Part 01

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ingatan masa lampau?"

*** (Name)'s pov ***

"Ini tehmu, (Name)." kulihat laki-laki berambut biru langit memberikanku teh hangat yang kuterima dengan senang hati. Dan ternyata hanya perlu waktu sebentar untuk melepas alat pedeteksi detak jantung dari tubuhku.

"Terima kasih..." gumamku lalu sedikit meminum teh tersebut dan menikmati sensasi manis yang menyebar di dalam mulut.

"Apa lagi yang kau ingat, nanodayo?" tanya dokter itu padaku.

"Mhm..." lalu aku berpikir "Entahlah, kata 'nanodayo' yang kau ucapkan itu membuatku mengingat seseorang..." sambungku.

"Jika yang kau ingat adalah keluargamu maka aku memang keluargamu, sepupumu lebih tepatnya." jawab dokter itu memperbaiki letak kacamatanya.

Dan potongan ingatan masuk ke kepalaku.

"A-ada apa ini, ayah?" tanyaku melihat begitu banyak tas belanja di atas meja yang berada di dekat meja kerja ayah dan kami sedang berada di ruang kerja ayah.

"Pakaian laki-laki." jawabnya datar dan singkat.

"Untuk... ayah?"

"Tidak, ini semua untukmu. Semua pakaian perempuanmu akan ayah sumbangkan ke panti asuhan."

"Eh!? Kenapa!? Aku masih memakainya!"

"Apa perlu ayah ingatkan lagi, (Name)? Kau adalah PUTRA pewaris perusahaan (Surname)."

"Tapi aku adalah PUTRI, ayah!"

"Apa barusan kau membentak ayah?" tanyanya dengan nada yang dingin dan itu sukses membuatku tersentak kaget dan diam.

"Y-ya, ayah. Maafkan aku." gumamku pelan.

"Bagus, mulai sekarang kau akan memakai pakaian laki-laki. Dan juga, potong rambutmu."

"Tidak!" ucapku langsung memegang rambut (h/c) panjangku.

"Kau menentang ayah?"

"Aku akan memakai wig."

"Wig itu merepotkan dan dapat terlepas sewaktu-waktu."

"Tapi ibu ingin rambutku panjang dan terawat! Aku akan memanjangkan dan merawatnya!"

"Ibumu sudah meninggal 2 tahun yang lalu, (Name)! Dan berani sekali kau menaikkan nada bicaramu pada ayahmu sendiri!"

"Aku akan melakukan apapun yang ayah perintahkan asalkan rambutku tidak dipotong."

"Ini dia kenapa aku ingin seorang putra. Seorang putri sangat menyusahkan" gumam ayah pelan "Baiklah, ayah setuju."

"Terima kasih, ayah." ucapku membungkuk 90 derajat.

"Tapi ingat untuk mengikuti semua perintah ayah dari sekarang."

"Iya, ayah."

"Kalau begitu, mulai besok kau akan tinggal bersama sepupumu Midorima Shintarou dan bersekolah di SMP Teiko sebagai laki-laki, mengerti?"

"Mengerti, ayah."

'Lahir sebagai sosok yang tidak diinginkan ayah... menyedihkan sekali.' pikirku memejamkan mataku lalu potongan ingatan kembali memasuki kepalaku.

"Aku penasaran..." ucapku menatap laki-laki berambut hijau yang sedang memegang keramik buaya.

"Apa, nanodayo?" gerutunya melihat ke arahku.

"Kenapa kau suka menyebut 'nanodayo' pada akhir ucapanmu, Shintarou?"

"Apa? Kau tidak suka?"

"Bukannya tidak suka, tapi tiap kali kau menyebutkan kata itu, aku jadi teringat pada 'neko-neko' dimana tiap akhir ucapan selalu menyebut kata 'nyan' atau mengeong." jawabku dengan heran menatap keramik buaya Midorima "Apa jangan-jangan kau jelmaan lain dari 'neko-neko' Shintarou?"

"Tentu saja bukan!!"

Aku lalu memegang kepalaku yang terasa pusing walau hanya mengingat sedikit potongan.

"Shintarou?" tanyaku menoleh ke dokter "Midorima... Shintarou?"

"Ya, itu aku. Apa kepalamu terasa pusing saat mengingat sesuatu, nanodayo?"

"Mhm, sedikit." jawabku.

"Baiklah, kalau begitu aku permisi, nanodayo."

"Tu-tunggu dulu!" ucapku sedikit panik

"Ada apa, nanodayo?" tanyanya menoleh padaku.

"Bisakah... kita bicara... empat--tunggu, kau memakai kacamata--maksudku enam mata saat waktu istirahatmu?" tanyaku.

"Bisa. Aku akan kemari saat istirahat, nanodayo."

Dan dengan begitu, dokter--atau akan kupanggil Shintarou--keluar ruangan ini, menyisakan aku dan 2 laki-laki yang asing tapi terasa familiar bagiku.

"U-uhm..."

"Apa kau tidak mengingat kami?" tanya laki-laki berambut biru langit padaku dan aku hanya menggeleng pelan "Kalau begitu, perkenalkan. Namaku Kuroko Tetsuya."

Lagi-lagi potongan ingatan masuk ke kepalaku.

"Hei, kamu!" panggilku pada pemuda berambut biru yang sedang membaca buku.

Dan aku dicuekin.

"HEI KAMU LAKI-LAKI BERAMBUT BIRU YANG SEDANG MEMBACA BUKU DAN SEDANG MENGHIRAUKANKU!!" kesalku berteriak padanya.

Dan akhirnya dia menoleh padaku!!

"Aku?" tanyanya memiringkan kepalanya.

"Tidak, batu biru yang ada disebelahmu." jawabku datar "Tentu saja kau, bodoh!!" kesalku kemudian.

"Ah, ada perlu apa?"

"Kau murid SMP Teiko ya? Kelas berapa?"

"Murid baru, kelas 1."

"Kita sama! Mau berteman denganku? Namaku (Name) (Surname)."

"(Name) (Surname)? Nama yang feminim, (Surname)-kun. Namaku Kuroko Tetsuya."

"Hahaha! Apa kau mengejekku? Nama itu pemberian ibuku, Kuroko-kun."

"Aku tidak mengejekmu dan berhenti tertawa dengan nada sarkas, (Surname)-kun."

"Oh, maaf. Kebiasaanku, Koroko-kun."

"(Name)!!"

Aku dan Kuroko menoleh ke belakang, mendapati Midorima sedang berjalan sambil membawa 2 benda: jepit rambut berwarna hitam dan boneka kucing.

"Shintarou, kenapa kau membawa dua benda itu?" heranku menatap sepupu hijauku itu.

Tanpa diduga-duga dia memberiku jepit rambut bewarna hitam itu dan aku hanya bisa menerima dengan tatapan heran.

"Hari ini lucky item milikku adalah boneka kucing dan milikmu adalah jepit rambut. Oha-Asa mengatakan kau harus memakainya. Lagipula ponimu itu terlalu panjang dan menganggu."

"Apa!? Tidak!" balasku spontan.

"Pakai saja, (Surname)-kun. Ponimu sedikit menghalangi wajah tampanmu."

"Apa? Jangan ikut-ikut sepupu hijauku, Kuroko-kun." sahutku menoleh pada laki-laki berambut biru itu.

"Hijau katamu!?" tanya Shintarou dengan ekspresi kesal.

"Memangnya rambutmu warna apa?" tanyaku skeptis "Biru? Merah? Pink? Kuning?"

"Berisik!!"

"A-anoo, (Surname)-kun."

"Ada apa, Kuroko-kun?"

"Siapa laki-laki ini?"

"Ah, aku belum memperkenalkan kalian ya? Kuroko, ini kakak sepupuku--yang beda hanya beberapa bulan--Midorima Shintarou. Shintarou, ini teman baruku Kuroko Tetsuya."

"Salam kenal, Midorima-kun."

"Salam kenal juga, Kuroko" balas Shintarou menoleh ke arahku "Sekarang pakai."

"Noooo!"

Tiba-tiba kedua tanganku sudah ditahan dan jepit rambutku sudah hilang dari tangan.

"Huh?"

"Midorima-kun, aku sudah menahan (Surname)-kun. Sekarang saatnya memasang jepit rambut itu." ucap Kuroko menunjukkan jepit rambutku pada Shintarou.

"Apa!? Kuroko-kun, tega sekali dirimu!! Lepaskan akuuuu!"

"Sekali ini saja aku berterima kasih padamu, Kuroko."

"Nooooo!!"

Aku membuka kembali mataku dan sedikit tertawa "Ya, aku ingat. Kuroko-kun."

"Sepertinya kau mengingat saat kita pertama kali bertemu, dan jepit rambut itu."

Lalu laki-laki lain yang daritadi membaca sebuah light novel, berdiri dan mendekati kasurku.

"Dan kau adalah..."

"Mayuzumi Chihiro."

'Mereka... pantas dikatakan saudara...' pikirku melihat ekspresi datar Mayuzumi, potongan ingatan lagi-lagi memasuki kepalaku

"Rakuzan, eh?" gumamku berjalan menaiki tangga di gedung sekolah Rakuzan "Aku ingin tau bagaimana dengan keadaan atap sekolah ini..."

(Cklek!)

"Whoa!" kagumku melihat keadaan atap yang luas dan sepi.

Tentu saja sepi karena kami baru saja selesai upacara penerimaan murid baru.

Oh, tapi tunggu.

Ada 1 orang disana!

'Sepertinya dia adalah senpai karena aku tidak melihatnya di upacara penerimaan murid baru.' pikirku mendekati senpai yang sedang membaca light novel tersebut

"Anoo, senpai...?"

Dan aku dicuekin lagi.

'Ungh... dari auranya, senpai ini berbeda denga Tetsuya... kurasa berteriak tidak akan berpengaruh padanya...' pikirku memutar otak agar dia menoleh padaku.

"Senpai?"

Dicuekin.

"Anoo..."

Dicuekin.

"Senpai, senpai, senpai, senpai, senpai, senpai--"

"Apa!?"

'Ah, dibalas juga akhirnya...' pikirku.

"Mau berteman denganku? Namaku--"

"Tidak."

"Eeh? Kenapa?"

"Kau menyebalkan dan ribut."

"Aku jadi menyebalkan dan ribut karena senpai cuek padaku." jawabku

"Tetap tidak."

"Kenapaaaa?"

"Nah, itu kau jadi menyebalkan."

"Apa salahnya berteman, kan? Lagipula lebih baik senpai berteman denganku karena aku akan sering berada di atap sekolah dan jika senpai tidak menerima pertemananku, maka setiap hari aku akan membujuk senpai sampai waktu istirahat habis dan sampai senpai menerimanya."

"Apa barusan kau mengancamku?"

"Anggap saja begitu."

"...huft, baiklah."

"Yaay! Namaku (Name) (Surname), senpai."

"Nama yang feminim, (Surname). Namaku Mayuzumi Chihiro."

"Ahahaha, apa senpai mengejekku? Itu nama pemberian ibuku, lho."

"Aku tidak mengejekmu dan berhenti tertawa dengan nada sarkas, kouhai."

"Ah, gomen. Kebiasaan, senpai."

"Ah, aku ingat!" ucapku menoleh pada Mayuzumi

"Mhm, kau sangat menyebalkan saat itu."

"Ehehe, gomen." ucapku cengengesan "Tapi, aku hanya mengingat saat pertama kita bertemu, jadi aku tidak ingat memanggil kalian apa."

"Oh, dari dulu kau memanggilku Tetsuya."

"Dan kau memanggilku Chihiro."

"Ah, begitu?" ucapku

Walaupun mereka memasang tampang datar, aku bisa melihat mereka itu sedih.

'Apa karena aku hanya mengingat saat bertemu? Bukan kenangan kami selama ini sebelum aku hilang ingatan...?' pikirku lalu menunduk sedih

"Sepertinya waktu berkunjung kami sudah habis, (Name)." ucap Kuroko membuatku mengangkat kepalaku.

"Ah," ucapku memulai "Kalau begitu, kunjungi aku lagi besok." pintaku

Mereka berdua mengangguk lalu keluar ruangan. Baru saja aku ingin tidur, pintu kembali terbuka dan masuk Midorima dengan membawa kotak bekal dan sebuah balpoin bewarna perak.

"Balpoin yang bagus." komentarku tersenyum

"Ya, ini adalah lucky item milikku hari ini, nanodayo." ucapnya duduk di dekat kasurku "Apa makan siangmu belum datang?"

"Mhm" jawabku mengangguk.

"Mereka pasti akan datang sebentar lagi--" suara pintu terbuka "--dan benar, nanodayo."

"Ini makan siang untuk (Name)-cha--Lho? Ternyata ada Shin-chan!"

Aku menatap laki-laki berambut hitam yang sedang membawa makan siangku dengan tatapan heran dan penasaran.

"Shin...chan?" tanyaku memastikan.

"Takao! Sudah kubilang jangan memanggilku degan nama itu!" ucap Midorima pada laki-laki itu.

"Um..."

"Ah, halo (Name)-chan! Akhirnya sadar juga, setelah--"

"Takao" ucap Midorima dengan nada datar.

"Iya, iya. Aku mengerti." ucapnya lalu meletakkan makan siangku di meja yang berada di sebelah tempat Midorima duduk.

Lalu laki-laki itu keluar ruangan.

"Shintarou, tadi--"

"Namanya Takao. Takao Kazunari. Panggil saja Bakao, nanodayo." ucap Midorima memotong ucapanku.

"Bakao?" heranku.

"Ya, Bakao, nanodayo."

Lalu aku mengambil makan siangku dan memakannya, tapi berhenti dan menatap heran Midorima.

"Itu bekalmu? Buatan sendiri?" tanyaku dan itu membuat wajah Midorima memerah semerah tomat.

"Te-tentu saja bukan! I-ini buatan istriku, nanodayo." wajahnya semakin merah sampai telinga "A-aku memberitahumu karena kau ingin tau dan bukan karena aku ingin berbangga diri, nanodayo."

"Istri?" kagetku "Shintarou! Besok minta dia datang ke sini!" ucapku antusias.

"Iya-iya, nanodayo. Jangan memaksa kenapa, nanodayo." gerutu Midorima lalu membuka kotak bekalnya...

"Whoa! Kelihatannya enak." komentarku melihat isi bekal Midorima.

"Tentu saja enak--maksudku! Rasanya normal-normal saja, nanodayo." balas Midorima lalu memperbaiki letak kacamatanya

"Kau sudah tinggal sendiri selama 3 bulan dan kau tidak bisa memasak!?"

"Kenapa memangnya, nanodayo?"

"Jadi selama ini kau makan apa!?"

"Mie instan, nanodayo."

"*palm face* Kau akan mati muda, Shintarou."

"Apa salahnya laki-laki tidak bisa memasak, nanodayo?"

"Tidak salah, hanya saja jangan sampai makan mie instan selama 3 BULAN PENUH, BAKA!"

"Jangan memanggilku baka, baka."

"Hahahaha..."

"Berhenti tertawa dengan nada sarkas, baka."

"Hehe, gomen. Kebiasaan. Mulai sekarang, aku akan memasak~"

"Memang tugasmu sebagai perempuan untuk memasak, nanodayo. Bukan bearti aku ingin makan makanan buatanmu, nanodayo."

"Heeei, aku masuk ke Teiko sebagai laki-laki lho!"

"Aku tidak peduli masalah itu, sekarang memasaklah karena aku lapar, nanodayo."

"Iya-iya~"

"Kau hebat juga mengatakan masakan istrimu normal-normal saja. Padahal tidak tau caranya memasak" sahutku setelah melihat ingatanku sejenak.

Dan aku langsung melihat tomat.

"Berisik, nanodayo!" kesal Midorima lalu berpikir sejenak "Sepertinya dengan sedikit dorongan, kau bisa mengembalikan ingatanmu dengan perlahan, nanodayo."

"Aah, kalau begitu... apa kau tau siapa nama laki-laki berambut merah dengan mata hetero sebelumnya?"

"Oh, namanya Akashi Seijuuro."

Begitu mendengar namanya, kepalaku langsung terasa sangat pusing dan itu yang terakhir kulihat sebelum akhirnya aku jatuh pingsan.

***

Part 1 selesai~ (*´▽`)ノノ

Bagaimana? Jelek? Tidak memuaskan? Pendek kayak Akashi--//diikat di tiang

Btw, si Reader-chan sama Akashi belum bisa bertemu. Mungkin di Part 4, karena Part 2 itu kemungkinan membahas flashback versi Akashi dan Part 3 kemungkinan membahas si Reader-chan itu keluar rumah sakit ╭( ๐_๐)╮

Hehe, mungkin para reader pengen cepat ketemu sama Akashi tapi sabar dulu ya~ (ಥ_ಥ)

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro