Perfect Secret

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: ichaaurahmaa (Romance) & sid_safta (Historical Fiction)

Dhena meletakkan cangkir berisi kopi panas di atas meja sebelum menghempaskan bokong ke bantalan sofa. Tangan kanannya mengambil remote dan menyalakan TV. Ia ingin mengetahui ada berita apa yang disajikan sore yang cukup mendung ini.

“Kopi buat aku mana?” tanya Rico, sang suami.

Dhena tersenyum. “Tuh, kopi spesial buat kamu. Minta kopi lagi. Nanti mau lembur, Sayang?”

Rico tersenyum lalu ikut menjatuhkan diri di sofa bersama sang istri. Tak lupa, diciumnya pipi perempuan itu berkali-kali, hingga Dhena tertawa.

“Iya, baru banyak kasus. Maaf ya, akhir-akhir ini aku sibuk,” ujar Rico seraya mengusap kepala Dhena.

“No problem. Aku paham, kok. Pengacara kayak kamu tuh sibuknya minta ampun.”

Rico gemas melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Dhena. Sontak, dipeluknya tubuh sang istri erat-erat, hingga Dhena nyaris tak bisa bernapas.

“Aku mau lihat berita. Kamu ganggu, ih!” protes Dhena setelah pelukan mereka terlepas.

“Berita apa? Nggak ada yang bagus.”

Dhena berdecak. “Kamu tuh jadi pengacara tapi nggak suka lihat berita. Padahal kasus-kasus yang kamu tangani sering muncul jadi headline.”

“Siang ini, Tim SAR berhasil mengangkat sebuah mobil SUV yang tenggelam di Danau Cito. Korban bernama Verina Almira. Identitas korban diketahui berdasarkan—“

Obrolan mereka terhenti begitu saja saat mendengar berita yang cukup mengejutkan. Tubuh Dhena sontak bergetar hebat. Kedua matanya berkaca-kaca. Verina Almira? Meninggal karena mobilnya tergelincir ke danau? Tidak. Tidak mungkin Verina Almira yang dimaksud oleh pembawa berita itu adalah ….

“Sayang … Verina bukannya temen kamu? Kamu habis ketemu dia kan, kemarin malem?” tanya Rico.

“Pak, Bu, ada tamu,” kata Ningsih, asisten rumah tangga mereka.

Dhena segera berpura-pura untuk tidak terlihat gugup. Ia takut, Ningsih akan mengira dirinya sedang bertengkar dengan Rico. Perempuan itu segera menegakkan punggung. “Tamu? Siapa, Mbak?”

Ningsih terlihat bingung untuk menjawab. “Anu, Bu … itu … katanya dari kepolisian ….”

Belum sempat Dhena menjawab, suara beberapa langkah kaki terdengar mendekat. Dhena menoleh, dilihatnya beberapa anggota kepolisian berdiri di sana.

“Selamat pagi, Bapak Rico, Ibu Dhena. Mohon maaf, telah menganggu waktunya. Kami membawa surat perintah untuk membawa Ibu Dhena menuju kantor polisi untuk pemeriksaan terkait kematian saudari Verina Almira.”

Dhena tidak bisa berbuat apa-apa saat polisi itu membawanya keluar dari rumah. Entah, ia tidak mengerti keadaan yang dihadapinya saat ini.

“Tunggu!” seru Rico seraya berlari menyusul dari dalam rumah. Napas laki-laki itu memburu. Ditatapnya Dhena yang terlihat bingung dan pasrah. “Saya akan menjadi pengacara Dhena Wijaya, mendampinginya dalam kasus ini.”

"Izinkan saya berbicara dengan istri saya terlebih dulu sebelum memulai penyelidikan, Pak." Suara Rico terdengar memohon dan bergetar. Kedatangan pihak berwajib yang mendadak, bagai petir dalam indahnya rumah tangga mereka.

Verina Almira yang ditemukan tewas dengan mengenaskan, diduga sebagai korban pembunuhan berencana. Sampai saat ini, bahkan laporan proses autopsi mayat belum juga keluar. Dan, Rico masih memutar otaknya, mencoba merangkai kejadian beberapa hari terakhir mengenai sang istri juga saat kemarin sang istri yang memang meminta izin untuk bertemu dengan Verina.

Di dalam ruangan yang sempit, Rico duduk berhadapan dengan Dhena--yang wajahnya tampak kusut.

"Setelah bertemu dengan Verina, apa benar kamu tidak ke mana-mana lagi?" tanya Rico berusaha melembutkan suaranya.

Mata Dhena terlihat berkaca-kaca mendengar pertanyaan suaminya. Dia merasa dituduh. "Kalau kamu memang meragukan semua keteranganku, lebih baik kamu carikab pengacara lain saja."

"Dhena---"

Kepala Dhena tertunduk, sedetik kemudian bahunya bergetar hebat diiringi dengan suara isak tangis. "Kamu sudah mengecek linimasa ponselku, dan sudah terlihat jelas aku ke mana saja seharian kemarin. Verina mengatakan bahwa dia hendak bertemu seseorang yang disukainya, dan aku sama sekali tidak tertarik untuk bertanya."

Alis tebal Rico sedikit bergerak mendengar penuturan Dhena. "Dia bilang mau bertemu dengan seseorang?"

"Iya, seseorang yang disukainya sejak lama, bahkan ternyata Verina sering memberikan hadiah-hadiah untuk orang itu, kamu mau tahu apa hadiahnya?" kali ini suara Dhena terdengar dingin, pandangannya datar dan lurus terarah pada Rico.

"Sepatu," ucap Dhena. "Sepatu merek YKS yang kebetulan berwarna sama dengan yang aku belikan untukmu, suamiku. Apa jangan-jangan yang terakhir bertemu dengan Verina adalah kamu, dan sedang ketakutan bahwa Verina yang jatuh cinta padamu, berusaha menarik perhatianmu, tapi juga ternyata Verina tahu dan memiliki informasi mengenai kasus suap PT Sawit Sakit yang melibatkan kamu sebagai LO di sana?"

Rico menelan ludah dengan susah payah. Ia tidak menduga bahwa Dhena tahu sangat banyak. Seringai yang terbit di bibirnya bahkan mampu membuat Rico mematung dan berkeringat dingin.

"Ayo, kita kerja sama suamiku," ucap Dhena diakhiri dengan senyum tipis nan dingin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro