To The Past and Present

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Pine Macaroncrunch (Historical) - Icha iluvplumtea (Romance)

* * *

Bianca membuka mata. Satu-satunya yang ia sadari di sini adalah, langit-langit kamarnya berubah. Bukan lagi putih bersih dengan lampu terang benderang, melainkan berwarna putih pucat dengan bercak bekas bocor di mana-mana.

Saat ini, Bianca sadar bahwa dirinya memang sedang kembali ke tahun 2001, tempat di mana dirinya berumur 15 tahun saat itu.

Awalnya, Bianca hanya mengira Papa berbohong sewaktu Bianca berkata ingin menyelamatkan teman masa kecilnya, dan Papa bisa mengabulkan keinginan itu.

"Mau keajaiban? Papa akan memberimu kesempatan, tapi bagaimanapun, kamu tidak bisa mengubah hal yang sudah ditakdirkan."

Papanya berkata begitu sewaktu Bianca yang berumur 36 tahun, menceritakan tentang seseorang bernama Rania pada Papa di ruang keluarga.

Bianca dan keluarganya hidup di tahun 2022. Papanya bahkan sudah sangat tua, namun beliau masih bisa diajak untuk mengobrol beberapa hal. Hanya tenaganya saja yang jauh lebih lemah dibandingkan dulu.

Runia Lestari. Gadis kelahiran Jogjakarta, tempat Bianca menghabiskan masa remajanya. Runia adalah gadis yang ambisius. Bukan tanpa alasan, sahabatnya itu memang mendapatkan pendidikan dan tuntutan keras dari keluarganya.

Ayah dan Ibu Runia adalah seorang guru di sebuah sekolah. Sedangkan Kakak laki-lakinya, berhasil memiliki sebuah les komputer yang cukup terkenal di Jogja.

Karena dibesarkan  di lingkungan yang sangat kental dengan dunia akademis, Rania selalu dituntut untuk mengikuti jejak keluarga.

Awalnya biasa saja, tidak ada hal aneh yang terjadi. Bianca yang di tahun itu belum berasal dari keluarga yang berkecukupan, tapi takdir memintanya bertemu dengan Rania. Gadis itu baik hati dan ramah. Dia tidak membeda-bedakan teman, sekalipun saat itu Rania terkenal cantik dan berasal dari keluarga terpandang.

Padahal, Bianca hanya siswi biasa dengan latar belakang keluarga yang bisa dikatakan kekurangan dalam segi ekonomi.

Hari-hari dihabiskan Bianca dan Rania sebagai sepasang sahabat. Di mana ada Rania, disitulah ada Bianca. Keduanya benar-benar seperti sepasang sepatu.

Hanya saja, sebuah insiden besar yang meregang nyawa Rania terjadi di tahun 15 Maret 2001, tepat di hari ulangtahun gadis itu.

Rania entah kenapa, di temukan tidak sadarkan diri di kelas dengan memegang sebuah kotak jus jeruk. Saat itu, pihak sekolah tidak mencurigai apapun. Tidak di berlakukannya penyelidikkan karena memang tidak pernah ada yang curiga. Rania hanya  diduga meninggal akibat kelelahan.

Namun, Bianca tahu apa yang telah terjadi pada sahabatnya itu.

Secara tidak sengaja, Bianca sempat memergoki teman sekelasnya meletakkan sesuatu di kolong meja Rania.

Hanya saja, waktu itu Bianca benar-benar takut untuk memberikan kesaksian ini pada orang dewasa.

Namun, kali ini, Bianca akan benar-benar mengubah masa depan.

Dia tidak akan membiarkan Rania meninggal untuk yang kedua kalinya.

Berbekal tekad penuh semangat Bianca pergi ke sekolah pagi-pagi sekali. Tujuannya hanya satu, mencegah kematian Rania. Berbagai macam ide dan rencana muncul di otaknya. Bisa saja ia membuang kotak jus itu sebelum Rania meminumnya. Atau apa sebaiknya ia menangkap basah si pelaku?

Terlalu larut dalam pikirannya Bianca tidak memperhatikan jalan. Tanpa sengaja ia menubruk seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya. Pantat Bianca langsung mencium lantai keramik dengan keras.

"Heh, kalau jalan tuh pake mata."

"Maaf." Bianca mendongak matanya langsung melihat sosok, Fadlen, Siswa Ambis dari kelas sebelah, sedang menatapnya dengan kesal.

Yang harusnya marah tuh gue, sungut Bianca dalam hati. Namun, ia tidak punya waktu untuk berdebat dengannya. Ada misi penting yang harus ia tuntaskan. Segera ia bediri dan hendak meneruskan perjalanannya.

"Mau ke mana lo? Liat, buku gue jadi kotor."

"Nanti gue ke kelas lo," ujar Bianca. Berlari menuju kelasnya.

Ketika sudah dekat, Bianca dengan hati-hati mengintip ke dalam jendela. Apa teman sekelasnya itu sudah menaruh kotak jusnya atau belum? Jika ia menghampiri meja Rania sekarang jangan-jangan nanti si pelaku malah enggan dan mencari kesempatan lain untuk meracuni Rania.

"Ngapain lo jongkok di situ?"

Bianca menoleh dan melihat Fadlen mengikutinya. Buru-buru ia menarik Fadlen agar berjongkok bersamanya. Sambil mengisyaratkan agar remaja yang satu itu diam.

Bianca kembali mengintip ke dalam kelas. Sosok yang ia lihat dulu mendekati meja Rania dan menaruh sesuatu di laci meja gadis itu.

Tanpa pikir panjang Bianca langsung berdiri.

"Tunggu!" teriak Bianca.

Sosok yang di teriaki itu terkejut.

"Nyimpen apa lo di meja, Rania?"

Gadis yang ditanya itu gelagapan. Aya namanya.

Bianca berjalan ke meja Rania dan mengambil sekotak jus jeruk dari laci. Amarahnya langsung menggelegak. Ingatan masa lalunya kembali muncul.

Benar-benar keterlaluan.

Bianca membuat keributan sampai akhirnya ia, Aya dan bahkan Rania dipanggil oleh guru. Bianca tidak peduli jika ia disebut sakit jiwa atau meracau.

"Aya mau meracuni Rania?" tanya guru BK. "Jangan mengada-ada kamu Bianca. Apa kamu punya buktinya?"

Bianca gelagapan. "Jus jeruk itu buktinya. Coba ibu bawa ke laboratorium untuk uji toxic."

"Kamu ini ngomong apa?"

"Menurut saya," ujar sebuah suara, "ada cara mudah membuktikan jus jeruk itu beracun atau tidak." Fadlen rupanya ikut dipanggil juga.

"Bagaimana?"

"Karena saya juga melihat Aya menaruh jus jeruk, saya mengusulkan Aya untuk meminum jus tersebut. Jika memang tidak beracun, tidak masalah, bukan?"

Aya langsung menolak mentah-mentah.

"Kenapa? Apa lo memasukan sesuatu di jus itu?" tanya Rania.

Singkat cerita, Aya akhirnya mengaku setelah diancam akan dilaporkan ke polisi atas rencana pembunuhan.

Rania langsung memeluk Bianca. "Makasih, Bi. Kamu udah nyelamatin hidup aku."

Bianca berkaca-kaca. Kali ini ia tidak gagal, dan ia sangat bersyukur kepada Tuhan.

Selang beberapa hari, Aya sudah di keluarkan dari sekolah. Rania juga masih hidup, tetapi Bianca masih terjebak di tahun 2001.

Sesungguhnya, mengulangi kembali waktu bukan ide yang buruk karena sahabatnya masih hidup.

"Lo masih utang sama gue," ujar Fadlen.

"Hah?"

"Lo belum bertanggung jawab sama buku gue yang lo kotorin."

Ah, iya, ada masalah seperti itu, pikir Bianca. Sungguh menyebalkan.

"Iya, nanti gue ganti buku lo."

"Ga perlu," ujar Fadlen. "Sebagai gantinya lo harus mau nge-date sama gue."

"Hah?"

"Sampai ketemu hari Sabtu nanti."

Fadlen pergi begitu saja meninggalkan Bianca yang keheranan. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Lo jadian sama Fadlen?" tanya Rania yang tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya."

Bianca mengangkat bahunya. "Udahlah jangan pikirin dia, mending ke kantin, yuk!"

* * *

Bianca membuka mata. Ia tertidur sangat nyenyak.

"Udah bangun?"

Saat menoleh Bianca melihat Fadlen yang sedang menggendong anak umur enam tahun. Ia langsung terkesiap.

"Cepet mandi, nanti kita telat ke ulang tahun Rania."

Agak pusing dengan aliran memori baru yang membanjiri otaknya, Bianca terhuyung. Masa depannya berubah. Namun, ia bersyukur, ia dikelilingi oleh orang-orang yang ia sayangi, termasuk Rania.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro