Part 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Perasaan yang kembali"

*** Reader's pov ***

Aku berada di ruang kosong...

...lagi.

"Ingatan yang mana lagi..." heranku, "Apa mungkin ingatan setelah lulus SMA?"

Aku langsung berjalan menuju pintu yang berada tak jauh dariku.

(Cklek!)

Aku langsung dihadapkan oleh apartemenku.

"Aka-kun~" panggil suara yang tak lain dan tak bukan adalah suaraku.

Aku melihat diriku sedang berdiri di belakang Akashi yang sedang bermain shogi di kamarnya.

"(Name), berhenti memanggilku dengan nama itu." ucap Akashi sedikit melirik ke belakang.

"Tapi aku--"

"Atau kau akan kuhukum."

"Eeeh...?" lalu diriku menghela napas panjang, "Lupakan itu, kau mau makan apa, Sei?"

Dari sini aku dapat melihat senyum kecil terukir di wajah Akashi.

"Seperti biasa."

"Kau tidak pernah bosan dengan sup miso, eh?"

"Tidak jika itu buatanmu." pipi diriku merona seketika.

(Blush...)

Entah kenapa pipiku ikut-ikutan merona akibat ucapan Akashi.

"Ka-kalau begitu akan segera kubuatkan!" ucap diriku hendak terburu-buru keluar, tapi tanganku ditahan oleh Akashi.

Diriku menoleh dengan perlahan lalu memiringkan kepala.

"Kau akan jadi istri yang baik, (Name). Kurasa marga yang pantas untukmu selain (Surname) hanyalah Akashi."

"Whaaaa!!" aku dapat melihat asap yang mengepul di atas kepala diriku, "A-apa barusan ka-kau melamarku!?"

"Anggap saja begitu."

Dengan cepat diriku melepas pegangan Akashi lalu berlari keluar kamar Akashi.

"SeijuurAHO!"

(Deg! Deg! Deg!)

'U-uah... membayangkan Sei melamarku itu... membuat detak jantungku meningkat...' pikirku memegang bagian yang dimaksud.

Latar berganti, kali ini aku mengingat ingatan ini: ingatan dimana kakiku terkilir karena bermain basket dan hal seru lainnya.

(Deg! Deg! Deg!)

'Lagi-lagi jantungku begini saat melihat Sei kembali melamarku...' pikirku

"Hei, Shintarou..." panggil diriku saat melihat Midorima sedang menyuntik diriku.

--Sepertinya Midorima sedang melakukan pengecekan darah.

--Dan sepertinya diriku tidak menyukainya, haha...

"Apa, nanodayo?" tanya Midorima selesai mengambil beberapa mili liter darahku.

"Apa pendapatmu mengenai pertunanganku dengan Shuuzo dan hubunganku dengan Sei?" tanya diriku mengambil kapas yang sudah diberi alkohol lalu menempelkannya pada lengan kanan--tempat suntik tadi mendarat.

"Menurut Oha Asa--"

"Jangan bawa Oha Asa, Shintarou. Aku hanya ingin tau pendapatmu." gumamku bersandar pada sofa yang sedang kami duduki.

"Pendapatku?" heran Midorima yang sedang memasukkan sampel darahku ke berbagai kertas tes, "Aku mendukung keduanya, tegantung lagi kau bahagia dengan siapa, nanodayo."

Hening 3 detik.

"Tapi aku bahagia bersama mereka berdua..." gumam diriku memasang ekspresi sedih nan polos.

"Bahagia dalam artian bahagia bersama sebagai pasangan hidup, nanodayo."

"Waw, sejak kapan kau begitu ahli dalam hal seperti ini, Shintarou?" tanya diriku melempar kapas yang kupegang tadi ke dalam tong sampah yang cukup jauh dari sofa--

--Dan masuk dengan sempurna, seperti biasa.

"Aku sudah menikah, (Name)."

"Hehe~ Aku penasaran kenapa Ame-chan mau bersama laki-laki hijau dan tsundere sepertimu."

"Hei, aku tidak tsundere, nanodayo."

"Tidak ada orang tsundere yang mengaku dirinya tsundere, nanodayo." ejekku menjulurkan lidah pada Midorima.

"Lupakan itu. Jika kau ingin bersama Akashi, kurasa nenek bisa membantu, nanodayo."

"Eeeh? Nenek yang mana?"

"Tentu saja nenek yang tinggal di Akita, nanodayo."

"Ah, memangnya kenapa kau bisa mengatakan kalau nenek bisa membantu?"

"Kekuasaan tertinggi perusahaan keluargamu sebenarnya adalah nenek, kan? Pendiri perusahaan (Surname). Kau mungkin bisa membatalkan pertunanganmu dengan Nijimura-senpai jika nenek menyetujui hubunganmu dengan Akashi."

"Aah, tapi Akita sangat jauuh~"

"Walaupun jauh, kunjungilah bersama Akashi saat tahun baru nanti, nanodayo."

"Mhm, ide yang bagus. Baiklah, akan kuajak Sei~" ucap diriku berdiri dengan semangat.

"Dan seperti biasa, kau sehat-sehat saja, (Name)."

"Aku heran kenapa kau mau melakukan pengecekan membosankan ini setiap bulan?"

"Perintah ayahmu dan ayahku, nanodayo."

Ingatan dipercepat dan sepertinya ada yang aneh. Dalam ingatan itu...

...jarak antara aku dan Akashi semakin membesar.

'Sei semakin sibuk dengan perusahaan keluarganya...'

"Sei?" panggil diriku memasuki ruang kerja Akashi di perusahaannya.

Akashi sedang sibuk mengerjakan semua kertas-kertas miliknya. Jam menunjukkan pukul 11, dan suasana di luar jendela terlihat pemandangan perkotaan yang malam nan indah.

--Yang mengartikan sekarang sudah pukul 11 malam.

"Hm?" balasnya tanpa menoleh padaku.

"A-apa kau ada waktu luang saat tahun baru nanti?"

"Aku ada rapat penting saat itu."

"Ta-tapi aku ingin memperkenalkan nenek yang sedang tinggal di Akita jadi rencananya aku ingin mengajakmu ke Aki--"

"Aku sibuk. Kau tidak dengar?"

"Tapi kalau kau berkenalan dengan nenekku maka ada--"

(Braak!)

"Apa kau tidak mendengarku!? Aku sibuk!"

Akashi menggebrak mejanya, dan suasana menjadi sunyi.

Diriku yang sedang berdiri di depan meja kerja Akashi hanya bisa tersentak kaget saat melihat reaksi Akashi. Tapi kulihat kedua tangannya mengepal.

Tanpa diduga-duga diriku mengambil salah satu berkas yang berada di atas meja kerja Akashi dan berlari keluar ruangan.

"Tu--"

(Cklek!)

Tapi sayang diriku sudah berlari keluar sambil membawa berkas yang dibawanya.

'Tunggu... aku merasa familiar dengan ingatan ini...' dan aku merasa tak nyaman dengan firasat ini.

Diriku itu hanya berlari lalu memasuki lift dan langsung menekan tombol tutup. Entah beruntung atau tidak, pintu tertutup saat Akashi masih jauh dari lift.

Waktu berjalan cepat, dan aku sudah melihat dimana diriku sedang dikejar Akashi di luar perusahaan keluarga Akashi.

'Aku kagum diriku yang bisa berlari dengan menggunakan heels itu...' pikirku melihat penampilan diriku.

Pakaian layaknya wanita kantoran dengan heels yang... tinggi pastinya.

(Drap! Drap! Drap!)

"(Name)! Kembalikan folder itu!!" teriak Akashi yang berada cukup jauh dari diriku.

"Tidak!" balas diriku masih berlari.

"(Name)! Berhenti sekarang atau kau akan menyesal!!"

"Aku tidak pernah menyesal!!"

Lalu diriku menyebrangi jalan dan disaat itu aku melihat ekspresi ketakutan terpasang jelas di wajah Akashi.

(Ckiit!!)

"(Name)! Awas--"

"Haaah!!" aku langsung membuka mataku dan terduduk--

--Tapi rasa sakit luar biasa dan cahaya yang sangat terang membuatku kembali tertidur dan menutup mataku.

'I-itte...'

'Tubuhku sakit semua...' pikirku

(Beep! Beep! Beep!)

Tunggu, suara... familiar apa itu?

(Beep! Beep! Beep!)

Aku pernah mendengar suara ini...

(Beep! Beep! Beep!)

Perlahan aku membuka mataku, dan lagi-lagi aku melihat cahaya yang sangat terang tapi aku mulai menyesuaikan intesitas cahaya yang masuk.

Ah... Aku berada di rumah sakit.

--Lagi...

Perlahan diriku bangkit dari kasur dan melihat ke sekelilingku.

--Tidak ada siapapun.

Walaupun jujur saja, aku mengharapkan Akashi berada di sebelahku--tertidur--seperti biasa.

'Semakin aku memikirkan dirinya, semakin aku merindukannya...'

'Apa aku jatuh cinta pada Sei... lagi?'

"Ah," dan aku baru sadar bahwa sebuah alat bantu pernapasan terpasang di mulutku.

(Cklek!)

"(Na--"

Semua langsung terhenti, aku melihat sosok yang memasuki ruangan ini.

--Akashi Seijuuro.

Kami berdua saling pandang.

(Deg! Deg! Deg!)

Detak jantungku... meningkat.

"S-Sei?" panggilku lega dapat bertemu dengannya.

Diluar dugaan Akashi memutar tubuhnya dan keluar ruangan.

(Blam!)

"Tu-tunggu dulu, Sei!" ucapku panik lalu melepaskan semua kabel dan alat lainnya yang menempel di tubuhku.

Sakit, itu yang kurasakan tapi aku tidak peduli.

'Aku... harus mengejar Sei!' pikirku berjalan dengan berpegangan, menuju pintu keluar.

(Cklek!)

"S-Sei..." gumamku melihat koridor rumah sakit.

Dan aku melihat Akashi!

"S-Sei!!" panggilku sekuat tenaga dan berusaha mengejarnya, tapi Akashi tetap berjalan.

Tiba-tiba kenyataan terpintas di dalam kepalaku.

--Akashi membenciku.

(Bruuk!!)

Saat menyadari itu, kakiku langsung menyerah dan aku terjatuh.

'Benar... Sei membenciku... dan aku tidak tau alasannya...'

Pandanganku menjadi buram dan aku tau alasannya: Air mataku.

--Aku menangis.

"Apa..." ucapku mengangkat kepalaku.

Akashi sudah berhenti dan dia melirik ke arahku.

"Apa... salahku hingga kau membenciku, Sei?"

Jeda 10 detik.

"Padahal aku men--"

"DIAM!"

Irisku membesar saat mendengar Akashi membentakku, lagi.

"Perempuan sepertimu tidak berhak mengetahui alasannya."

(Deg!)

'Apa Sei sangat membenciku sampai tidak ingin memberitahu kesalahanku?'

Lalu Akashi kembali berjalan.

'Tidak.'

Aku mengigit bagian bawah bibirku lalu menarik napas panjang.

"AKU MENCINTAIMU, SEI."

Akashi menoleh padaku sepenuhnya, dan ekspresi terkejut terlukis nyata di wajahnya.

"A-aku tidak berhak mengatakan itu. Ta-tapi aku akan tetap mengatakannya: aku mencintaimu, Akashi Seijuuro--"

"Tapi sayang aku membencimu."

(Deg!)

Lalu dia kembali berjalan.

'Ah... sungguh menyakitkan...' pikirku menunduk.

(Drip!)

1 tetes air mata menyentuh lantai, disusul oleh yang lainnya.

"Hiks... Hiks..."

"(Name)!?" saat mengenal suara itu, aku spontan mengusap kedua mataku.

Aku mendengar suara sepatu yang berpadu dengan lantai rumah sakit.

"(Name), ada apa?" aku merasakan kedua bahuku dipegang.

Aku mengangkat kepalaku dan...

"Shuuzo?"

"Kau membuatku khawatir! Barusan aku memasuki kamarmu dan--Tunggu, apa kau habis menangis?" tanya Nijimura mengangkat kepalaku lalu mengusap pelan mata kananku.

"Mataku sedikit berair saat aku bangun--"

"Aku tau kau berbohong, (Name)."

'Apa seburuk itu aku berbohong?'

"Aku tau saat kau berbohong, bukan karena kau buruk dalam berbohong--jika kau ingin tau kenapa aku bisa tau kalau kau berbohong." ucap Nijimura lalu mengangkatku seperti tuan putri.

Lalu dia membawaku kembali ke ruanganku dan meletakkanku di atas kasur.

"Berapa..."

"Huh?" Nijimura menoleh ke arahku dengan heran.

"Berapa lama aku koma?" tanyaku menoleh ke arah jendela, dimana hari sudah malam dan kota terlihat indah.

Suasana menjadi sunyi.

"...10..."

"10?" heranku, "A-aah, 10 hari? 10 minggu? 10 bulan? Atau 10 tahu--"

"...jam."

"Huh?"

"Baru 10 jam."

"Eeeh!?"

"Ya, sekarang sudah jam 8 malam."

(Cklek!)

"(Name)!? Kau sudah sadar!?" seketika ruanganku dipenuhi oleh teman-teman.

"Sebelum kalian membuat rumah sakit mengusir kalian dari ruangan ini, sebaiknya kalian diam, nanodayo." ucap Midorima mendekatiku, "Dasar bodoh." lalu sebuah clip broad mendarat ke kepalaku.

"I-itte..." rintihku memegang kepalaku yang dipukul.

"Jangan kabur dari ruanganmu, nanodayo." marah Midorima, "Kau baru tersadar dari koma--walupun hanya 10 jam."

"Tapi--" aku terhenti saat teringat kejadian tadi.

"Tapi sayang aku membencimu."  

"--Maaf..." gumamku menunduk.

Kudengar Midorima menghela napas lalu aku merasa sebuah tangan mengelus kepalaku.

"Setidaknya kau menyesal telah melakukannya, nanodayo." ucap Midorima, "Untuk yang lain, silahkan keluar karena (Name) perlu istirahat."

Aku mendengar respon kecewa dari mereka, sampai kembali kudengar Midorima marah dan mengusir mereka. Akhirnya mereka satu per satu keluar.

"Midorima, aku ingin bicara empat mata dengan (Name). Bisakah kau beri kami waktu?" tanya Nijimura pada Midorima.

"Eh?" kagetku lalu menoleh pada Nijimura.

"Baiklah," ucap Midorima mengangguk, "Tapi, buat sesingkat mungkin karena (Name) baru saja sadar dan dia perlu istirahat."

"Oke."

"Kalau begitu aku permisi, nanodayo."

(Cklek!) (Blam!)

Suasana menjadi sunyi.

"Kenapa kau tadi menangis?" tanya Nijimura menoleh padaku.

Aku kembali menunduk lalu mengigit bagian bawah bibirku.

'Kuberitahu... atau tidak?'

"Shuuzo." panggilku masih menunduk.

"Hm?"

"Jika kau bertunangan denganku, apa kau mau menikahiku... atau tidak?"

'Tentu saja yang tau kalau ingatanku sudah kembali hanya Sei...'

Suasana menjadi sunyi...

"Ke-kenapa kau bertanya seperti itu, (Name)?" aku mengangkat kepalaku dan menoleh pada Nijimura.

Wajahnya merah sekali...

"Aku hanya ingin tau..." gumamku menoleh ke arah lain--mencoba untuk menahan senyumku.

--Dia imut sekali!!

"...bagaimana denganmu?"

Aku kembali menoleh pada Nijimura, lalu mendengus kesal.

"Jangan mengalihkan pertanyaan yang belum dijawab padaku."

Nijimura menunduk lalu memainkan jari tangannya.

'Seperti anak perempuan saja...' pikirku tersenyum melihat tingkah Nijimura.

"...jika aku bertunangan denganmu, tentu saja aku mau menikahimu--"

"Eh?"

"--maksudku! Aku oke-oke saja denganmu karena kita ini sahabat dekat. Menurutku, untuk menumbuhkan rasa cinta antara sahabat itu mudah karena kita sudah nyaman satu sama lain." jelas Nijimura gelagapan.

"...begitu ya?"

"Ta-tapi bukannya kau ada perasaan khusus pada seseorang...?"

Spontan saja Akashi terlintas di dalam kepalaku.

(Deg!)

Aku memiringkan kepalaku.

"Siapa?"

"E-eeh? Tidak ada ya?" kaget Nijimura.

Aku melirik ke arah lain, "Shuuzo..."

"Huh?"

"Aku lelah..."

"Tapi kita belum selesai--"

"A-aku tidak  bisa memberitahumu sekarang..." gumamku, "Jadi--"

"Kau pasti memberitahuku, kan?"

Aku hanya menatap Nijimura lalu mengangguk pelan.

"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu." Nijimura berdiri dari kursi lalu mengusap kepalaku, "Tidur yang nenyak (Name)." dan Nijimura keluar dari ruangan ini.

(Cklek!) (Blam!)

--Akhirnya aku sendiri di ruangan ini.

(Drip!)

Aku memeluk kedua lututku, membiarkan air mata yang mengalir dengan derasnya.

'Sei...'

'Kenapa...'

'Apa salahku padamu?'

***

Oke, gimana pendapat kalian tentang chapter ini?

Dan saya masuk sebagai istrinya si wortel (͡° ͜ʖ ͡°) *ditabok*

Entah kenapa, ini ceritanya makin lama tamatnya. Padahal rencananya tamat di chapter 15, tapi sepertinya akan tamat di chapter 20an 。゚(゚´Д`゚)゚。

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro