Part 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pergi?"

*** (Name)'s pov ***

"Tapi... jika Shuuzo setuju... kenapa kami masih bertunangan?"

Tunggu... apakah benar kami masih bertunangan?

Aku membuka iPhone-ku dan melihat browser, dimana sudah ada beberapa bookmark. Dan aku membuka bookmark pertama.

- Perusahaan (Surname) sudah memiiki penerus -

(Name), penerus perusahaan (Surname) baru saja mengumumkan pertunangannya dengan salah satu penerus perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan (Surname), Nijimura Shuuzo. Rencananya mereka akan melangsungkan pernikahan mereka berdua pada 2 tahun mendatang, pada bulan Januari.

Aku melihat tanggal berita itu di post lalu melihat tanggal sekarang.

"Beritanya... bulan Desember..." gumamku, "Lalu sekarang bulan September."

Bearti...

"4 bulan lagi...?" gumamku tak percaya.

"Shuuzo~" panggilku pada Nijimura yang sedang memperbaiki dasi pakaiannya.

"Apa, (Name)?" gerutu Nijimura tampak kesulitan memperbaiki dasinya itu.

Aku lalu berdiri dari sofa mahal yang kududuki sebelumnya, mendekati Nijimura lalu memperbaiki dasinya--yang memiliki warna yang sama dengan gaun yang kupakai, (f/c).

"Kenapa pertunangan yang tidak kuinginkan ini harus diumumkan di wajah umum?" tanyaku depresi, setelah selesai memperbaiki dasi Nijimura.

"Jangan tanya aku," jawab Nijimura lalu duduk di sofa yang sama sebelumnya--dengan diriku yang menyusul di belakangnya, "Aku juga dipaksa, (Name)."

"Ayah benar-benar keras kepala." ungkapku menyandarkan kepalaku ke pundak Nijimura.

(Cklek!)

Pintu ruangan terbuka dan masuklah ayah bersama ayah Nijimura. Mereka berdua memasang senyum yang lebar.

'Salahkah jika aku ingin melempar heels yang kupakai ke wajah ayah?' pikirku.

"Sebentar lagi akan dimulai, apa kalian sudah siap?" tanya ayah dengan nada yang memerintah--seperti biasa.

"Sudah, ayah." jawabku ingin sekali memutar bola mataku--karena kurasa ayah perlu memakai kacamata.

Apa dia tidak lihat kami sudah memakai pakaian menyebalkan ini selama 3 jam lebih?

"Sudah, (Surname)-san." ungkap Nijimura mengangguk sopan.

"Saat pelayan luar mengetuk pintu, bearti acaranya sudah dimulai dan kalian harus segera ke aula ruangan, ok?" tanya ayah Nijimura

Kami berdua hanya mengangguk serempak. Lalu kedua laki-laki paruh baya itu keluar ruangan.

(Cklek!)

"Huaaah~!" ucapku dan Nijimura menghela napas bersamaan, lalu bersandar ke sofa--karena saat ayah kami masuk, kami spontan duduk tegak.

"Apa Akashi tidak datang?" tanya Nijimura.

"Seharusnya dia datang sebagai tamu penting dalam 'acara' kita nanti..."

"Tapi sepertinya dia tidak akan datang eh?" sahut Nijimura mengangkat sebelah alisnya sambil menatapku.

"Mhm." jawabku singkat--langsung merasa down karena pacarku itu.

"Ayo video call dia." ucap Nijimura tiba-tiba sudah mengeluarkan laptop entah darimana--yang ternyata adalah laptop milikku.

"E-eeh?" kagetku langsung duduk dengan benar.

Dengan cepat Nijimura membuka Line lalu menekan tanda video call pada percakapanku dengan Akashi.

--Langsung diangkat oleh Akashi, dan aku langsung dihadapkan oleh penampilan kerja Akashi dengan jas yang sudah dilepas, dasi yang dilonggarkan dan beberapa kancing baju kemejanya yang terbuka. Rambutnya juga terlihat sedikit berantakan.

'Penampilan itu membuatku ingin pingsaaaaan!!' panikku mencoba untuk tidak fokus pada layar laptop.

"(Name)? Nijimura-san? Ada apa?" tanya Akashi menyadarkanku.

"Eh?"

"Kenapa kau tidak datang ke acara kami?" tanya Nijimura.

"Tu-tunggu dulu, Shuuzo--"

"Aku ada rapat penting dengan klien yang lain."

Saat itulah aku berhenti menatap Nijimura dan beralih pada Akashi.

"Begitu, ya?" ucapku dengan senyum, "Kau pasti sedang istirahat sekarang..."

"Ya, sebentar lagi aku akan ada rapat lagi."

"Kalau begitu, maaf karena kami sudah mengganggu jam istirahatmu." ucapku, "Selamat bekerja, Seijuuro." sambungku langsung menutup panggilan.

Aku hanya menundukkan kepalaku, membuat helai-helai rambut panjangku menutupi wajahku.

"Rapat, ternyata..."

(Tok! Tok!)

"Nijimura-sama, (Surname)-sama. Acaranya sudah dimulai."

"Ah, kalau begitu ayo Shuuzo!" ajakku langsung memegang tangan Nijimura dan menyeretnya keluar ruangan.

Sepertinya... kami sedang bertengkar, ya?

'Mengingatnya saja sudah membuatku jadi sangat sedih, apalagi saat aku mengalaminya saat itu...'

Lalu aku keluar dari browser dan membuka kembali aplikasi pesan, tapi kali ini aku melihat percakapanku dengan Akashi.

17 Desember 20xx

Sei.

Apa?

Acara kami baru saja selesai, apa aku boleh ke kantormu sekarang?

Aku sibuk.

Begitu ya?

Kalau begitu, jangan terlalu memaksakan diri ya?

"Aku tidak mengerti... apa aku melakukan sesuatu yang salah sampai Sei marah padaku?"

(Cklek!)

"(Name)?"

Spontan aku langsung menyembunyikan iPhone-ku di saku pakaian tidurku.

"Shintarou?" balasku dengan sedikit heran lalu melirik jam dinding.

"Ah, disini rupanya kau, nanodayo."

"PAGI SEKALI KAU DATANG!?" kagetku menunjuk jam dinding--dengan jarumnya mengarah pada angka 5 dan 12, jam 05.00 am.

Shintarou hanya memperbaiki letak kacamatanya yang tak bergerak.

"Dan juga, kau harusnya mengetuk pintu dulu! Kupikir kau itu maling, tau!"

"Terlalu pagi dan biasanya orang masih tidur saat jam begini."

"Dan darimana kau dapat kunci apartemenku?"

'Seingatku hanya ada 3 kunci: Aku, Sei dan Shuuzo. Istrinya Shintarou memakai kunciku untuk keluar masuk apartemen dan sudah dikembalikan saat aku sudah mulai tinggal disini.'

"A-aku membuat duplikatnya untuk berjaga-jaga, nanodayo."

'Shintarou berbohong. Jadi, Sei memberinya kunci apartemen ya?'

"Begitu ya?" gumamku pura-pura percaya, "Lalu ada datang kemari pagi-pagi? Biasanya kau datang sekitar jam 10 bersama yang lain, kan?"

"Kami berencana mengajakmu keliling kota, rencananya akan berangkat sekitar jam 7 jadi aku datang untuk memberitahumu dan kita akan sarapan diluar, nanodayo."

'Tapi... Shuuzo biasanya kemari sekitar jam 6...' pikirku.

(Cklek!)

"(Name)!"

Aku face palm.

"ADA APA DENGAN KALIAN BERDUA!? DATANG JAM 5 PAGI!!!"

"(Name), ada apa? Aku mendengar kau berteriak--Midorima??"

"N-Nijimura-senpai??"

Aku hanya menggelengkan kepalaku melihat mereka berdua.

***

"Jadi, kau datang 1 jam lebih awal karena kau ingin membuat sarapan?" tanyaku pada Nijimura yang duduk di sebelah Midorima.

"Ya, biasanya kita berdua pergi keluar untuk sarapan. Tapi hari ini aku ingin membuat sarapan jadi aku datang pagi-pagi."

"Tunggu, barusan senpai bilang 'biasanya' yang bearti..."

"Ya, aku sudah disini selama seminggu lebih."

Aku melihat ekspresi panik dan khawatir Midorima. Ada apa?

"Ah, bagaimana kalau Shuuzo juga ikut?" ucapku menyarakan pada Midorima.

"Eh?"

"Ikut? Kemana?"

"Shintarou mengajakku keliling kota untuk mengembalikan beberapa ingatanku yang hilang dan rencananya kami sarapan diluar. Aku baru ingat kalau kau akan datang sekitar jam 6 dan tiba-tiba saja kau datang." jelasku padanya, "Jadi? Kau mau ikut?"

"Sebaiknya senpai ikut saja." sambung Midorima.

Ah, jadi ekspresi Midorima barusan karena merasa tak nyaman dengan Nijimura.

...tapi apa benar karena itu?

"Hm... baiklah." ucap Nijimura mengangguk.

"Bagus!" ucapku senang, "Aku akan bersiap-siap dulu, kalau begitu." sambugku berdiri lalu berjalan menuju kamarku.

*** Midorima's pov ***

"Senpai..."

"Panggil aku Shuuzo saja. Kita sudah tidak SMP lagi, kan?" sahut Nijimura, "Dan... beritahu aku alasan sebenarnya kau mengajak (Name) keliling kota."

Aku mengalihkan pandanganku lalu menghela napas panjang.

"Apa kelihatan begitu jelas?"

"Ya, aku melihat ekspresi panikmu saat aku bilang sudah berada disini selama seminggu lebih."

"Ah... apa (Name) menyadarinya juga, ya?"

"Kurasa dia sempat mempertanyakan ekspresimu."

Oh, tidak. Aku akan dibunuh oleh Akashi jika dia mengetahui ini.

"Jadi, apa alasan yang sebenarnya?"

*** (Name)'s pov ***

'Sebaiknya aku menanyakan jenis pakaian yang cocok pada mereka berdua.' pikirku sambil memegang handuk--yang rencanannya akan kugunakan untuk mandi nanti.

"Jadi, apa alasan yang sebenarnya?"

'Hm? Suara Shuuzo...' pikirku terhenti sebelum pintu dapur.

"Alasan sebenarnya?" bisikku, "Apakah keliling kota adalah bohong?"

"Akashi... dia ingin memindahkan semua barangnya dari apartemen ini."

Peganganku pada handuk terlepas saat mendengar jawaban Midorima.

"Jadi, dia memintaku dan yang lain untuk membawa (Name) jalan-jalan selagi dia memindahkan semua barangnya dari apartemen ini."

Mereka membohongiku...

...lagi.

"Aku... tidak bisa mempercayai mereka lagi..." gumamku mengambil handuk yang jatuh lalu berjalan menuju kamar mandi.

***

'Sudah jam 6 lewat. Yosh...' pikirku keluar dari kamar tidurku.

"Oke, aku sudah siap!!" ucapku dengan semangat memasuki ruang dapur.

Mereka yang sedang meminum kopi--yang sepertinya mereka buat sendiri--melihat kedatanganku dan wajah mereka langsung memerah dengan cepat--bahkan mereka hampir tersedak.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" mereka berdua batuk beruntun.

"He-hei, ada apa??" ucapku mendekati mereka berdua.

"Ke-kenapa pakaianmu seperti itu, huuh??" ucap mereka panik sambil berusaha menutupi wajah merona mereka.

"Eh? Tidak cocok ya?" tanyaku sedikit sedih.

(Ting! Tong!)

"(Name)-chaaaan...!! Buka pintunyaaaa!!!" suara Hayama dan Momoi terdengar jelas dari balik pintu.

"Akan kubuka~" balasku berjalan mendekati pintu depan.

"Tu-tunggu dulu, (Name)! Biarkan kami yang membukanya!!" kudengar mereka mencoba mencegahku tapi tak kudengarkan.

(Cklek!)

"Selamat pagi--Whoa!" ucap Momoi kaget, sedangkan reaksi Hayama sama dengn Nijimura dan Midorima.

Dibelakang mereka berdua sudah ada yang lain--dengan ekspresi yang rata-rata masih mengantuk.

"Selamat pagi, minna~" balasku tersenyum lebar.

Begitu perhatian mereka semua tertuju padaku reaksi yang sama terjadi pada mereka semua.

'Apa... pakaianku tidak cocok untukku?' pikirku mulai khawatir.

Tiba-tiba aku dipeluk oleh Momoi dengan erat.

"Pakaianmu saaaangat cocok, (Name)!" puji Momoi dengan nada gemas.

"Eh?" ucapku berkedip beberapa kali, "Benarkah?"

"Yup~ Sangat imut sampai-sampai Tetsuya dan Mayuzumi-san yang datar bagai tembok itu merona malu~" jawab Momoi lalu mengembungkan kedua pipinya, "Aku iri kau bisa membuat Tetsuya merona seperti itu, (Name)." sambungnya sedikit kesal.

"E-eeh, kupikir rekasi mereka mengatakan kalau aku tidak cocok memakai pakaian ini." gumamku.

"Kau cocok memakai pakaian itu, (Surname)cchi~ Harusnya kau menjadi model dan kita akan menjadi patner-ssu~" puji Kise mendekatiku dengan semangatnya.

"(Nickname)chin, kau terlihat begitu manis sampai aku ingin memakanmu..." sahut Murasakibara mengunyah lolipop-nya, "Apa kau boleh kumakan?"

"Tidak, kumohon jangan Murasaki-kun." sahutku dengan wajah yang memucat.

"Nah, bagaimana kalau kita langsung pergi saja?" ucap Mibuchi lalu mengusap kepalaku, "Kau cantik memakai pakaian itu, (Name)."

"E-eeh? Benarkah? Arigatou." balasku sedikit malu, "Ah, aku bau ingat. Ada orang tambahan yang akan ikut." sambungku kemudian.

"Huh, siapa?" tanya mereka hampir serempak.

"Yo." aku merasa pundakku dirangkul seseorang yang kuyakin adalah Nijimura.

"N-Nijimura-senpai!" kaget tim Teiko.

"Panggil Shuuzo saja." sahut Nijimura.

"Se-sejak kapan S-Shuuzo-san--"

"Oh, sekitar seminggu yang lalu."

"Siapa dia, (Name)-chan?" tanya Hayama padaku.

"Ah, perkenalkan: Nijimura Shuuzo." ucapku menunjuk Nijimura, "Dia adalah--" aku terhenti saat tersadar sesuatu.

Mereka belum tau kalau ingatanku hampir pulih, kan?

"Dia adalah...?" tanya Nebuya menyadarkanku.

"Senpai-ku saat SMP." jawabku lalu menoleh ke arah Nijimura, "...kan?" tanyaku pura-pura ragu.

"Ya, aku adalah kapten tim basket sebelum--" tiba-tiba Nijimura terhenti, membuatku menoleh ke arah Nijimura dengan heran.

"Sebelum...?" tanyaku.

"Sebelum kapten tim yang seumuran dengan kami-ssu!!" jawab Kise membuatku menoleh padanya lalu mengangguk ragu.

"Begitu... ya?" sahutku.

"Ya, begitulah." sahut mereka satu per satu.

'Kenapa mereka tidak ingin membahas Akashi?' pikirku.

"Apa yang perlu ditunggu lagi? Ayo!" ajakku penuh semangat.

"Ayo!!"

***

"Ah, Shintarou. Bisakah kita berhenti sejenak di taman dekat apartemenku?" tanyaku pada Midorima.

"Eh?"

"A-aku... ingin ke toilet." gumamku pelan.

"O-ooh, baiklah." sahut Midorima.

"Aku akan memberitahu yang lain." sahut Kuroko membuka handphone miliknya.

Lalu, ketiga mobil yang sedang melaju pelan itu berhenti di taman terdekat.

"(Name)-chan, apa kau mau kutemani??" tanya Momoi begitu aku membuka pintu mobil.

"Tidak perlu, Momo-chan." tolakku menggeleng pelan, "Kalian tunggu saja disini."

Mereka semua hanya saling pandang lalu menatapku.

"Apa kau yakin, (Surname)cchi?" tanya Kise.

"Mhm." jawabku tersenyum, membuat wajah para laki-laki sedikit merona.

Lalu aku berjalan menuju toilet taman.

'Aku...'

*** Nijimura's pov ***

"Huuh, sejak kapan tunanganku jadi sangat cantik dan imut seperti itu?" gumamku menghela napas panjang.

Sunyi 5 detik.

"Tunggu, APA!?" kaget mereka semua, kecuali Midorima.

"Eh?" ucapku tak percaya, "Kalian tidak tau?"

"Hanya kita berdua dan Akashi yang mengetahui hal ini, Shuuzo-san." ucap Midorima.

"Berapa lama..." gumam Momoi.

"Huh?" heranku menoleh pada perempuan berambut gulali itu.

"Berapa lama kalian bertunangan!?" tanya yang lain.

"Awal tahun nanti, genap 6 tahun." 

"6 tahun!?"

"Lalu, hu-hubungan dengan Sei-chan--"

"Oh, permasalahannya sangat rumit." ucapku bersandar pada mobil, "Tapi akan kupermudah."

"Rumit?"

"Aku dan ayah pernah menyelamatkan hidup ayah (Name) sekali, saat aku berumur sekitar 7 tahun." ucapku memulai.

"Ayah," panggilku menarik ujung baju ayah, "Mobil itu..."

Aku menunjuk ke arah mobil yang sangat jauh, tapi dapat dilihat dari sini bahwa mobil itu bergerak dengan tidak normal.

"Ah, pengedaranya mabuk!" ucap ayah, "Sebaiknya kita menepi."

Baru saja kami akan menepi, perhatian kami berdua tertuju pada laki-laki yang berada di depan kami.

--Sepertinya seumuran dengan ayah.

Tiba-tiba mobil itu mengarah ke laki-laki itu. Dan laki-laki itu tidak menyadarinya!

"AWAS!!!" lalu aku dan ayah menarik laki-laki itu dari jalur yang akan dilintasi oleh mobil mabuk tersebut.

Mobil itu melaju dan menabrak tiang listrik yang membuat mobil itu berhenti.

"Sebagai bentuk terima kasihnya, ayah (Name) mau--ah, lebih tepatnya memaksa untuk--bekerjasama dengan perusahaan ayahku."

"Tunggu dulu, pak. Anda tidak perlu melakukan ini semua! Kami hanya menyelamatkan anda! Dan kami melakukannya tanpa mengharapkan imbalan atau balasan." ucap ayah pada (Surname)-san yang menunjukkan kertas kerjasama yang sudah ia tanda tangani.

"Jika kalian tidak menyelamatkanku saat itu, entah apa jadinya aku sekarang." jelas (Surname)-san tersenyum pada kami.

"Ta-tapi, perusahaan keluarga kami hanyalah perusahaan kecil. Sedangkan perusahaan keluarga anda..."

"Perusahaan anda bisa seperti perusahaan saya jika anda mau menandatangani surat kerjasama ini." ucap (Surname)-san penuh keyakinan, "Kumohon, Nijimura-san."

Tanpa diduga-duga, (Surname)-san membungkuk 90 derajat.

"Akhirnya, perusahaan kami saling bekerja sama. Dan... perusahaan Nijimura sudah menjadi seperti sekarang." ungkapku.

"Hee, sepertinya ayah (Name)-chan adalah orang yang baik." komentar Momoi.

"Pasti kejadiannya sebelum ibu (Name) meninggal, kan?" tanya Midorima.

"Mhm." jawabku singkat, "Ayah (Name) sangat baik dan bijaksana. Tapi, sejak ibu (Name) meninggal..."

"(Surname)-san..." panggil ayah pada (Surname)-san setelah acara pemakaman istrinya.

"Nijimura-san." sahut (Surname)-san, "Saat itu, aku hanya mengungkapkan rasa terima kasihku padamu, kan? Sampai sekarang, aku belum membalas jasa anakmu pada saat itu."

"Eh?" ucapku sedikit kaget saat melihat (Surname)-san menoleh ke arahku lalu sedikit tersenyum.

--Senyum palsu.

--Tentu saja senyum palsu.

--Siapa sih yang tidak sedih saat istrinya meninggal?

"Kau lihat anak perempuan yang sedang duduk di bangku taman itu?" tanya (Surname)-san menunjuk seorang anak perempuan.

Anak perempuan yang sepertinya berumur sekitar 10 tahun. Rambut (h/c) yang diberi pita berwarna (f/c) itu berterbangan ditiup angin. Ekspresi sedih tertanam pada wajah imutnya itu. Iris berwarna (e/c) itu tampak kosong.

"Ya, dia tampak sangat sedih." komentarku tanpa sadar.

"Perempuan itu akan menjadi tunanganmu."

"Eh?"

"Itulah kenapa aku bisa bertunangan dengan (Name)." jelasku menghela napas, "Tanpa diduga-duga, ayahku juga setuju. Alasan ayah tentu saja sebagai tanda terima kasih karena sudah membantu perusahaan kami sampai menjadi perusahaan besar, sekarang." sambungku, "Intinya, kami berdua dipaksa bertunangan."

"Tapi aku masih bingung-ssu..." sahut Kise.

"Akashi adalah cinta pertama (Name), lalu mereka berpacaran. Tapi (Name) belum berani untuk memberitahukan hubungan mereka pada ayahnya." jelasku

"Eh, kenapa?" heran Momoi.

"Karena ayah (Name) akan menentang semua hubungan (Name) jika itu tidak denganku." jawabku.

Suasana menjadi sunyi...

"Ngomong-ngomong..." ucap Hayama tersenyum panik, "(Name) lama sekali... ya?"

*** (Name)'s pov ***

"Akhirnya sampai..."

Aku menghela napas panjang saat sudah berada di gerbang masuk apartemenku.

'Mereka semua pasti menyadari keanehan bahwa aku belum kembali sekarang.' pikirku melihat jam tanganku.

Sudah 20 menit sejak kepergianku ke toilet taman.

Tentu saja aku berbohong mengenai ingin ke toilet. Aku ingat bahwa di toilet taman yang berada di dekat apartmenku itu memiliki pintu belakang. Begitu aku memasuki toilet perempuan, aku langsung menuju pintu itu dan keluar. Aku mengambil jalan kecil yang tertutupi oleh pepohonan jadi mereka tidak bisa melihatku. Akhirnya aku berhasil kembali ke apartmenku dengan mengendap-endap--tanpa diketahui oleh mereka semua.

"Mereka pasti sudah curiga sekarang." gumamku lalu melihat halaman lingkungan apartemenku.

--Dan ada sebuah mobil untuk pindahan, parkir dengan rapi.

'Jadi benar, Sei akan segera memindahkan segala barangnya dari apartemen...' pikirku lalu berjalan memasuki apartemen.

"Aku... harus menemui Seijuuro."

*** Akashi's pov ***

(Drr! Drr! Drr!)

"Oke, tinggal pindahkan semuanya ke mobil." perintahku.

"Siap, pak!" ucap mereka lalu kembali bekerja.

Aku mengambil iPhone milikku lalu langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Halo..."

"Akashi..."

"Oh, Midorima. Ada apa?"

"Kami semua... kehilangan (Name), nanodayo."

(Deg!)

"A-apa?"

"(Name) bilang bahwa dia ingin ke toilet dan dia memintaku untuk mengantarnya ke taman terdekat. Setelah menunggu selama 20 menit, kami semua sudah mulai curiga dan saat Momoi memeriksa toilet perempuan, (Name) tidak ada disana!"

"Kenapa tidak minta Momoi untuk menemaninya!?"

"Momoi sudah mengajaknya, tapi (Name) menolak, nanodayo."

"Tck. Aku akan memanggil polisi pribadi untuk--"

Aku memutar badan, dan semua pergerakanku berhenti saat melihat sosok yang ada di depanku.

(Trak!)

"Akashi? Akashi?? Kau masih disana??"

iPhone yang kupegang terlepas dari peganganku. Perlahan aku membuka mulutku.

"(Name)...?"

***

Sudah lama sekali author tidak updateeee!! *guling ala sinchan* *guling ala umaru*

Maaf buat reader yang menunggu update cerita ini. Kegiatan sekolah sangat padat sampai author ga sempat nulis apapun di wattpad.

Sekali lagi gomeeen *nangis kaya Kise*//oke, ini lebay.

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro