PART 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~Ada kalanya yang terbaik akan kalah dengan apa yang telah direncanakan-Nya~


Vote dulu ya, baru baca. Terima kasih 🙏

"Mungkin Bapak salah dengar, semalam Bapak mabuk berat," sangkal Dimas berbohong.

Zein hanya menganggukan kepalanya, ia membenarkan perkataan Dimas. Pusing di kepalanya saja sampai pagi ini masih terasa. Entah berapa botol sudah ia habiskan semalam.

"Ayok berangkat sekarang!" perintah Zein yang sudah berdiri dan menenteng tas yang biasa dipakai berangkat kerja.

Dimas langsung meraih kunci yang sudah diletakkan di atas meja kemudian dengan sigap langsung berjalan cepat menuju  mobil Fortuner warna hitam.

Dimas duduk di kursi depan dan Zein memilih duduk di belakang. Laki-laki yang memakai jas warna gelap tampak menyandarkan kepalanya di kursi penumpang. Masalah pribadinya benar-benar menyita pikirannya. Salah satu tangannya lihai mengetik suatu pesan lewat aplikasi whattsap untuk ditujukan kepada seseorang yang sudah menemaninya sejauh ini.

"Pertigaan depan belok kanan!" perintah Zein dengan suara datarnya. Dimas pun mengikuti perintah majikannya.

"Berhenti. Suruh dia masuk!" perintah Zein sekali lagi kepada Dimas. Laki-laki itu pun menghentikan mobil  dan berangsur turun dari mobil.

Dimas sangat kaget ketika mendapati seorang perempuan yang tengah berdiri di pinggir jalan raya. Rambut hitam panjang yang dibiarkan terurai. Kaca mata hitam dengan merek ternama menghiasi wajah putih dan mulus. Atasan putih dengan dua kancing bagian atas yang dibiarkan terbuka begitu saja.

Dimas buru-buru mengalihkan pandangannya dengan secepatnya membuka pintu mobil. Sepertinya perempuan itu sangat kaget melihat kehadiran Dimas. Ia sepintas melihat mobil yang biasa tumpaki dan buru-buru langsung masuk ke dalam.

Dari kaca di dalam mobil, Dimas melihat jika perempuan itu tengah duduk sangat dekat dengan Zein, apalagi ketika bibir perempuan itu menyentuh pipi majikannya membuat Dimas menutup matanya sejenak dan buru-buru melajukan mobilnya.

🌿🌿

"Tumben Mas tiba-tiba menyuruh ketemuan?" tanya Diana sambil bergelayut manja di lengan Zein.

"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan," balas Zein dengan suara dingin dan tatapan yang masih  tertuju ke depan.

"Apa? Sepertinya penting?" tanya Diana yang sekarang sudah melepaskan pelukannya.

"Aku akan menikah," jawab Zein gugup. Ia sebenarnya tidak ingin mengecewakan hati perempuan ini. Namun, ia tidak bisa berbuat lebih.

"Menikah? Akhirnya kamu ingin kita menikah secepatnya?" Diana tampak bahagia. Impiannya menikah dengan kekasih yang sudah menjalin hubungan selama lima tahun akhirnya terwujud juga. Bagaimana tidak ia sebenarnya sudah lelah merayu Zein agar menikah dengan dirinya secepatnya.

"Bukan dengan kamu," ucap Zein sambil menggigit bibirnya.

Dimas yang sedari tadi ikut mendengarkan percakapan dua orang tersebut sangat kaget bahkan secara tidak sadar menginjak rem sehingga mobil berhenti mendadak.

Apalagi Diana, ia  sangat terkejut. Wajahnya terlihat sangat panik. Kedua tangannya langsung memegang lengan kekar milik Zein. Kedua netra sudah berkaca-kaca.

"Ini tidak mungkin," ucap perempuan itu yang sudah menggelengkan kepalanya sambil berurai air mata. Bibir merahnya bergetar karena isak tangis sudah terdengar.

Jangan tanya bagaimana perasaan Dimas saat ini. Ia merasa tidak enak melihat kejadian di dalam mobil, selama menjalin hubungan dengan Alya, ia tidak pernah membuat air mata Alya sampai menetes. Ia betul-betul menjaga perasaan kekasihnya.

"Aku harus menikah dengan pilihan orang tuaku." Zein semakin merasa tidak enak hati karena Diana terus menangis, apalagi sekarang ia masih terisak sambil memeluk dirinya. Bahkan air mata sudah terasa hangat saat membasahi kemeja yang Zein kenakan.

"Apa kamu tidak bisa menolaknya!" tukas Diana yang sudah melepaskan pelukan dan sekarang sedang menatap kedua mata hitam Zein.

"Keputusan sudah tidak bisa diganggu gugat."

"Apa perlu aku yang bilang ke Mamah Papah untuk membatalkan acara pernikahan itu?" tanya Diana dengan gentar. Ia masih belum bisa menerima jika seseorang yang berada di sampingnya akan jatuh di pelukan perempuan lain. Sia-sia sudah hubungan yang telah mereka jalani.

"Jangan. Itu hanya menambah rumit saja," cegah Zein sambil memegang bahu Diana.

"Berati kamu mencintai perempuan itu!" tuduh Diana dengan sengit. Kedua mata merahnya yang masih berair menatap tajam kembali mata Zein.

"Aku tidak mencintainya. Ak—aku bertemu saja belum pernah," ucap Zein sangat gugup. Tidak mungkin dia mencintai seseorang yang sama sekali belum pernah lihat atau pun mengenalinya.

"Lantas kamu menerima begitu saja pilihan orang tua kamu? Apa tak ada sedikitpun rasa kasihan terhadap aku?"

Tangis Diana semakin menjadi, ia kembali lagi memeluk Zein dengan erat.

"Please, mulai saat ini kita akhiri hubungan kita," ucap Zein sambil melepaskan pelukan Diana pelan. Memegang kedua bahu yang bergetar karena belum berhenti menangis. Zein memegang lembut kepala Diana dan mendekatkan ke arahnya dan pelan mengecup kening Diana.

Sebenarnya Zein juga merasa tidak rela melepaskan perempuan yang sudah setia menemani dirinya sampai saat ini. Namun, ia tidak mungkin menolak permintaan orang tuanya karena ada alasan lain.

"Turunlah, aku tidak ingin terkekang oleh perasaan!" ucap Zein sambil mendorong Diana ke belakang dengan pelan. Sontak Diana langsung kembali memeluk Zein sambil menangis sejadi-jadinya.

"Dimas, tolong pinggirkan mobil sekarang!"

Dimas yang sedang melamun, sangat terkejut dengan teriakan Zein yang memekikkan kedua telinganya. Untung jalan sedang sepi sehingga ia bisa menepikan mobil secepatnya.

Zein melepaskan pelukan erat Diana, salah satu tangannya membukakan pintu di samping Diana.

"Aku mohon keluarlah sekarang juga. Jaga dirimu baik-baik."

"Tidak Zein aku mohon, dengarkan aku baik-baik. Aku tidak ingin melepaskanmu," isak Diana semakin menjadi.

Zein mendorong tubuh Diana pelan seakan-akan menyuruhnya dengan paksa agar kekasihnya segera turun dari mobil.

Hati Dimas ikut tercabik-cabik ketika melihat ulah majikannya. Ia tidak tega melihat perempuan itu yang sekarang sudah turun dari mobil dengan isak tangis yang belum reda. Apalagi ia diturunkan begitu saja di pinggir jalan.

Zein menutup pintu mobil dengan keras, wajahnya sama sekali tidak melihat perempuan yang masih berdiri di samping luar mobil miliknya.

"Cepat jalan ke kantor!" teriak Zein kembali kepada Dimas. Ia tidak menyangka jika hubungan dengan kekasihnya kandas begitu saja. Kepalanya ia sandarkan pada kaca jendela di mobil. Ia tidak menyangka jika dirinya bisa sebejat ini meninggalkan Diana begitu saja.

Pelan ia membalikkan badannya dan melihat perempuan itu masih menangis di pinggir jalan. Zein langsung menatap lagi ke depan, meletakkan kepalanya yang terasa berat dan memejamkan kedua matanya yang terasa perih.

🌿🌿🌿🌿

Alya pagi ini sudah sibuk di dapur setelah selesai memasak nasi goreng. Aroma nasi goreng hangat sudah tercium di hidungnya. Perutnya terasa sangat lapar. Bagaimana tidak setelah kemarin seharian puasa, ia hanya meminum air teh hangat saja dan tak ada sesuap nasi masuk ke dalam perutnya.

Sekarang sepiring nasi goreng sudah tersedia di atas meja makan bersama kedua orang tuanya. Ayahnya sudah bersiap-siap berangkat karena sudah memakai pakaian dinasnya.

"Alya?" panggil Ayah kepada putranya.

"Ya, Ayah. Ada apa?" tanya Alya yang sudah meletakkan kembali sendok yang sudah berisi nasi goreng hendak masuk ke dalam mulutnya.

"Akan ada seseorang yang akan melamarmu," jawab Ayah dengan suara berat.

Alya hanya bisa menatap wajah Ayahnya yang tengah menikmati nasi goreng buatannya. Lalu pandangannya berganti pada Ibu yang tengah menunduk dan tidak berani menatap dirinya.

"Tapi Alya sudah memiliki Mas Dimas," bela Alya dengan suara lirih. Walaupun sebenarnya ia paham betul jawaban apa yang akan terucap dari laki-laki paruh baya tersebut.

"Ayah tidak suka dengan Dimas." Benar sekali tebakan Alya, sudah berulang kali Ayahnya mengucapkan seperti itu.

"Sebenarnya yang Ayah tidak sukai itu ibu Mas Dimas bukan Mas Dimasnya kan?" elak Alya sambil menatap nasi goreng di depannya yang sudah tidak lagi menggugah seleranya untuk makan.

"Sama saja. Ayah ingin kamu memiliki suami dari keluarga baik-baik," tukas Ayah sambil mengusap mulutnya dengan sebuah tisu.

"Tapi Yah," ucap Alya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Lusa orang tuanya akan datang melamarmu," ucap Ayah sambil berdiri sambil melihat istrinya yang masih menunduk.

Ketika Ayah hendak menuju ruang keluarga, ia lalu membalikkan badannya melihat dua orang perempuan yang masih terdiam.

"Segera akhiri hubungan kalian," imbuh Ayah sambil menatap tajam ke arah putrinya.


Terima kasih sudah meluangkan waktunya membaca cerita ini. Maaf belum bisa update secara rutin karena masih terpaku cerita Senandung Hujan.

Yang belum baca cerita Senandung Hujan Monggo mampir di akun penerbit WritingProjectAE, sebentar lagi ceritanya ending. Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar ya? Terima kasih 🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro