Remerouz

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: Dhikayo (Science Fiction) & A_Ogies (Romance)

“Explosion!”

Ledakan besar mengguncang tanah lapang di belakang Akademi Sihir Mozderouz. Ratusan siswa berdiri berjajar, masing-masing kini tengah mempertahankan perisai sihir demi memblokir ledakan sebelumnya.

Admira Yusa ragu-ragu memegang tongkat sihirnya. Gadis berkacamata itu berjalan kikuk. Tatapan semua orang seakan seperti mata pisau yang mengarah padanya sewaktu-waktu. Ia memberanikan diri, membiarkan rambut merahnya berkibar sebagai lambang kebesarannya dari klan penyihir hebat, Spheranz.

Siswa laki-laki yang barusan merapal mantra ledakan bak letupan gunung itu balik kanan. Matanya secara intens bertemu tatap dengan Yusa. Pria dengan topi penyihir itu tertawa kecil, lalu berbisik saat keduanya berpapasan. “Kau penyihir bodoh ... semoga berhasil. Jangan permalukan nama besar keluargamu.”

Langkah Yusa berhenti. Jantungnya berdetak tak karuan. Seluruh rasa takutnya kini membuncah sudah—tak tertahankan. Ia berbalik. Punggung laki-laki tadi tampak seperti monster mengerikan yang belum pernah dilihatnya. Yusa gemetar hebat. Lututnya tak mampu menahan beban tubuh. Ia terduduk di tanah. Tatapan siswa lain bak ancaman malaikat maut di matanya kini.

Yusa bangkit tertatih-tatih. Ia berpikir bahwa ini bukan lagi ajang unjuk bakat di akademi, melainkan ulah Black Spectrum—organisai penyihir jahat yang mengincar nyawanya. Gadis itu menatap tajam pada semua monster di hadapannya.

“Jangan menggangguku!” teriaknya. “Kuhancurkan kalian semua.”

Melihat Yusa bertingkah tak wajar, semua siswa beserta pengajar tampak keheranan. Salah satu pengajar senior yang berwibawa berusaha mendekati Yusa. Ia menarik tangan gadis itu, namun seketika saja tubuh tingginya lenyap bagai debu.

Seketika itulah Akademi Sihir Mozderouz dilanda kepanikan. Semua orang mulai melarikan diri, sementara lainnya berusaha keras untuk menyegel kekuatan kegelapan luar biasa dari tubuh Yusa.

“Jiiwa nan tenang bak pusaka nirmala, menjelmalah bagai halilintar, kacaukan nirwana, hancurkan bentala, musnahkan iblis-iblis dunia bawah. Wahai Ardawalika nun Agung pendiri semesta. Luncurkalah amarah hamba! Lenyapkan sukma penuh noda dalam ciptaan sempurnamu tanpa celah. Remerouz!”

Seketika itu langit berubah gelap seakan mentari diculik dari garis edarnya, awan-awan berkumpul, berputar, menciptakan tornado dahsyat nan kejam.

Kemudian, Akademi Mozderouz lenyap beserta seluruh isinya. Menyisakan seorang gadis yang terkulai lemah di padang tandus.

Gadis itulah yang telah menjadi legenda dunia manusia. Sang penakluk sihir kuno Remerouz, Admira Yusa.

Lanjutan
Jumkat: 449

Sebuah senyuman mengakhiri cerita sang legenda malam ini.   Berbanding terbalik dengan siswa-siswi yang ingin tahu kelanjutan kisahnya.

"Nona, rasanya aku dan teman-teman yang lain belum puas hati akan kisah ini. Terlebih apa yang terjadi dengan Admira Yusa setelah itu?"

Daniel berdiri dengan air muka tak senang. Baginya kisah itu seharusnya memiliki kejelasan berupa bukti nyata atau semua itu hanya akan jadi dongeng belaka.

"Aku rasa kamu terlalu berlebihan, Daniel."

Jawaban gadis itu sontak memetik rasa penasaran seorang Daniel, pada sosok jelita yang menatapnya dengan intes.

"Dari mana Nona bisa tahu nama saya Daniel? Bukankah ini kali pertama kita bertemu."

Sesaat hening mengambil alih kata. Ketika mata mulai bertemu dan tanya mulai memenuhi setiap isi kepala maka jawaban menjadi sebuah keharusan. Daniel sangat yakin akan ucapannya, walaupun tak bisa ia pungkiri sepanjang mata memandang, gadis itu tak memiliki cela pada parasnya. Cantik.

"Akademi Mozderouz lenyap beserta seluruh isinya. Menyisakan seorang gadis yang terkulai lemah di padang tandus."

Daniel mengulang kalimat itu sembari mengikis jarak, seolah-olah menaruh rasa curiga pada sosok gadis di depannya.

Namun, apa kah itu mungkin, pikirnya. Mengingat itu telah terjadi ratusan tahun lalu dan mungkin saja Admira Yusa tak pernah bangun saat itu.

Baru saja Daniel ingin kembali bertanya. Seorang nenek tua dengan langkah tergopoh-gopoh mendekati gadis yang mengenakan baju rajuk itu.

"Nona Aira. Ternyata kamu di sini."

"Ah, jadi namanya Aira, nama yang indah," batin Daniel.

Pemuda itu diam-diam menarik sudut bibirnya saat melihat senyum merekah di bibir Aira. Suka kah Daniel?

"Maafkan Aira, Bu. Tadinya Aira bosan di kamar dan ketika sedang berjalan seseorang menarik Aira untuk bergabung dalam lingkaran permainan dan berakhir dengan bercerita kisah sihir kuno Remerouz."

Wanita tua itu tertawa, sambil meraih tangan Aira dan mengusapnya. "Tak apa, Nona. Bukankah Camp ini milikmu. Kamu berhak melakukan apa saja yang kamu inginkan."

"Ohhh begitu."

"Pantas saja."

Suara dari siswa-siswi yang menatapnya aneh sejak tadi berganti dengan tatapan kagum pada Aira.

Camp Admira Yusa adalah tempat yang biasa dihabiskan oleh siswa-siswi di akhir semester sebelum mengikuti ujian. Kabar yang santer terdengar, sang pemilik sangat mengagumi kisah Admira Yusa, dan kemungkinan Aira adalah anak dari sang pemilik itu sendiri.

"Ayo! Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaan Nona," ajak wanita tua itu.

Daniel bergeming menatap punggung gadis itu perlahan-lahan menghilang di balik pohon besar, bersama dengan rentetan tanya yang semakin mendesaknya untuk mencari tahu.

"Siapa kamu sebenarnya?"

Pertanyaan itu terus saja bergulir, bahkan malam yang larut tak kunjung membawanya dalam buaian mimpi. Daniel terduduk sembari mengusap wajahnya frustrasi.

Saat matanya mengarah pada pintu kamar yang tiba-tiba terbuka. Tampak siluet merah menarik perhatiannya. Perlahan-lahan tampaklah sesosok gadis dengan rambut tergerai sedang tersenyum kepadanya. Di tangan kanannya terdapat tongkat, semakin ia menajamkan penglihatan sosok itu semakin jelas.

"Aira ...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro