Rahasia yang Terbongkar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Reader's POV

Sudah 4 hari sejak sang raja memanggilku ke kamarnya. Sudah 4 hari juga aku tidak bertemu dengannya, berpapasan saja tidak.

Kata yang lain, sang raja sedang sibuk dengan pekerjaannya. Jika dia sedang sibuk, dia akan jarang sekali keluar dari ruang kerjanya bahkan dia akan tidur disana.

Muncul rasa kasihan dihatiku untuk sang raja. Tapi aku masih tidak bisa melupakan kejadian 4 hari lalu. Dia mencium pipiku. Argh!!! Kepalaku rasanya mau meledak jika memikirkan hal tersebut!

Belum lagi memikirkan malam sebelum aku menemuinya dikamarnya. AKU BERPELUKAN DENGANNYA?! BUKANKAH DI SEJARAH KATA MEREKA SETELAH KEMATIAN ENKIDU DIA SUDAH TOBAT?!

Aku menggeleng-geleng kepalaku. Ugh, aku harus fokus bekerja! Para pelayan lain juga menanyaiku tentang sang raja. Seperti, apa yang kalian lakukan, apa yang kalian bicarakan, apakah sang raja akan menjadikanmu selirnya, dan bla bla bla.

Sudah ku tegaskan pada mereka, AKU TIDAK MAU MENJADI SEORANG SELIR?! Aku tidak mau disentuh oleh laki-laki lain selain suamiku! Walaupun laki-laki itu adalah seorang raja sekalipun!

Ayah dan Ibu juga mengkhawatirkanku. Mereka takut kalau sang raja akan menjadikanku selirnya lalu setelah tidur denganku, sang raja akan membuangku atau menjualku. Kata Ayah beberapa dari selirnya sudah ada yang dijual.

Bulu kudukku seketika berdiri ketika mengingat perkataan Ayah. Ugh, raja apaan itu?! Bukankah selirnya juga merupakan rakyatnya? Astaga!

"(Y/n)?" panggil Bibi Audrey yang membuyarkan lamunanku.

"A-ah, iya bi?"

"Sedang memikirkan apa?"

"T-tidak kok! Aku tidak memikirkan apa-apa!"

Aku kembali mengambil kain yang sudah bersih itu lalu memerasnya kemudian menjemurnya. Aku membantu Bibi Audrey dan Ibu menjemur kain-kain ini.

Kemudian aku merasakan bahwa ada yang memerhatikanku. Aku melihat ke sampingku dan menemukan bahwa Bibi Audrey dan Ibu memerhatikanku. Ada apa?

"Kau memikirkan sang raja?" pinta Ibu yang membuatku terkejut bukan kepayang.

"A-apa?! Mengapa Ibu mengatakan itu?! Untuk apa aku memikirkan raja mesum itu?!"

"Raja mesum? Memangnya apa yang dilakukannya sehingga kamu memanggilnya raja mesum?" tanya Bibi Audrey yang membuatku makin panik.

"Sang raja tidak melakukan apapun! Dari wajahnya saja sudah kelihatan kalau dia itu mesum! Lagipula dia sudah meniduri banyak sekali wanita kan? Itu adalah bukti kalau dia itu mesum!" bohongku.

Untunglah Ibu dan Bibi Audrey mempercayaiku. Aku membuang napas lega setelahnya. Astaga, hari ini benar-benar sangat panas! Apalagi cadarku berwarna hitam.

Aku mengangkat keranjang kosong basah ini, berniat ingin menjemurnya lalu menyimpannya nanti sore sebelum pulang. Besok kami akan memakainya lagi sehabis mencuci.

"(Y/n), jika kamu mencintai sang raja, Ibu mengizinkanmu menjalin hubungan dengannya. Lagipula dia sudah berubah," ucap Ibu tiba-tiba yang membuatku menjatuhkan keranjang yang kupegang.

"A-APA-APAAN ITU?! AKU TIDAK MENCINTAINYA?! IBU!!!!" aku menutup wajahku karena aku merasa sangat malu! Mengapa Ibu mengatakan hal yang seperti itu?!

"Tidak apa (Y/n)! Kamu memiliki wajah yang sangat menawan! Sang raja pasti akan langsung jatuh cinta kepadamu ketika dia melihatmu! Bahkan Shamhat saja tidak secantik dirimu!"

Beberapa pelayan sudah mengetahui wajah asliku. 2 hari lalu secara tidak sengaja cadarku terlepas. Semua orang yang sedang mencuci terlihat sangat sangat terkejut karena kata mereka rupaku sangat menawan.

Untung mereka mau bekerjasama untuk menutup rahasia ini setelah dijelaskan oleh Ibu. Mereka sering bilang kalau rupaku lebih cantik dari Shamhat ataupun Dewi Ishtar. Sungguh, aku tidak secantik itu.

"Sudah berapa kali aku bilang kalau aku tidak mencintainya?! S-sudah cukup! A-ayo kita kembali!" aku mengambil kembali keranjang itu lalu berjalan meninggalkan mereka.

Aku menjemur keranjang yang ku bawa ini, Ibu dan Bibi Audrey juga melakukan hal tersebut. Kemudian kami berniat ingin mencuci muka karena hari ini udaranya terasa sangat panas!

"Baiklah (Y/n), disini aman! Buka cadarmu!" ucap Bibi Audrey setelah dia memastikan bahwa keadaan sekitar sudah aman.

Ibu membantuku melepaskan cadarku ini. Ah, terasa sejuk! Setelah melepaskan cadar, aku langsung merasa sangat lega! Bibi Audrey menyerahkan kain bersih kepadaku, juga kepada Ibu.

Aku mengambil air dari tempat air ini lalu langsung membasuh wajahku. Ahahaha, segarnya! Seketika rasa penat dan capekku menghilang! Rasa semangatku juga sudah terkumpul kembali!

Baiklah! Bekerja! Bekerja! Selain julukan karyawan yang tidak pernah terlambat, sekarang aku mendapat julukan baru yaitu si pelayan perkasa!

Aku tidak tahu apanya yang perkasa tapi kata mereka jarang ada seorang perempuan yang bisa mengangkat sekarung gandum tanpa dibantu oleh orang lain.

Kalau di Jepang, sebenarnya aku sudah terbiasa sih. Jadi mengangkat apapun tidak terasa berat. Tapi entah mengapa aku suka jika dipanggil pelayan perkasa. Terdengar seperti Hercules!

"Oh bukankah itu suamimu Martha?" ucap Bibi Audrey yang mengejutkanku juga Ibuku.

Aku mengangkat tanganku dan melambaikannya kepada Ayah. Kemudian Ibu memberikan kain bersih tadi kepadaku, akupun mengambil air itu lalu mengeringkan wajahku.

Ayah terengah-engah setelah sampai disini. Bibi Audrey tertawa sekilas, begitu juga denganku dan Ibu. Lagipula, mengapa harus berlari?

"Astaga, Epithy! Mengapa harus sampai berlari?! Kan bisa pelan-pelan!" ucap Ibu.

"Benar, Epithy! Kau sudah tidak muda lagi! Ingat umurmu!"

Bibi Audrey tertawa dengan keras sambil memukul-mukul punggung Ayah. Tapi kemudian, Ayah melihatku dengan tatapan khawatir. Lalu Ayah berjalan kearahku dan memegang kedua bahuku dengan erat.

"Mengapa kau melepas cadarmu?!" tanya Ayah.

"Epithy! Apa yang kamu lakukan?! Kamu membuatnya takut!" ucap Ibu yang berusaha melepaskan pegangan Ayah dariku.

"Epithy! Epithy sadarlah!" sambung Bibi Audrey.

"M-maafkan aku Ayah! T-tadi aku hanya ingin mencuci wajahku! J-jadi ku--"

"RAJA GILGAMESH MELIHATMU!"

Deg!

Aku membulatkan mataku. Jantungku juga rasanya hampir copot. Begitu juga dengan Ibu dan Bibi Audrey. Wajah mereka menjadi pucat, sama seperti Ayah. Aku yakin kalau wajahku juga sekarang sudah menjadi pucat. B-bagaimana ini?

Dengan cepat aku melepaskan diri dari Ayah lalu mengeringkan wajahku. Seakan tahu apa maksudku, Ibu mengambil cadar tadi dan membantuku untuk memakai cadar ini.

Ayah membuang napasnya dengan pasrah, sedangkan Bibi Audrey terlihat sangat khawatir sambil berjalan kesana-kesini.

Mataku menjadi perih. A-aku tidak mau mati atau yang lebih buruk sang raja akan meniduriku! Aku tidak mau! Aku ingin hidup bebas! Aku tidak mau menjadi boneka dari sang raja! Aku tidak mau!

---

Aku, Ibu, dan Bibi Audrey kembali ke dapur, berniat ingin membersihkan dapur. Ketika kami sampai disana, kami terkejut. Dapur terlihat ramai, sama seperti pagi tadi.

Ada yang memotong sayur, membersihkan sayur, memotong buah, dan yang lainnya. Kemudian, salah satu dari mereka yang merupakan teman perempuanku, Heamia, menyadari kami lalu mendatangi kami dengan wajah gembira.

"Akhirnya kalian datang! Kalian tahu? Tadi sang raja datang berniat ingin menemui (Y/n) tapi sayangnya (Y/n) malah tidak ada! Jadi tadi Rielorie memberitahukannya kalau kalian sedang menjemur pakaian! Apakah kalian bertemu dengan Raja Gilgamesh? Apa yang dia katakan?" jelas Heamia yang membuatku tambah panik.

Astaga, astaga, astaga, astaga, astaga, astaga, astaga, astaga, ASTAGA, ASTAGA, ASTAGA, ASTAGA, ASTAGA, BAGAIMANA INI?!

"T-tidak, kami tidak bertemu dengannya," jawab Ibu.

"Begitu ya ... Dan oh! Sebelum dia kembali ke ruang kerjanya, dia meminta kami untuk membuatkan malam malam! Dia juga meminta kami untuk menyampaikan kepada (Y/n) bahwa Raja Gilgamesh mengajaknya makan malam di kamarnya! Astaga, sepertinya Raja Gilgamesh tertarik padamu!"

"I-Ibu ..."

Aku memegang tangan Ibu dengan sangat erat, begitu juga dengan Ibu. Aku takut, aku takut kalau hidupku akan segera berakhir.

"Jangan takut, (Y/n). Tidak apa-apa. Baiklah, ayo kita bantu mereka," ucap Ibu, aku hanya mengangguk untuk menjawab Ibu.

Aku hanya bisa berharap kalau Raja Gilgamesh tidak akan mengangkatku sebagai selirnya atau hidupku akan hancur seketika.

-----

Hari sudah semakin gelap dan artinya, makan malam akan segera dihidangkan. Tapi berbeda dari biasanya, Raja Gilgamesh meminta para pelayan untuk menghidangkan makan malamnya di kamarnya.

Para pelayan dengan sigap memindahkan meja dan kursi ke kamar sang raja, begitu juga dengan makanan dan buah-buahan. Mereka juga menyiapkan anggur. Aku ... tidak bisa minum anggur ...

Kepala pelayan meminta teman-teman pelayanku untuk memandikanku, katanya sang raja yang memerintahkannya. Sang raja juga memberikan sebuah tunik indah untukku.

Wah benar-benar gawat. Aku meminta teman-temanku yang sudah mengetahui wajahku untuk membantuku. Aku bersikeras ingin mandi sendiri, tapi kata mereka jika mereka tidak membantuku maka kepala mereka akan dipenggal.

Bunga, wewangian, dan yang lainnya dipersiapkan. Mereka perlahan melepaskan cadarku, juga pakaianku. Aku merasa malu! Walau kita sesama perempuan tapi aku sangat malu!!!

"(Y/n)! Tubuhmu indah sekali! Kulitmu sangat putih dan sangat halus! Wah, beruntungnya!!!" ucap salah seorang temanku yang mempunyai rambut coklat.

"Bukan hanya kulit tapi ... bentuk tubuh dan dadanya juga! Benar-benar istri idaman! Ah, aku harap aku mempunyai tubuh sepertimu, (Y/n)!" sambung seorang lagi yang mempunyai rambut hitam.

"H-hentikan kalian berdua! Dan BERHENTI MENYENTUH TUBUHKU! AKU BUKAN PATUNG ATAUPUN BONEKA!"

"Tapi kau terlihat seperti pahatan patung! Dan jangan sampai para tetuah melihat tubuhmu! Kau mungkin akan dipersembahkan untuk para dewa!" pinta temanku yang mempunyai rambut berwarna coklat yang membuat bulu kudukku berdiri seketika.

Setelah berdebat beberapa menit, akhirnya mereka mulai memandikanku. Mereka menggosok punggungku, tanganku, kakiku, serta mencuci rambutku. Aroma sabun (aku menyebut cairan ini sabun) ini sangat harum! Kata mereka, cairan ini hanya dipakai untuk kalangan bangsawan saja.

Aku menelan ludah setelah mengetahui hal tersebut. Mengapa mereka memakai sabun ini?

Setelah mandi, mereka memintaku untuk berendam. Kemudian mereka mulai memotong kuku jari dan kakiku, sungguh aku bisa melakukannya sendiri!

Akhirnya setelah hampir satu jam, aku selesai mandi! Mereka mengeringkan tubuh juga rambutku. Entah apa yang mereka pakai untuk mengeringkan rambutku, tapi benda itu terlihat seperti kipas.

Mereka mulai membantuku memakai tunik ini. Tunik dengan warna putih dengan kain berwarna merah untuk yang berfungsi sebagai tali pinggang lalu selendang yang berwarna sama seperti ikat pinggang tersebut.

Mereka membantuku untuk memakai cadar, tapi cadar ini disiapkan oleh sang raja. Warnanya juga berwarna merah.

Mereka kemudian menyisir rambutku lalu mengepang setengah dari rambutku. Alas kaki juga sudah disiapkan sang raja untukku.

Kedua temanku ini terus menerus berkata kalau aku sangat beruntung. Sang raja jarang sekali ingin 'berduaan' dengan para pelayan, kecuali jika pelayan tersebut memang benar-benar cantik.

Contohnya adalah Shamhat. Kata mereka dulu Shamhat adalah seorang pelayan yang terkenal akan kecantikannya. Kemudian setelah dia tidur dengan sang raja, para tetua langsung mengangkatnya sebagai pelacur kuil. Namanya juga sudah terkenal.

Tapi kata mereka, kecantikan Shamhat kalah dengan kecantikanku. Aku heran, bagaimana dengan rupa Shamhat? Tidak salah Shamhat juga yang membuat Enkidu tunduk dan mendapatkan sisi manusianya? Wah hebat!

Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan pintu yang kemudian pintu itu terbuka. Terlihat Ayah dan Ibu yang melihatku dengan tatapan khawatir. Mereka langsung menghampiriku lalu memelukku dengan erat.

"Putriku (Y/n)! Berhati-hatilah! Jangan sampai membuat sang raja tambah tertarik kepadamu! Tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukannya setelah dia tidur denganmu dan menjadikanmu sebagai selirnya! Ingat itu!" ucap Ayah.

"Akan ku ingat Ayah! Aku juga tidak ingin tidur dengan Raja Gilgamesh! Aku ingin terus bersama dengan kalian!" aku memeluk Ayah dan Ibu dengan erat. Air mata perlahan keluar dari mataku.

"Sudah sudah jangan menangis! Nanti riasanmu malah hilang! Ayo, hapus air matamu," ucap Ibu dengan lembut, "pergilah ke kamar raja sekarang. Dia sudah menunggumu disana," sambung Ibu yang membuat jantungku berdebar tak beraturan.

Disepanjang lorong, para pelayan melihatku dengan tatapan takjub, ada juga yang iri dan tidak suka. Mungkin pikir mereka, aku adalah seorang pelayan baru dan aku juga cacat. Tidak mungkin aku bisa menarik perhatian Raja Gilgamesh.

Ngomong-ngomong tentang Raja Gilgamesh, yang dikatakan oleh para ilmuan tentangnya ada benarnya juga. Dia adalah seorang pria yang sangat sangat tampan. Tidak heran kata mereka Gilgamesh adalah seorang pria tertampan didunia bahkan dia dapat menarik perhatian seorang dewi.

Bagaimana ya tentang kabar sang dewi sekarang? Tidak ada penjelasan tentang Dewi Ishtar setelah Enkidu meninggal. Tapi tidak salah, Raja Gilgamesh mempunyai --mungkin-- seorang istri dan dia juga mempunyai seorang anak laki-laki.

Tidak tahu juga sih anaknya ada berapa tapi yang kutahu anaknya hanya satu. Tidak salah namanya Ur-Nungal.

....

Lupakan.

Sekarang aku sudah berdiri tegak di depan kamar Raja Gilgamesh. Jantungku berdetak dengan sangat kencang. Jika aku bisa melarikan diri sekarang, mungkin aku sudah melarikan diri daritadi.

Tok! Tok! Tok!

"Masuklah!"

Aku mengetuk pintu dan mendengar suara sang raja dari balik pintu. Ketika aku membuka pintunya, disana aku melihat sudah banyak makanan yang sudah dihidangakan diatas meja.

Terlihat juga hanya beberapa lilin yang dinyalakan. Ruangan ini terlihat gelap, tapi aku masih bisa melihat jelas sang raja berbaring di ranjangnya sambil melihatku yang mematung diambang pintu.

Dia hanya terlihat memakai perhiasannya dan juga celana yang berwarna merah kelam. Apakah dia tidak malu memperlihatkan tubuh bagian atasnya terekspose secara cuma-cuma?

Dengan pelan aku masuk ke kamarnya lalu menutup pintu. Aku menghampirinya lalu berlutut memberikan hormat kepadanya.

"Hormatku kepada Yang Mulia! Semoga para dewa selalu memberkatimu!"

"Sayangnya beberapa dewa ada yang membenciku, tapi sudahlah. Aku menerima hormatmu. Berdirilah!" perintah sang raja.

Aku mendirikan diriku lalu menundukkan kepalaku. Aku memegang jari-jariku, takut akan terjadi sesuatu yang buruk kepadaku.

"A-ada apa Yang Mulia memanggilku?"

"Kau terlihat ketakutan, mengapa? Apa ada yang mengganggumu karena aku memanggilmu ke kamarku?" bukan jawaban yang kuterima malah pertanyaan. Yaampun!

"T-tidak ada Yang Mulia! Mereka semua baik kepadaku!"

"Baguslah kalau begitu, duduk disampingku," perintahnya kembali.

Aku agak ragu-ragu duduk disampingnya tapi daripada membuatnya marah dan kepalaku dipenggal lebih baik aku menuruti perintahnya saja.

Raja Gilgamesh mendekatkan dirinya lalu memegang daguku, memaksaku untuk melihat wajahnya. Ini tidak bagus.

"Jangan terus menundukkan wajahmu! Lihat mataku jika kau berbicara kepadaku! Jarang-jarang aku membiarkan orang berbicara denganku sambil menatap mataku! Bersyukurlah akan hal tersebut, gadis aneh!" pintanya sambil menaikkan sedikit suaranya.

Aku tidak mengatakan apa-apa lalu melihatnya. Melihat wajahnya dan melihat matanya. Maniknya berwarna tak biasa dan terlihat sangat indah.

Aku tidak bisa berhenti mengagumi ketampanannya dan keindahan matanya. Bulu matanya sangat lentik dan senyumannya terlihat sangat mempesona. Tunggu, senyuman? DIA TERSENYUM?!

Pipiku memanas seketika. Aku ingin memalingkan wajahku tapi apa daya dia masih memegang daguku.

"Gadis pintar!" pujinya.

Kemudian sang raja merangkulku, mendekatkanku kepadanya. Aku berusaha melepaskan diri dari rangkulannya, tapi tenaganya lebih kuat dari tenagaku. Ugh, bagaimana ini?!

"Tch!"

"Eh?!"

Raja Gilgamesh meraih tanganku dan menarikku kembali ke dalam pelukannya. Aku memegang dadanya yang bidang ini. Wajahku terasa panas! Aku yakin wajahku pasti sudah merah sekarang!

Raja Gilgamesh membenamkan wajahnya ke leherku. Dia menghirup aromaku dan itu membuatku tambah panik dan tambah ingin segera keluar dari sini.

"Pembohong," ucapnya.

"Y-Yang Mulia?"

"Kau dan orangtuamu membohongiku! Kau tidak cacat!" seketika Raja Gilgamesh membuka cadarku.

Aku terkejut dan membeku di tempatku. Aku melihat seringai diwajahnya. Dia meraih tangannya lalu memegang pipiku.

"(Y/n), kau benar-benar gadis lancang!"

End of Reader's POV
.
.
.
.
.
Author's Note:

Yo dan kembali lagi dengan ane! Maaf kalau chapter ini gaje dsb desu! Lalu deskiripsi wktu Gil di kamarny kira2 sprti yang ada di mulmed!

Ane harap kalian menyukai chapter ini desu! Jangan lupa memberikan vote, komen dan memfollow akun ini jika berkenan!

Jangan lupa juga baca crita ane yg lain!

• My Bloody Prince (Yandere! Prince x Reader)
• One and Only Friend/Lover (Enkidu x Reader)

Sampai jumpa di chapter selanjutnya~!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro