PART 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yang habis tangis²an di lapak sebelah sekarang tinggal baca ini ya?

#happy reading

Terik matahari tidak menghalangi semangat seorang laki-laki yang tengah berdiri di depan sebuah gedung menjulang tinggi. Impiannya adalah dapat bekerja di tempat seperti ini, tetapi nyalinya kemudian menciut tatkala melihat seorang satpam bertubuh tegap siap menghadang laki-laki itu.

"Ada apa?" tanya satpam tersebut tanpa senyum sama sekali di wajahnya.

"Mau melamar pekerjaan, Pak," sahut laki-laki itu tersenyum ramah.

Pandangan satpam tadi tertuju pada sebuah sepeda motor yang terparkir di depan gerbang sehingga  menghalangi jalan masuk menuju gedung itu.

"Sedang tidak ada lowongan!" gertak satpam tersebut dengan nada tidak bersahabat.

Dimas hanya mengelus dada, ia hanya bisa bersabar dan menelan ludahnya yang terasa sangat pekat. Ini bukan untuk pertama kalinya karena kemarin dan lusa selalu seperti ini. Mengalami penolakan dengan kata-kata yang kurang sopan.

Suara klakson mobil berbunyi nyaring sehingga membuat dua orang laki-laki itu terperanjat kaget. Apalagi satpam langsung buru-buru melihat mobil yang hendak masuk.

"Pinggirkan motor kamu! Ada Pak Bos mau masuk!" Gertakan dari satpam membuat Dimas langsung buru-buru menuju motor untuk segera ditepikan ke tempat yang tidak menghalangi jalan mobil warna hitam.

Kedua netranya tidak sengaja melihat kepala seorang laki-laki yang tengah menyembul dari balik pintu kaca mobil. Dimas menduga, jika laki-laki itu usianya sepantaran dirinya. Namun, yang membedakan kehidupannya lebih baik dibandingkan dirinya.

Setelah motor sudah tidak menghalangi jalan, mobil itu melintas masuk dengan jendela yang masih terbuka.

"Siapa dia?" tanya laki-laki itu kepada satpam yang tengah menundukkan kepalanya kepada seseorang yang masih berada di dalam mobil.

"Orang mencari pekerjaan, Pak?" jawab satpam yang diketahui bernama Sugeng.

"Coba tanyakan, bisa menyetir mobil tidak? Kalo iya saya lagi butuh seorang sopir pribadi!" perintah laki-laki yang masih memegang setir mobil.

Tanpa pikir panjang lagi, satpam langsung menghampiri seseorang yang dituju tengah menghidupkan mesin motor, bersiap-siap meninggalkan gedung tersebut.

"Hey?" panggil satpam dengan suara yang keras karena laki-laki yang dipanggil sudah lengkap memakai helm dan jaket lusuhnya.

"Saya," ucap Dimas kaget sambil menunjukkan tangannya ke arah dada. Dimas langsung mematikan mesin motor seraya melepas helm di kepalanya.

"Bisa setir mobil tidak? Pak Bos lagi butuh sopir pribadi?" ucap satpam sambil mengusap keringat karena cuaca sekarang sangat panas.

Dimas lama terdiam sambil memikirkan setiap kata yang diucapkan satpam. Pekerjaan yang ia cari bukanlah sopir. Ia menginginkan bekerja di perusahaan tersebut minimal di bagian gudang mengingat jurusan yang diambil saat kuliah adalah Marketing. Namun, untuk urusan menyetir bukanlah sesuatu yang sulit karena ia dulu sering menyetir mobil pick up saat membantu Pak Dhenya mengangkut hasil bumi untuk di bawa ke pasar.

"Cepat jawab? Ditunggu Pak Bos," sahut satpam dengan nada tidak sabar.

Dimas pun terpaksa mengangguk lemah. Dalam pikirannya jika ia belum bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai, setidaknya ia bisa menjadi sopir sambil menunggu pekerjaan yang lebih baik lagi.

Sugeng langsung berlari menuju mobil pimpinannya memberikan informasi yang ia dapatkan dari laki-laki itu.

🍂🍂🍂

Dan sekarang Dimas tengah berada di ruang tunggu di depan ruangan pimpinannya. Sepertinya laki-laki yang temui tadi tengah sibuk mengecek bagian lain mengingat sosok tersebut belum terlihat di ruangan dengan pintu yang masih terbuka lebar. Dimas sekarang malu karena suasana di gedung ternyata membuat dirinya semakin kecil. Orang yang bekerja di sini bukan orang sembarangan terlihat dari wajah karyawan yang tengah sibuk bekerja.

Udara AC yang terasa sangat dingin seperti menembus kulit Dimas yang terbungkus dengan kemeja putih yang lusuh.

"Kamu masuk ke ruangan saya!"

Tiba-tiba terdengar suara yang melintas di hadapan Dimas yang tengah melamun. Dengan sedikit terperanjat ia langsung berdiri dari tempat duduknya sambil membawa map berwarna coklat.

Ia langsung berjalan mengikuti seorang laki-laki yang ia temui tadi pagi, tetapi bedanya sekarang ia dapat melihat lebih jelas. Laki-laki dengan postur tubuh yang jangkung, kulit sawo matang sambil menenteng tas kantor berwarna hitam.

Dimas pun sekarang berada di ruangan laki-laki itu. Sepertinya ia mempunyai jabatan penting di perusahaan ini dilihat dari ruangan kerja yang luas ditambah dengan sofa  yang terletak di ujung untuk menemui klien. Pengharum ruangan  beraroma Pinus menyeruak di ruangan ini sehingga membuat Dimas sedikit rileks.

"Duduklah!" perintah laki-laki itu sambil membuka laptop yang ia ambil dari tasnya.

Dimas langsung menuruti perintah laki-laki itu, tak lupa ia menyodorkan berkas surat lamaran yang sudah dipersiapkan dari hari kemarin.

"Ini surat lamaran saya, Pak," ucap Dimas dengan ragu karena orang yang diajak di depannya sama sekali tidak melihat dirinya.

Sorot mata yang tajam tengah melihat ke arah Dimas sehingga membuat laki-laki berkemeja putih itu langsung menundukkan pandangannya. Ia tidak menyangka jika orang yang berada di depan mengambil map berwarna coklat. Namun, yang membuat Dimas berkecil hati ketika berkas-berkas dalam amplop tersebut hanya dilemparkan ke atas lantai di samping tempat duduk laki-laki itu.

Dimas hanya bisa mengeratkan jari-jari tangannya karena tidak bisa berbuat lebih. Ia sadar jika dirinya orang lemah yang tengah mengemis pekerjaan kepada orang di depannya.

"Bisa setir mobil?" tanya laki-laki itu dengan angkuh. Pandangannya masih tertuju pada laptop.

"Bisa, Pak," jawab Dimas lirih. Ia hanya bisa melihat wajah pimpinannya yang tengah mengerutkan kedua alisnya dengan mata yang tak pernah lepas dari tatapan layar laptopnya.

"Tolong cuci mobil saya. Ini tempat dimana saya cuci mobil."

Sebuah kunci mobil dan selembar kartu nama tanpa bersalah mendarat dengan terpaksa di depan Dimas karena pemilik yang melemparkan begitu saja.

"Tidak usah hiraukan ongkosnya karena seperti biasa saya transfer kepada pemilik cucian. Cepat pergi! Saya lagi banyak pekerjaan. Tolong nanti antar saya pulang jam empat sore. Kalau tidak tahu mobil saya diparkir, bisa tanya satpam."

Gerakan tangan laki-laki yang sekarang sudah menjadi bosnya mengharuskan Dimas harus segera dari ruangan itu.

Setelah melihat sopir pribadi yang baru diangkat beberapa menit yang lalu, laki-laki itu meremas rambutnya dengan keras berusaha melepaskan beban yang ada di pikirannya.

🍂🍂🍂

Alya tengah keluar dari kampus menunggu sahabatnya yang belum selesai mata kuliah. Untuk menghindari kebosanan, Alya memilih untuk duduk di taman sambil membuka kembali tugas kuliahnya yang harus banyak diperbaiki.

Mobil Fortuner warna hitam berhenti di dekat taman. Alya hanya melihat sepintas mobil tersebut dan pandangannya tertuju kembali pada tugas-tugasnya.

"Sudah mau pulang sekarang?" tanya Dimas yang sekarang sudah berdiri di samping Alya. Perempuan itu kaget karena kedatangan Dimas yang secara tiba-tiba karena biasanya perempuan itu sangat hapal dengan suara motor kekasihnya.

"Iya," jawab Alya sambil mencari keberadaan motor Dimas.

"Ayuk pulang sekarang," ajak Dimas yang sudah berjalan di depan.

Alya langsung membereskan tugas di pangkuannya, tak lupa mengirimkan pesan lewat ponselnya agar sahabatnya tidak mencari dirinya.

Perempuan itu tengah sibuk dengan ponselnya hingga baru sadar jika Dimas tengah membukakan pintu mobil untuk Alya.

Perempuan itu terperanjat kaget melihat pemandangan di depannya.

"Motor Mas Dimas ke mana?" tanya Alya yang masih berusaha mencari motor yang biasa ia naiki berdua bersama Dimas.

"Ada di kantor. Masuklah, nanti aku antarkan kamu pulang," sahut Dimas yang sekarang sudah berada dalam mobil dengan setir yang sudah berada dalam cengkeramannya.

Dengan ragu Alya menaiki mobil tersebut dengan hati-hati dan menyimpan berjuta pertanyaan.

"Pasti mau tanya kalau ini mobil milik siapa?" tebak Dimas sambil memperhatikan wajah Alya yang tengah kebingungan.

Perempuan itu mengangguk pasti. Tangannya terus menyentuh body mobil. Ia tidak menyangka jika akan menaiki mobil dengan harga yang cukup fantastis. Pernah bermimpi ia akan duduk di mobil seperti ini dengan suami yang menyetir. Semoga ini pertanda baik karena apa yang ia impikan sekarang menjadi kenyataan.

"Alhamdulillah Mas dapat pekerjaan—"

Alya bersorak kegirangan dan tak henti-hentinya kata hamdalah terucap dari bibir mungilnya.

Dimas jadi ragu akan meneruskan potongan pembicaraan yang terhenti karena teriakan perempuan yang ada di sampingnya. Ia melihat kedua mata perempuan yang berbinar-binar karena saking bahagianya.

"Ini sebenarnya mobil—"

"Alya tahu ini mobil kantor yang akan dipegang sama Mas Dimas kan?" tanya Alya dengan senyuman yang mengembang menghiasi wajahnya.

Dengan terpaksa Dimas mengangguk mengiyakan jawaban kekasihnya. Ia tidak tega memupus kebahagiaan perempuan yang di samping karena dirinya terlalu sering mengecewakan perempuan itu. Biarlah kebahagiaan ini terasa sekejap. Kedua mata Dimas melihat Alya tengah mengusap lembut dashboard sambil tersenyum membuat Dimas semakin bersalah.

Gang adalah saksi bisu perpisahan bagi sepasang kekasih. Perempuan itu turun dari mobil dan melangkah pelan menuju rumah. Sedangkan seorang laki-laki terus menatap kepergian perempuan itu. Nada dering di ponselnya berbunyi. Setelah di lihat di layar ponsel menampilkan deretan angka yang sedang memanggilnya. Dengan terburu-buru Dimas menggeser layar untuk menjawab panggilan tersebut.

Ia sangat kaget menerima panggilan dari seberang, buru-buru melajukan mobilnya untuk menemui seseorang yang sedang menunggunya di suatu tempat.

🍂🍂🍂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro