Hidden Lost City

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: _Shalsafira_ (Fantasy) & allth_ (Fantasy)

Buku tua itu kembali melegenda. Seorang manusia membawa kisahnya ke tanah para peri. Tentang peradaban modern manusia yang hilang dalam sekejap. Konon karena sifat congak para penduduknya kota itu berakhir ditenggelamkan oleh Dewa, untuk dijadikan pelajaran bagi generasi berikutnya. Elving tak pernah tertarik pada kisah legenda. Namun buku tersebut dtulis dan dituturkan oleh Filsuf dan cendekiawan ternama pada saat itu, menarik perhatian Elving. Timaeus dan Critias karya Filsuf termahsyur, plato, murid Socrates dan Aristoteles. Buku yang menceritakan legenda kota Atlantis yang hilang dan telah lama dicari serta diteliti oleh umat manusia, tetapi mereka tak pernah mendapatkan jawaban tentang itu.

Usai berhari-hari menerjemahkan isi buku tersebut kedalam bahasa Elvish, Elving kelelahan dan refleks merebahkan kepalanya di atas naskah-naskah terjemahan. Kala Elving bangun, peri itu sontak terlonjak, mendapati kenyataan jika ia terbangun di kamar asing, bukan kamar empunya yang penuh dengan tumbuhan dan alat penelitian. Elving memutuskan untuk berkeliling kamar tersebut. Dia menemukan peta dan buku kuno. Namun bahasanya tak asing, mirip seperti bahasa dari buku Timaeus dan Critias yang diterjemahkannya.

Jangan-jangan ...

Tiba-tiba pintu kayu berderit. Sosok  pria paruh baya berperawakan jangkung mengenakan kain berwarna peach yang menjuntai dari pundak hingga kaki. Peri dan pria itu sama sama terkejut.

Pria paruh baya bersurai dan berjenggot putih tersebut buru-buru menodongkan tongkat kayu kearah Elving. " katakan siapa dirimu? Pencuri?" Ujarnya dalam bahasa asing. Namun Elving sedikit paham dengan apa yang orang tua itu katakan.

Keringat dingin membasahi tubuh Elving. "Bu-bukan tuan, A-aku seorang penerjemah," kata Elving suaranya bergetar dan tentu tata bahasa yang ia ucapakan berantakan.

"Oh jadi kau orang yang hendak menjadi muridku heh? Atau penggemar berat orang tua ini sampai berani masuk tanpa izin ke rumahku!? Katakan siapa orang tuamu!?" ucapnya dengan suara naik satu oktaf. Dia naik pitam, semakin mendekatkan tongkat kayu tersebut ke dagu Elving.

Elving hanya bisa mengangkat tangannya pasrah.

"Jawab nak! Atau akan kulaporkan kau pada petugas sebagai pencuri!"

Sontak Elving ketar ketir--ketakutan. "Ampun tuan, saya akan melakukan apa saja tapi jangan laporkan saya pada petugas." Elving bersujud pada kaki pria tua itu.

Merasa iba dia meminta Elving berdiri. Dia menyerahkan kertas prekamen pada peri itu. "Baiklah, katanya kau pemerjemah bukan? Bisa bantu aku menerjemahkan simbol ini dalam bahasa yunani? Aku berjanji akan menjaga keselamatanmu."

Elving mengangguk setuju. Pria tersebut mengulurkan tangan dan langsung dijabat oleh Elving sebagai tanda sepakat. Itu adalah simbol yang didapatkannya dari cicit pendeta kuil Dewa Neith di Mesir. Simbol yang akan memberitahu lokasi sebuah kota hilang dan tenggelam di dasar laut. Dugaannya, mungkin leluhur pendeta kuil Dewa Neith bukan berasal dari mesir, melainkan penduduk Atlantis yang berhasil selamat dari insiden ribuan tahun lalu.

"Selamat berguru dengan Plato nak."

Elving terperanjat. "Plato?"

"Kau menerjemahkan kedua bukuku, namun tak menganali wajahku?" tanya Plato.

"Kau Plato sang penulis? sungguh beruntung karena bertemu denganmu. Boleh aku mendengar langsung darimu tentang Atlantis?" Elving memulai pembicaraan mengenai kebenaran tentang adanya Atlantis.

"Tak banyak yang ku ketahui tentang Atlantis, aku mendengar cerita turun-temurun dari Critias. Sebuah pulau legendaris yang konon peradabannya sangat maju, kota-kotanya dibangun dengan pelabuhan dan kuil yang nampak indah. Bahkan seluruh bangunannya dikelilingi dinding emas dan dihiasi oleh banyak patung dari emas. Pada pusat kotanya terdapat kuil Poseidon," jelas Plato.

"Kuil Poseidon? kau menceritakan tentang Poseidon yang jatuh cinta akan seorang gadis Atlantis pada catatanmu Critias, bagaimana itu?" Elving kembali melontarkan pertanyaan.

"Ya, Poseidon yang terpesona akan Cleito, gadis asli pulau Atlantis. Mereka menghasilkan lima pasang anak kembar, atau lebih tepatnya sepuluh anak. Lalu dewa Poseidon membagi Atlantis menjadi sepuluh bagian, Atlas anak pertama mereka ialah pemimpin pertama Atlantis dan diikuti oleh seluruh adiknya menjadi bawahannya," Plato melanjutkan penjelasannya.

Elving terlihat mendengarkan dengan seksama penjelasan itu, walau ia sudah mengetahui semua itu dalam buku yang ia terjemahkan.

"Apakah Atlantis berasal dari nama anak pertama mereka, Atlas?"

"Tentu saja iya, karena semenjak Atlas memegang kekuasaan, Atlantis mengalami kemajuan yang sangat pesat. Namun itu tak berlangsung lama, rakyat Atlantis yang melihat kemajuan bangsanya merasa sombong dan rasa ingin menguasai bangsa lainpun mulai muncul, mereka mulai menjajah bangsa lain. Dan tentu saja itu terdengar oleh dewa Zeus, pada akhirnya dewa Zeus membuat kaum Atlantis kalah dalam peperangan melawan kaum Athena. Dan kemudian dewa Zeus menggenggamkan Atlantis pada dasar laut," Plato mengakhiri penjelasannya.

"Itu adalah cerita paling menakjubkan yang pernah ku dengar, baiklah sekarang dimana letak Atlantis itu?" Elving kembali mengingat tujuan utamanya untuk mengetahui tempat Atlantis yang sesungguhnya.

"Menurut pendapatku, Atlantis terletak pada luar pilar-pilar Hercules atau yang kini disebut selat Gibraltar." Kalimat Plato tersebut adalah yang terakhir ia dengar sebelum bunyi alarm pada jam wekernya berdering membuat Elving terbangun dari mimpinya.

"Apa yang ia katakan itu benar adanya?" gumam Elving seraya memilin beberapa kertas hasil terjemahannya. Kenapa mimpinya berakhir pada kalimat itu, bahkan ia belum sempat mengucapkan terima kasih padanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro