilebih-lebihkan. “K-kenapa kau berkata kasar seperti itu, Reagan?”

Reagan mendesah kasar, memalingkan wajah begitu Lania mulai terisak. 

“A-aku hanya memiliki perhatian yang lebih untukmu. Aku terbiasa dengan semua itu. Aku tahu kau pun masih terbiasa mendapatkan semua itu darimu. Apakah aku salah jika mengkhawatirkan keadaanmu.”

Reagan mendengus. “Kau memiliki perhatian terlalu banyak, Lania. Jadi itu sebabnya kau membaginya dengan Joshua?”

Sekali lagi wajah Lania dibuat membeku dengan sindiran pedas yang diucapkan dengan nada kasar tersebut. Reagan sengaja mengatakan semua itu untuk menyakiti hatinya. Membalas sakit hati pria itu.

“Dan jangan merepotkan dirimu terlalu banyak, Lania. Sekarang, kau tak perlu lagi memberikan perhatianmu padaku. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Lebih dari sanggup.” Reagan memberi jeda sejenak. “Jika kau lupa, aku sudah memiliki seorang istri yang akan melakukan semua itu untukku.”

Lania masih bergeming. Menguasai diri dan perasaannya dengan baik, lalu menatap wajah Reagan lebih lekat. “Apa kau mengatakan semua ini karena merasa belum puas untuk menuntaskan sakit hatimu padaku?”

“Apa?”

Lania menganggukkan kepala satu kali. Beranjak dari duduknya dan berkata lagi. “Baiklah. Aku akan menerima semuanya. Aku akan mencoba memahami dan menunggu hingga kau merasa puas dan memaafkan semua kesalahan yang kulakukan padamu. Setidaknya sampai anak ini lahir, kan?”

Bibir Reagan menipis keras. Tatapannya menusuk lebih dalam pada wajah Lania tanpa sepatah kata pun. Hingga wanita itu berbalik dan berjalan keluar dari kamarnya. Perhatian Reagan segera teralih pada Rachel. Yang masih duduk di ujung sofa. Mematung seolah wanita itu adalah makhluk tak kasar mata seperti biasa.

Ya, seperti yang selalu ditegaskan oleh Rachel. Wanita itu tak akan ikut campur urusan pribadinya. Termasuk hubungan masa lalunya dengan Lania. Dengan perasaan yang semakin dipenuhi kedongkolan, Reagan melompat berdiri dari duduknya. Berjalan menyeberangi ruangan dan masuk ke dalam kamar mandi dengan suara bantingan pintu yang cukup keras.

Rachel menghela napas panjang dengan mata terpejam. Entah berapa lama ia harus terjebak dengan hubungan rumit Reagan dan Lania. Yang rasanya tak akan pernah selesai sampai ia bercerai dengan pria itu.

Rachel ikut beranjak dari sofa menuju tempat tidur. Getaran ringan dari ponsel yang tergeletak di nakas mengalihkan perhatian Rachel yang hendak naik ke ranjang. Kemelut yang sempat memenuhi kepalanya seketika lenyap begitu melihat satu notifikasi pesan singkat dari Davian.

Dengan senyum yang melengkung di bibir, Rachel langsung membaca dan membalas pesan tersebut.

‘Ya. Aku baru saja sampai di apartemen. Dan aku sudah menerima bingkisan makan malam yang kau kirim pada resepsionis. Terima kasih banyak.’

‘Kau suka?’ Rachel mengetikkan balasan dengan cepat.

‘Tentu saja. Aku tak mungkin tidak menyukainya.’

Senyum Rachel melengkung lebih tinggi dengan balasan. Keduanya saling berbagi pesan singkat selama beberapa saat hingga suara gemericik dari balik pintu kamar mandi berhenti. Rachel segera mengakhiri percakapan tersebut dengan ucapan selamat malam dan harus segera mengakhiri pesannya. Menyimpan ponselnya di laci teratas nakas lalu mulai membaringkan tubuh.

Dan Rachel baru saja mendapatkan posisi yang nyaman dan siap memejamkan mata ketika Reagan bergabung di tempat tidur. Menggeser tubuh ke belakang punggung dan langsung menyelipkan lengan di perut.

Rachel menelan ludahnya, merasakan tubuh Reagan yang semakin merapat di balik selimut dan bibir pria itu yang menempel di cekungan lehernya. Dari hembusan napas panas pria itu yang mulai memberat, ia bisa merasakan amarah Reagan yang sebelumnya berapi-api, kini berubah menjadi keinginan akan dirinya.

“Aku menginginkanmu,” bisik Reagan. Ciumannya merambat ke rahang Rachel, sembari membalikkan tubuh sang istri menghadapnya.

Rachel tak mengatakan apa pun. Tak bisa karena bibir Reagan yang sudah berhasil menangkap bibirnya. Menyapukan lumatan di sepanjang bibirnya sementara telapak tangan pria itu mulai melucuti pakaian tidurnya. Menyentuhkan telapak tangan di kulit tubuhnya.

Sentuhan Reagan begitu lembut. Membuat Rachel sedikit lebih nyaman setelah kemarahan pria itu pada Lania beberapa saat yang lalu. Tak lagi menggunakan dirinya sebagai pelampiasan emosi.

Rachel membiarkan sentuhan Reagan bergerak menjelajah di seluruh tubuhnya. Menerima semua sentuhan dan cumbuan Reagan yang membawa keduanya ke dalam manisnya kenikmatan. Yang lebih besar dan lebih panas lagi. Mencapai puncak kenikmatan yang tak mampu ia tolak. Tubuhnya menerima semua itu dengan sukarela.

Napas keduanya saling beradu dan terengah. Saat mata Rachel terbuka, pandangannya langsung dihadapkan pada tatapan Reagan yang diselimuti kabut gairah. Perlahana kabut tersebut mulai memudar, pria itu mendaratkan satu kecupan di kening Rachel.

“Terima kasih,” ucap Reagan lirih, menarik tubuhnya dari tubuh Rachel dan jatuh berguling di samping tubuh sang istri. Menempelkan punggung Rachel di dadam menenggelamkan wajah di antara helaian rambut sang istri. Sembari berusaha menenangkan hembusan napasnya dan mulai memejamkan mata.

Napas Rachel perlahan mulai kembali normal ketika merasakan hembusan napas Reagan yang berubah teratur. Tanda pria itu sudah mulai tertidur dan ia pun ikut memejamkan mata. Terlalu lelah ketika mendengar getaran pelan dari dalam laci nakas.

*** 

Saat pagi hari, Reagan dan Rachel turun bersama menuju ruang makan. Rachel tak memiliki rencana ke mana pun. Seperti yang dikatakan oleh Reagan tadi malam. Ia memang butuh menjaga jarak dengan Davian. Demi menjaga nama baik pria itu dan keluarganya.

Tatapan Lania langsung mengarah pada Rachel begitu pasangan tersebut muncul di ruang makan. Beralih pada Reagan yang tampak lebih segar dengan wajah ceria. Berbanding terbalik dengan sikap dan ekspresi dingin pria itu padanya tadi malam.

Ada kecemburuan yang terselip di dadanya melihat Reagan yang menarikkan kursi untuk wanita itu. Berusaha tak terpengaruh dengan semua kemesraan pasangan tersebut dan menampilkan senyum terbaiknya untuk Reagan.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Lania. Membungkukkan tubuhnya ke arah Reagan yang sudah duduk di kepala meja. Memeriksa kening Reagan yang sudah dipasang plester. Ketika tangannya bergerak hendak menyentuh kepala Reagan, pria itu menahannya. Wajahnya berubah dingin tatapannya seketika berubah tajam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro