PART 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~Aku ingin kamu menjadi seperti matahari. Walaupun setiap sore harus kembali ke peraduan tetapi esok selalu datang membawa senyuman~


Vote dulu baru baca 😄

Posisi Zein sekarang sedang meringkuk di atas ranjang king size sambil menahan rasa gatal yang sangat luar biasa. Terpaksa hari ini ia cuti karena tidak mungkin berangkat kerja dengan kulit merah dan bentol-bentol bertebaran di mana-mana.

Obat yang ia dapatkan dari dokter pribadi hanya membuat rasa kantuk saja dan belum bisa mengurangi rasa gatal.

Entah ibunya Alya membeli di mana ikan asin tersebut sehingga menimbulkan efek sangat dahsyat. Mungkin saja itu ikan itu berasal dari laut mati.

"Huft wajah itu lagi yang hadir. Semakin muak saja jika mengingatnya," keluh Zein sambil merapatkan selimut.

Terdengar langkah yang cepat dan mendekat ke arah kamar Zein. Laki-laki itu membuka selimut bagian atas untuk mengetahui siapa yang datang. Pasti bukan Si mbok karena dia paham dan tidak bakalan mengganggu saat dirinya sedang istirahat.

"Zein!" teriak seorang perempuan sambil membuka pintu dan menyeruak masuk ke dalam kamar. Kedua tangan direntangkan ketika posisi mereka sudah dekat. Dan akhirnya, perempuan itu memeluk Zein yang masih posisi tiduran.

"Kamu sakit apa? Barusan aku ke kantor tetapi kamu tidak ada dan mereka bilang kamu sakit," rengek Diana sambil terus memeluk mantan kekasihnya.

"Aku tidak apa-apa," elak Zein sambil melepaskan perempuan itu. Ia tidak ingin si mbok tahu jika diringkus bermesraan dengan perempuan ini karena si mbok tahu dirinya akan menikah dengan pilihan ayah.

"Zein," ucap Diana kaget ketika melihat wajah mantan kekasihnya tidak seperti biasa. Wajah memerah dengan mata bengkak sehingga membuat Diana terpana dengan sosok yang didepannya.

Ia mundur perlahan sambil memastikan jika laki-laki yang barusan ia peluk adalah kekasihnya.

"Kenapa—" Diana sempat syok melihat Zein seperti itu.

"Aku salah makan obat saja, tidak tahunya aku alergi," ucap Zein berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan sesungguhnya apa yang menjadi penyebabnya.

Dari luar kamar terdengar suara Si Mbok memanggil nama majikannya. Suaranya terdengar sangat panik.

"Mas Zein ada ...." ucap perempuan paruh baya itu sambil memegang  dadanya dengan napas tersengal-sengal.

"Ada siapa, Mbok?" tanya Zein penasaran. Ia sudah merubah posisi yang tadi tidur menjadi duduk di tepi ranjang.

"Tuan,"

Tetapi sayang, nama yang diucapkan sudah masuk ke ruangan ini secara tiba-tiba. Diana dan Zein terperanjat kaget, bahkan laki-laki yang masih menahan rasa gatal sontak langsung berdiri di samping Ayahnya.

Diam-diam ia mencuri pandang ke arah Diana yang sangat syok, wajahnya pucat. Bolak-balik ia sedikit menurunkan rok mininya yang terlalu ketat agar sedikit menutupi paha mulusnya.

"Mamah," sapa Zein ketika melihat sosok wanita yang telah melahirkannya dengan dengan wajah kecewa karena dirinya kepergok tengah berdua dengan Diana di kamar ini.

Suasana menjadi tegang. Si Mbok memilih mengundurkan diri dari kamar ini karena ia paham seperti apa Tuan besarnya. Sedangkan Diana yang kepalang basah tak berani menatap Ayah Zein yang dari dulu memang tidak menyukai dirinya. Diana juga ikutan mundur seperti Si mbok.

Sekarang tinggal Zein bersama kedua orang tuanya yang tengah menatap kecewa.

"Kenapa kamu masih bersama perempuan itu?" tanya Ayah dengan tatapan yang sangat sulit untuk dijelaskan.

"Zein tidak tahu, tiba-tiba ia datang ke kamar ini," ucap Zein membela diri. Ia mengacak rambutnya yang benar-benar gatal.

"Sudah Ayah beri tahu jika kamu akan dijodohkan dengan anak sahabatnya Ayah. Dia perempuan yang baik dari segi akhlak dan agamanya agar bisa merubah kelakuan kamu!" gertak Ayah dengan geram.

"Cih, perempuan itu!" geram Zein sambil mengepalkan tangannya.

"Jaga mulut kamu!" teriak Ayah karena sudah tidak bisa mengontrol emosinya.

"Yah kenapa Zein harus selalu menurut sama Ayah. Perempuan itu kan seharusnya —"

PLAK

Ayah sudah kehilangan emosinya saat tiba di rumah ini, apalagi anaknya kepergok dengan kekasihnya berdua di dalam kamar. Dan sekarang Zein selalu menentang ucapan Ayahnya. Mungkin satu tamparan bisa membuat Zein terdiam.

Dan benar saja, ia langsung bungkam sambil memegang ujung mulutnya yang tak sengaja terkena tamparan Ayah. Bagi Zein ini sudah biasa dan ibaratnya seperti camilan ketika Ayahnya tiba. Mamah hanya terdiam membisu sambil menunduk dan tak bisa berbuat lebih.

Tangan Zein langsung meraih sebuah kunci motor dan jaket yang tergantung dekat lemari. Ia sudah muak jika seperti ini. Kehidupannya selalu saja diatur oleh Ayahnya ketika rencana gila tentang pernikahan dengan anak sahabatnya Ayah. Ia semakin membenci perempuan itu.

Setelah sampai luar, ia langsung menstater dan melajukan kecepatannya dengan tinggi berusaha menghindari ucapan Ayah yang sudah berteriak di depan gerbang.

"ZEIN!"

Laki-laki yang sudah mengemudikan motornya dengan kencang. Ia sudah tidak peduli lagi dengan keselamatannya karena ia sama sekali tidak memakai helm. Tujuannya hanya satu yaitu pergi.

🌿🌿🌿🌿

Sudah dua hari ini Alya sama sekali tidak bisa menghubungi Dimas. Ponselnya mati bahkan pesan yang ia kirimkan untuk Dimas dua hari yang lalu sama sekali belum dibaca.

Seperti siang ini, Alya masih menunggunya di pinggir jalan. Hari ini memang mata kuliah tidak banyak, Dimas pun sudah paham kapan saatnya dia menjemput.

Suasana semakin gelap karena awan hitam sudah menghias langit. Dengan hati kecewa, Alya segera menyeberang karena ia harus posisi angkutan umum ada di seberang.

Tiba-tiba ada motor kecepatan tinggi melintas di hadapannya. Padahal jalan di depan kampus sudah ada rambu-rambu untuk mengurangi kecepatan. Sepertinya pengendara tersebut tidak mengindahkan larangan tersebut.

BRUK

Tubuh Alya tersenggol motor tersebut sehingga ia terdorong ke belakang. Ia duduk dengan posisi duduk dengan kedua tangan yang sudah memegang aspal. Mahasiswa lain yang melihat kejadian itu pada berteriak dan memanggil Alya.

Jantung Alya berdetak lebih cepat. Ia tidak menyangka jika akan mengalami kejadian seperti ini. Tangan sebelah kanan terasa sangat perih karena bergesekan dengan aspal. Sepertinya lukanya lumayan karena darah sudah tampak di telapak tangan.

Setidaknya ia masih bersyukur karena cuma tangan yang luka. Tatapanku sekarang tertuju pada sosok yang masih berada di atas motor. Ia sangat syok karena wajah yang tidak memakai helm itu sangat ia kenal.

Laki-laki itu turun dari motornya lalu mendekat ke arah Alya yang sudah dikerumuni teman-teman Alya.

"Saya yang akan tanggung jawab," ucap Zein kepada teman Alya sehingga mereka tidak lagi mengkhawatirkannya Alya yang terlihat masih syok.

"Ayok naik ke motor aku!" perintah Zein kepada Alya. Wajahnya terlihat sadis tak seperti tadi saat ada teman-temannya.

"Aku naik angkot saja," elak Alya. Ia tidak ingin berdekatan dengan laki-laki itu.

"Cepat naik!" Suara Zein terdengar meninggi karena Alya tidak mau mengikuti perintahnya. Alya memeluk tas dengan erat. Tatapan laki-laki itu sangat menakutkan.

Tangan Zein langsung menarik pergelangan tangan Alya dengan kasar, luka di tangan perempuan itu tak sengaja terkena tangan kekar milik Zein sehingga Alya sedikit meringis karena kesakitan.

Sekarang tangan Alya berada di genggaman tangan Zein dan ditariknya sedikit kasar agar Alya mau berjalan menuju motor milik Zein.

Sedikit kesusahan untuk menaiki karena motor tersebut lumayan tinggi. Alya memilih duduk menyamping agar tidak terlalu berdekatan.

Zein mengemudikan dengan cepat sehingga perempuan itu lumayan takut mengingat mereka tidak memakai helm. Dugaan Alya jika Zein akan mengantarkan ke rumah ternyata salah, laki-laki itu membawa Alya menuju bukit di belakang kampus. Pikiran perempuan itu sudah kemana-mana. Jantungnya sudah berdetak lebih cepat.

Dan benar saja Zein menghentikan motor di jalan setapak yang ada di dalam bukit.

'TURUN!" teriak Zein dengan kasar. Tatapan wajahnya masih sama, tak ada senyuman sama sekali. Terlihat jelas jika laki-laki itu sangat membenci Alya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro