Part 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lagi?"

*** (Name)'s pov ***

Aku melihat Akashi mengambil iPhone lalu mengangkat panggilan yang datang.

"Halo..."

'Siapa yang menelpon Akashi, ya?'

"Oh, Midorima. Ada apa?"

'Shintarou? Apa dia sadar kalau aku menghilang?'

"A-apa?"

Walaupun dia punggungnya menghadap ke arahku, aku dapat menebak dari intonasi nadanya kalau Akashi... sangat takut.

"Kenapa tidak minta Momoi untuk menemaninya!?"

'Ah, jadi benar mereka sudah menyadari kalau aku menghilang.'

"Tck. Aku akan memanggil polisi pribadi untuk--"

Akashi memutar badan, dan mata kami berdua saling bertemu.

(Trak!)

iPhone yang Akashi pegang terlepas.

"(Name)...?"

'Dia terlalu terkejut sampai lupa untuk berpura-pura tidak mengenalku...' pikirku memiringkan kepalaku, kini saatnya aku yang berpura-pura.

"Aka-kun...?" panggilku sedikit heran, "Apa yang kau lakukan disini--" aku terhenti lalu menggelengkan kepalaku, "Sudah cukup, aku tidak ingin berpura-pura seperti yang kalian semua lakukan."

Ekspresi terkejut dan panik tampak samar di wajah Akashi.

"(Name)... kau--" Akashi tampak sulit berkata-kata--dan itu baru pertama kulihat untuk sosok sepertinya, "Kau ingat semuanya?"

"Hampir semua..." jawabku, "Kenapa...?"

"Kenapa?"

"Kenapa kalian semua berbohong padaku? Berbohong mengenai segalanya tentangmu! Kau seolah-olah tidak ada saat mereka semua bercerita! Apa maksud dari semuanya!?" tanyaku dengan nada yang semakin meninggi.

Akashi hanya terdiam.

"...mu."

"Eh?" ucapku baru sadar bahwa Akashi mengatakan sesuatu.

"Itu semua karena aku sangat membencimu!" bentak Akashi dengan penuh penekanan dan nada dingin.

(Deg!)

Irisku membesar, kata-kata yang keluar dari mulut Akashi membuatku tak berkutik.

"Sei, kau... membenciku?"

Ekspresi Akashi sempat berubah tapi dengan cepat kembali berganti dengan ekspresi kesalnya.

"Ya, aku sangat membencimu sampai aku tidak ingin kau mengingatmu."

(Deg!)

"Begitu... ya?"

"Ya, aku sangat membencimu sampai aku ingin membawa semua barangku dari apartemen jelek ini."

(Deg!)

Dia mengatakan benci...

...dua kali.

(Deg!)

Pandanganku menjadi buram--yang baru kusadari adalah air mataku yang hendak keluar.

"G-gomen." ucapku terisak lalu menundukkan kepalaku.

Air mata mengalir di pipiku, menuju daguku dan menetes diatas lantai.

"A-aku tidak tau apa alasan sampai kau begitu membenciku, Sei." ucapku berusaha agar tidak terisak-isak lagi, "Ta-tapi, izinkan aku untuk meminta maaf."

Aku berdiri tegak, menatap wajah Akashi sejenak lalu setelah itu aku langsung membungkuk 90 derajat.

"Gomenasai."

Aku langsung berlari keluar apartemen. Air mata membuat pandanganku menjadi buram tapi aku tak peduli.

Aku ingin segera mencari tempat sepi dan menangis sendiri.

*** Akashi's pov ***

"Aka-kun...?" panggil (Name) sedikit heran sambil memiringkan kepalanya, "Apa yang kau lakukan disini--" ucapan (Name) terhenti lalu dia menggelengkan kepalanya, "Sudah cukup, aku tidak ingin berpura-pura seperti yang kalian semua lakukan."

Aku terkejut dan panik saat mendengar ucapan (Name).

"(Name)... kau--" baru pertama kali aku kesulitan untuk berkata-kata, "Kau ingat semuanya?"

"Hampir semua..." jawabnya, "Kenapa...?"

"Kenapa?" tanyaku sedikit heran.

"Kenapa kalian semua berbohong padaku? Berbohong mengenai segalanya tentangmu! Kau seolah-olah tidak ada saat mereka semua bercerita! Apa maksud dari semuanya!?" tanya (Name).

'Aku tidak pantas diingat olehmu, (Name).' pikirku.

"Itu semua karena aku terlalu mencintaimu." jawabku tanpa sadar.

"Eh?"

"Itu semua karena aku sangat membencimu!" bentakku.

Iris (e/c) (Name) membesar.

"Sei, kau... membenciku?"

Ah...

Sudah hampir 10 bulan aku tak mendengar suara merdu (Name) memanggil namaku.

Aku sangat merindukan suara indahmu memanggil namaku, (Name).

'Tapi aku lebih pantas... untuk dilupakan olehmu, (Name).'

"Ya, aku sangat membencimu sampai aku tidak ingin kau mengingatmu." ucapku dengan penuh kekesalan.

"Begitu... ya?"

(Deg!)

(Name), kumohon jangan buat ekspresi sedih itu.

"Ya, aku sangat membencimu sampai aku ingin membawa semua barangku dari apartemen jelek ini."

Maaf, (Name)...

"G-gomen." aku mendengar (Name) dan dia sudah menundukkan kepalanya.

(Deg!)

Irisku membesar saat melihat sesuatu jatuh di atas lantai--air mata (Name).

"A-aku tidak tau apa alasan sampai kau begitu membenciku, Sei." (Name) sangat berusaha agar tidak terisak-isak, "Ta-tapi, izinkan aku untuk meminta maaf."

(Name) berdiri tegak, sejenak menatapku.

(Deg!)

(Name) menangis...

...dan aku penyebabnya.

Setelah itu (Name) langsung membungkuk 90 derajat.

"Gomenasai."

Aku tak sempat berkata-kata lagi karena (Name) langsung berlari meninggalkan apartemen ini.

"(Name)..."

'Kau tidak pernah berbuat kesalahan, jadi berhentilah meminta maaf dan bersedih.' pikirku mengacak rambutku dengan frustasi.

Ini untuk yang terbaik...

...kan?

"Terbaik apanya!?" kesalku langsung berlari mengejar (Name).

Aku tidak tau apa yang harus kulakukan jika bertemu dengan (Name) nanti, tapi yang jelas aku harus menemui (Name).

"Ah, itu dia...!" ucapku melihat rambut (h/c) yang sudah tampak.

(Deg!)

Perasaan apa ini?

(Deg!)

(Name) menyeberang tanpa melihat kanan kiri.

(Deg!)

Emperor Eyes milikku langsung aktif, dan aku melihat kejadian yang tidak ingin kulihat dua kali.

"(NAME)! AWAS!!"

(Ckiiiit!!) (Braak!)

Semua menjadi sangat lamban, aku melihat tubuh mungil (Name) ditabrak oleh sebuah mobil yang sedang melaju.

Aku tersadar saat melihat tubuh (Name) tergeletak di tepi jalan setelah ditabrak oleh mobil barusan--dan mobil itu kabur.

Aku tidak bisa bergerak.

'Semua perasaan ini terlalu familiar...'

"(Name)!!" tiba-tiba tim Teiko dan tim Rakuzan melewatiku dan mengerumuni (Name).

"Perasaan ini..." gumamku ingin menjangkau (Name), tapi tanganku tak bisa berhenti gemetaran.

"Akashi, kami akan membawa (Name) ke rumah sakit." ucap Midorima berlari sambil membawa (Name).

Merah.

--Kepalanya berdarah, begitu juga dengan kaki dan tangannya.

--Tentu saja aku tau karena aku melihat semuanya.

--Lagi.

"Apa kau mau ikut, Akashi-kun?" tanya Kuroko.

"Ah..." ucapku tersadar, "Kalian saja dulu. Aku akan segera menyusul."

"Baiklah." balas Kuroko lalu menyusul yang lain.

Setelah semua pergi dan suasana menjadi sepi, kakiku menjadi lemas dan aku terduduk.

"Ini semua... terjadi..." aku mengacak rambutku dengan frustasi, "...lagi."

*** Nijimura's pov ***

"Terjadi lagi, huh?" gumamku mencoba menahan pendarahan yang terjadi di kepala (Name).

"Pasti Akashi sangat syok," sahut Midorima fokus menyetir, "Melihat (Name) ditabrak di depan matanya, 2 kali."

"Semoga (Name) baik-baik saja." sahut Kuroko yang duduk di kursi sebelah kursi pengemudi.

"Dia baik-baik saja," sahutku melihat wajah (Name), "Dia masih bernapas, walaupun tidak dengan normal."

"Kenapa Akashi ingin memindahkan semua barangnya dari apartemen ini?" heranku, "Seingatku ini adalah apartemen favoritnya karena dia tinggal bersama (Name) disini?"

"Akashi..." ucap Midorima lalu menghela napas panjang, "Dia ingin menghilang dari kehidupan (Name), nanodayo."

"Eh?"

"Ya, dia benar-benar ingin (Name) melupakannya."

"Apa alasannya?"

"Entahlah, mungkin dia syok saat tau kalau (Name) itu hilang ingatan, nanodayo."

"Aku juga syok, kau tau." sahutku berdiri dari kursi makan, "Mau kopi?"

"Eh?"

"Aku ingin buat kopi jadi kau mau atau tidak?"

Midorima hanya mengangguk.

"Tapi mungkin Akashi lebih syok mengingat (Name) adalah orang yang sangat ia sayangi." ucapku.

"Mungkin saja..."

"Tapi aku tetap tidak mengerti kenapa dia ingin menghilang dari kehidupan (Name)." komentarku, "Ingatan (Name) itu didominasi oleh kenangannya dengan Akashi..."

"Apa mungkin... dia masih menyalahkan dirinya sendiri, nanodayo."

"Huh?" aku menoleh ke Midorima, "Apa maksudmu?"

"Akashi.. dia melihat (Name) ditabrak oleh mobil... secara langsung."

"La-langsung?"

"Ya, dia sangat syok sampai tak bisa bergerak, nanodayo." jelas Midorima, "Beruntung saat itu aku akan mengunjungi (Name), dan saat melihat (Name) sudah tergeletak, aku langsung bertindak, nanodayo."

"Begitu, ya?" tanyaku lalu memberikan kopi Midorima.

Setelah itu kmi berdua membicarakan apapun yang berhubungan dengan bola basket sampai (Name) memasuki ruang dapur dengan memakai pakaian yang... er...

--Bisa dibilang dia memakai pakaian yang membuat kami berdua hampir tersedak oleh kopi yang sedang kami minum.

"Apa kondisi (Name) saat itu sama seperti ini?" tanyaku.

"Lebih parah, menurutku." sahut Kuroko.

"Kita sudah sampai." ucap Midorima menghentikan mobilnya, "Shuuzo-san, tolong segera dibawa ke ICU!"

"Oke!"

*** Akashi's pov ***

Aku baru saja sampai di rumah sakit, dan melihat yang lain sudah menunggu di depan ruang operasi.

'Perasaan ini...'

"Akashi-kun." Kuroko adalah orang pertama yang menyadari kedatanganku.

"Apa kau tidak apa-apa, Sei-chan?" tanya Mibuchi.

Aku hanya mengangguk pelan lalu melihat Nijimura.

--Pakaiannya penuh darah.

"Shuuzo-san, pakaianmu..." ucapku mendekatinya.

"Oh, ini darah (Name)."

(Deg!)

"Begitu... ya?"

Aku memutar badanku lalu berjalan pulang.

"Akashi-kun?" panggil mereka padaku.

"Kau sudah mau pulang?" tanya Mayuzumi.

"Ya," jawabku mengangguk.

'Aku tak tahan berada disini lebih lama lagi.'

"Kalau begitu, aku serahkan (Name) pada kalian, ya?"

Aku dapat menebak ekspresi syok terpasang pada mereka semua.

"Akashi-kun..." aku berhenti saat mendengar Momoi memanggil namaku.

Aku hanya melirik mereka.

"Ada apa?"

"Kami tidak tau apa yang Akashicchi pikirkan-ssu..." ucap Kise.

"Tapi jangan beranggapan kalau ini salahmu." sahut Aomine.

Aku kembali menghadap ke depan lalu melambaikan tanganku.

"Jangan pikirkan aku, pikirkan diri kalian dan keadaan (Name)."

Tanpa menunggu respons mereka lagi, aku berjalan meninggalkan mereka semua.

*** Nijimura's pov ***

Kami semua hanya menatap kepergian Akashi.

"Apa Akashi-kun akan baik-baik saja?" tanya Momoi khawatir.

"Jangan khawatir! Dia adalah Akashi!" sahut Hayama.

Pintu ruang operasi terbuka, dan keluarlah Midorima dengan seragam operasi. Dia membuka maskernya lalu menghadap ke arah kami semua.

"Ah, apa Akashi belum datang?" tanya Midorima sedikit heran.

"Dia sudah datang." jawab Kuroko.

"Tapi dia sudah pulang. Dia hanya sebentar disini." sahut Momoi.

"Ah, begitu ya?" gumam Midorima.

"Bagaimana dengan keadaan (Name)?" tanya Mayuzumi.

"Oh, dia selamat."

Kami semua menghela napas lega.

"(Name) berhasil melewati masa kritisnya, nanodayo." sambung Midorima lalu raut wajahnya berubah.

"Ada apa, Midorima-kun?"

"Ada masalah, nanodayo."

Suasana menjadi sunyi dan tegang.

"Masalah... apa?" tanya Nebuya.

"Kita tidak tau kapan (Name) akan sadar," lalu Midorima menghela napas, "Lagi."

"Bagaimana... kita memberitahu Akashi mengenai ini?" tanya Aomine.

"Cepat atau lambat dia akan mengetahuinya." jawab Midorima, "Semua tergantung cepat atau lamanya (Name) sadar dari koma keduanya ini."

"Eh? Apa maksudmu, Midorimacchi?" heran Kise.

"Semakin cepat (Name) tersadar, maka kemungkinan Akashi mengetahui berita (Name) jatuh koma itu semakin kecil. Semakin lama (Name) tersadar, maka kemungkinan Akashi mengetahui berita ini semakin besar." jelas Midorima.

"Jadi, semua tergantung pada (Nickname)chin lagi, huh?" gumam Murasakibara.

"Semoga (Name) cepat sadar..." ucap Momoi.

'Aku penasaran seberapa lama lagi (Name) akan sadar.'

*** Akashi's pov ***

(Drip! Drip!)

Saat aku keluar dari rumah sakit, hujan mulai turun.

(Drip! Drip! Zraaash!!)

Hujan langsung turun dengan derasnya.

"Bukan salahku, eh?" gumamku saat merasakan tetes hujan membasahi tubuhku.

'Ironis sekali...' pikirku tersenyum masam.

"Ditabrak oleh mobil, di depan kawasan apartemen kami... dan lari dariku..." gumamku.

'Semua terjadi lagi...'

Aku memegang bagian depan dadaku.

"Dan kalian mengatakan bahwa ini bukan salahku?"

...

...

...

...

...

"Jangan bercanda."

***

Saia kembali~ :v

Double update sebagai permohonan maaf karena jarang update.

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro