Wiches

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: allth_ (Fantasy) & SilverJayz_ (HTM)

Pagi yang cerah dihari Minggu, hari dimana semua orang bermalas-malasan termasuk Valencia. Kini ia tengah menonton televisi diruang tengah ditemani beberapa camilannya. Ketika tengah fokus akan adegan sebuah drama yang ditayangkan, terdengar suara ketukan pintu. Valencia melangkahkan kakinya menuju pintu, meraih knop dan membukanya.

Dihadapannya berdiri seorang lelaki yang lebih tinggi darinya, ia menebak bahwa umur merekapun tak beda jauh. Namun penampilan pemuda itu seperti seorang penyihir yang yang lengkap akan tongkat ajaibnya.

“Siapa kau?” Valencia mengerutkan keningnya.

“Tugasku hanya menjemputmu,” jawab lelaki itu.

“Kemana? Ini rumahku.” Valencia menatap laki-laki didepannya dengan tatapan bingungnya.

“Aku Levi. Tujuanku kemari untuk menjemputmu menuju Hogwarts sebuah sekolah sihir,” Jawab Levi kemudian mendapatkan gelak tawa dari Valencia.

“Sekolah sihir? Hei itu hanyalah cerita fantasi, apa kau sedang bergurau?” Tawa Valencia semakin menjadi.

“Kau tak percaya sihir? Bagaimana bisa kepala sekolah menyuruhku menjemput seseorang yang bahkan tak mempercayai sihir,” ucap Levi tak habis pikir.

“Adanya sihir di dunia modern ini sangat mustahil.”

“Hogwarts adalah sebuah sekolah sihir yang cukup sulit ditemukan keberadaannya, karena letaknya yang tak diketahui oleh siapapun. Setiap 100 tahun berlalu Hogwarts akan memilih anak pilihan untuk bersekolah disana. Dan kau adalah salah satu anak pilihan itu,” jelas Levi.

“Jadi bagaimana aku bisa pergi kesana?” tanya Valencia.

“Pegang tanganku,” Levi mengajukan tangan kanannya. Lalu segera Valencia menyentuh tangan itu.

Rasa pusing pun menjalar pada kepala Valencia, dengan sekejap mata ia dan pemuda itu sudah tiba didepan kastis yang terlihat megah. Bangunannya terlihat seperti kerajaan pada masa Roma, Italia saat masa lampau.

Secara magis, wilayah terbuka yang Levi dan Valencia pijak telah dipenuhi oleh para pemuda dan pemudi lain. Mereka semua berusia muda; tak sampai 18 tahun dan kurang dari 15 tahun. Ditengah mereka hadir seorang wanita berperawakan besar dangan wanita lain disampingnya. Mereka nampak anggun dengan topi sihir hitam mereka.

“Menurut ramalan, peperangan ini akan menjadi perang terbesar diabad ke 22 ini. Kita tidak bisa mengambil resiko untuk mengeluarkan penyihir terbaik disekolah ini, sebab itu kami memanggil kalian semua,” jelas wanita dengan perawakan besar tadi. Wanita itu adalah Natasya kepala sekolah Hogwarts. "Mulai hari ini, kalian semua akan berlatih untuk berperang."

Muncul banyak suara, entah itu suara bersemangat, suara protes dan lain-lain. Sementara itu, Valencia hanya bisa ternganga.

"Aku baru datang dan aku akan berlatih berperang?!" protes Valencia tak percaya.

~

Levi mengajak Valencia ke ruang kepala sekolah setelahnya, Natasya pun langsung menjelaskan tentang sekolah sihirnya.

"Hogwarts adalah salah satu sekolah sihir yang melatih murid-muridnya menjadi penyihir terlatih. Kami memanggilmu karena meski kau bukan seorang penyihir murni, kau adalah salah satu manusia yang punya potensi dan ambisi paling tinggi," jelas Natasya.

Mata Valencia berbinar mendengarnya. "Salah satu? Lalu bagaimana dengan yang lainnya?"

"Ah, sayang sekali sepertinya tahun ini kami hanya mengandalkan kau," ujar Natasya. "Karena itu, kami harap kau bisa membawa kemenangan bagi perang kali ini."

"T-tunggu, ini terlalu tiba-tiba!"

Natasya tak mendengarkan perkataan Valencia. Levi pun menunjukkannya kamar tempat Valencia akan tinggal di sekolah ini.

"Huft, kenapa harus aku, sih?" protes Valencia.

"Aku pernah mendengar sesuatu soalmu sebelumnya," ujar Levi.

"Sesuatu apa?" tanya Valencia bingung.

"... Lupakan." Levi membuang wajahnya. "Mulai nanti sore, latihan akan dimulai."

Valencia ingin protes, tapi ia kelelahan. Gadis itu pun memutuskan untuk tidur di kamar barunya.

Sayangnya, jendelanya diketuk. Valencia mendesah marah.

"Apa aku tak bisa beristirahat?!"

~

Sorenya, Valencia langsung belajar cara menggunakan tongkat—diawasi oleh Natasya langsung. Ajaibnya, Valencia langsung mahir menggunakannya. Melihat perkembangan pesat Valencia di hari pertama membuat Natasya tersenyum puas.

Valencia sendiri merasa sangat senang dalam mempelajarinya. Ia bahkan belajar hingga malam hari. Meski senang, Valencia rasa itu belum cukup untuk melindungi dirinya sendiri dari peperangan.

Hari kedua, terbang dengan sapu. Hari ketiga, ramuan. Dan seterusnya. 3 minggu dihabiskan oleh Valencia untuk belajar sekaligus berlatih sehingga akhirnya ia bisa menyamai teman-teman penyihirnya.

"Valencia." Levi memanggil Valencia yang sedang dikerubungi teman-temannya. Valencia menjadi orang yang populer karena prestasinya.

"Ah, Levi. Sudah lama kita tak bertemu," ujar Valencia sambil menarik Levi ke tempat yang agak sepi.

"Yah, kau jadi tambah sibuk," sahut Levi.

"Ada apa?"

"Bagaimana latihanmu?" tanya Levi yang terkesan bukan pertanyaan penting. Aneh sekali, biasanya Levi tak akan membuang waktunya untuk hal seperti ini, pikir Valencia.

"Bertambah baik! Aku akan masuk ke pasukan terdepan," balas Valencia mantap. Levi terkejut.

"Apa yang membuatmu benar-benar bersemangat karena ditempatkan di pasukan terdepan?" tanya Levi. "Apa kau punya tujuan tertentu?"

"Ya, tentu saja," jawab Valencia. "Selain itu aku percaya para penyihir senior akan menjaga kita dari pusat dengan ramuan mereka."

"Ya...." Levi terlihat tak senang.

~

Perang pun dimulai. Semua orang nampak ketakutan karena merasa kematian sudah ada di depan mata. Ditambah, Valencia tak terlihat di mana pun, hal itu membuat Levi semakin gelisah.

Perang itu mengobarkan teriakan, tangisan, darah, nyawa. Terlihat sihir yang beradu di sana-sini, membuatnya bewarna-warni di langit dan berdarah di tanah.

Valencia masih belum terlihat bahkan hingga perang membuahkan hasil—pasukan Hogwarts sudah berhasil mendorong mundur pasukan musuh. Namun, itu malah membuat Levi makin gelisah.

"Di mana gadis itu?"

Baru saja para pasukan Hogwarts ingin menyorakkan kemenangan. Sebuah bom ramuan menyerang pasukan pasukan Hogwarts, membuat kekacauan luar biasa. Korban bertambah banyak dari pasukan Hogwarts.

"Ada apa ini?" Natasya yang ikut berperang terlihat panik.

Levi menoleh ke arah bom dilemparkan. Dan di sanalah terlihat Valencia yang memihak pasukan musuh.

Levi tahu bahwa mimpi buruknya jadi kenyataan. Valencia memang berambisi dan berbakat, tapi ada satu sisi dirinya yang hanya diketahui Levi.

"Terima kasih kepada Hogwarts yang telah mengajarkanku sihir. Tapi sayangnya aku tak berniat menjadi penyihir." Valencia tersenyum, menatap Levi yang ada di tengah-tengah lautan pasukan Hogwarts. "Tujuanku hanya untuk menguasai kalian."

~

"Apa aku tak bisa beristirahat?!" Valencia menoleh ke arah jendela, mendapati seseorang berpakaian serba hitam menyusup masuk ke kamarnya. Jelas, dia bukan seseorang dari Hogwarts.

"Aku dari kastil yang akan kalian perangi. Di sini aku akan menawarkan kerjasama." Penyusup itu berujar. "Natasya tak akan membiarkan pemula sepertimu menjadi penguasa dalam waktu singkat, berbeda dengan kami."

Mendengar itu, senyum Valencia terangkat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro