23. Penyesalan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 23 Penyesalan?

“Kelelahan dan stres yang berlebih. Tekanan darah anda cukup tinggi.” Sembari berucap, dokter Lana mencatat goresan di berkasnya. “Saya sarankan untuk mengurangi semua yang berlebihan agar tidak terjadi kontraksi yang belum waktunya,” senyum sang dokter. Menekan kata semua yang berlebihan.

Lily mengangguk. Tentu saja ia menyadari tatapan penuh arti sang dokter yang menjadi konsultannya untuk program kehamilan, sementara dirinya tak pernah memeriksa kandungannya pada dokter tersebut. Dan terutama …

“Dok?” Lily menahan tangan sang dokter. “Hubungan saya dan suami sedang sedikit ada kerumitan. Bisakah Anda merahasiakan kehamilan ini?”

Dokter Lana tak langsung mengangguk. Sejenak mempertimbangkan sebelum akhirnya memberikan satu anggukan pelan dan berbalik pergi.

“Ada apa?” Lily menatap Barron yang berdiri di ujung ranjang. Infusnya masih tersisa setengah, sebelum dokter mengijinkannya untuk rawat jalan. “Aku sudah mengatakan padamu untuk membawaku pada dokter Rama.”

“Kau tiba-tiba pingsan, kau pikir aku punya pilihan?”

Lily tak membalas.

“Aku harus mengurus administrasimu,” ucap Barron dan menghilang di balik gorden. Setengah jam kemudian, keduanya sudah duduk kembali di mobil Barron.

“Kenapa kau begitu bersikeras menyembunyikan semua ini dari Cave? Melakukan semua ini hanya untuk menghindari Cave. Apa aku salah jika merasa kau sedang kebingungan? Kau tak tahu harus tetap atau pergi. Kau masih dipenuhi keraguan? Dan aku tak memahami keraguan itu.”

“Dan aku tak tahu apa maksud semua kata-katamu.”

“Kau ingin bercerai atau tidak?”

Lily terdiam.

Barron mendengus. “Pertanyaan seringan ini dan kau masih ragu.”

“Kau ingin membalas Cave? Cave bahkan tak berhak bertanggung jawab untuk apa yang dilakukan mamanya. Dia bahkan tak tahu menahu tentang masa lalumu dan Nyonya Zachery.”

“Kau berbicara untuk Cave?”

“Tidak. Kau yang mendadak diragukan oleh pria itu.”

“Aku hanya belum memutuskan pilihanku. Dan tak mungkin mengurus perceraian sementara pria itu bertekad menghamiliku. Aku tahu dia tak akan melepaskan kami dengan mudah. Dan jangan lupakan tentang mamanya. Setidaknya aku masih punya sedikit nurani untuk melindungi anak ini.”

“Dia sudah menghamilimu,” koreksi Barron lagi.  “Dan sudah pasti tidak akan melepaskanmu.”

Lily tak membalas. Keduanya kembali saling membisu sepanjang perjalanan. Percakapannya dan Barron membuat pikirannya semakin kusut.

*** 

Cave mengernyit menatap layar ponsel di tangannya yang tengah memutar sebuah video. Dalam durasi yang cukup singkat, mulai dari Barron yang sedang menggendong Lily, yang tak sadarkan diri. Di halaman samping rumah sakit menuju pintu UGD.

“Dia berselingkuh. Dengan atasannya sendiri.” Ivie mengambil ponselnya di tangan Cave. “Kau bahkan tak tahu kalau dia akan pulang hari ini, kan?” Ivie duduk di samping Monica. “Kalau kau tak percaya, kau bisa tanya pada Monica. Kita berdua melihatnya, kan? Dengan mata kita sendiri.”

“Kau juga bisa memeriksa CCTV …”

“Aku tak mengatakan kau berbohong, Ivie.” Suara renda Cave berhasil menciptakan suasana yang tak mengenakkan di antara mereka. “Kau datang ke kantorku hanya untuk memperlihatkan video itu?”

Ivie mendesah kasar. “Kau benar-benar tak menghargai orang-orang yang peduli denganmu, ya?”

“Tidak.”

“Dia mengkhianatimu, dan bekerja sama dengan pria itu untuk menghancurkan perusahaan Egan. Apa tidak ada sedikit pun kepedulianmu untukku?”

“Kau peduli padaku atau kau ingin aku peduli padamu?”

“Terserah apa yang ingin kau katakan, Cave.”

“Mungkin Lily memang sakit, Ivie. Kita tak benar-benar tahu.”

“Aku dengar sendiri perawat itu memanggil dokter Lana untuk memeriksanya. Dokter spesialis kandungan yang juga merawatku.”

“Dokter Lana?” Kening Cave bertaut.

“Ya, kemungkinan dia hamil dan anak itu anak pria itu.”

“Ivie.” Monica memegang tangan Ivie. Yang segera merapatkan mulutnya.

“Tak mungkin anakmu, kan. Sejak menikah, hubungan kalian tampaknya semakin memburuk. Aku tak tahu kenapa kau masih membiarkannya tinggal di rumah ini.”

“Mungkin ini bukan tentang kehamilan, Ivie. Kau bilang dia mempunyai masalah dengan rahimnya, kan?” Monica menatap Ivie dan Cave bergantian. “Cave melakukan program kehamilan. Jika memang hamil, untuk apa dia menyembunyikannya dari kita semua. Dia bahkan terang-terangan menyuruhku dan Cave memiliki anak bersama.”

“Kadang dia memang menjadi gila.” Ivie seketika merapatkan kembali mulutnya. Memalingkan muka ke arah Monica. “Kau benar, Monica. Ini pasti ada hubungan dengan rahimnya yang bermasalah. Dia pasti menyembunyikannya karena tak ingin kakek mengusirnya.”

Cave tak mengatakan apa pun. Perjalanan bisnis yang tiba-tiba. Tak ada komunikasi. Dan sekarang pulang tanpa kabar apa pun. Bersama pria lain. Bibir Cave menipis, Lily seolah sengaja menginjak-injak harga dirinya sebagai seorang suami. Atau memang wanita itu tak lagi menganggapnya sebagai seorang suami.

Ingatan kecelakaan itu berputar di benaknya. Dan perasaan itu masih sama. Membayangkan dirinya akan kehilangan Lily menjadi tak tertahankan. 

*** 

Kruz mengangkat kepalanya sejenak. Mendengar langkah sang istri yang mendekat dan duduk di depan mejanya. Selama beberapa menit, tak ada satu pun yang memulai perbincangan. Elva hanya mengamati sang suami yang sibuk untuk menorehkan tanda tangan di beberapa lembaran setelah mengecek isinya. 

“Kau tak bertanya kenapa aku di sini?”

“Kau akan bicara jika ingin membicarakannya.”

Elva kembali terdiam. Menatap keseriusan Kruz, yang tak pernah repot-repot memperbaiki hubungan pernikahan mereka. Bahkan hanya sekedar memberikan perhatian untuknya. Satu-satunya  yang ada di pikiran pria itu hanya berkas, pertemuan, dan jadwal. “Aku sudah menghubungi pengacara untuk mengurus perceraian.”

Kruz membeku sejenak, menatap Elva dan … “Kau yakin …”

“Bukan perceraian kita,” tekan Elva merendahkan suaranya. “Aku tak akan menceraikanmu, kecuali aku mati.”

“Cave?”

Elva mengangguk.

“Ya, coba saja.” Kruz kembali membuka lembaran selanjutnya, keningnya berkerut tak suka pada apa yang dibacanya.

“Apa maksudmu?”

“Kau mengenalnya, Elva. Saat dia menginginkan sesuatu, tak akan ada yang menghalanginya.” Kruz mengedikkan bahunya. “Menurutmu itu menurun dari siapa?” Pertanyaan yang tak butuh jawaban.

“Hubungan pernikahan mereka sudah berantakan. Malah Cave lebih akrab dengan Monica dibandingkan istrinya. Dalam waktu dekat kita pasti akan segera mendapatkan kabar dari mereka.”

“Dan apa yang membuatmu yakin kalau papa akan menerima anak di luar pernikahan?”

“Itu alasannya menerima wanita itu.”

Kruz kembali menatap sang istri. “Sebenarnya apa yang membuatmu begitu dendam pada menantumu sendiri?”

“Dendam?” Elva mengerjap. “Kata-katamu berlebihan, Kruz.”

“Benci?”

“Aku hanya tak menyukai latar belakangnya. Dia begitu arogan dan tak menghormatiku …”

“Tapi kau memberinya hadiah kalung itu dan aku tahu harganya tak mungkin murah.”

Wajah Elva membeku. Kalung itu ada dua dan tak mungkin ia memberi hadiah pada Lily. Wanita yang ia benci hingga ke tulang sumsumnya. Sebanyak ia membenci ibu kandung Lily. “Aku hanya ingin terlihat menghargai keputusan putraku.”

“Hanya terlihat,” dengus Kruz. “Tapi mengkhianati dari belakang,” tambahnya.

“Terbukti pilihannya salah.”

“Mereka sedang bertengkar. Pertengkaran sudah biasa dalam sebuah pernikahan. Kurasa kau cukup berpengalaman.”

“Pernikahan kita adalah hal yang berbeda.”

“Atau pernikahan Cave yang akan berbeda.”

Wajah Elva kembali dipenuhi gurat amarah.

“Ah, tentang uang dari penjualan sahammu di CC. Aku tak ingin memasukkannya ke dalam harta gono gini. Itu sepenuhnya akan menjadi uang pribadimu.”

“Apa maksudmu?”

“Maksudku, aku tak ingin terlibat masalahmu. Kau ingat kesepakatan pernikahan kita. Untuk tidak membawa masalah dalam pernikahan ini.”

Raut wajah Elva semakin mengeras. “Kau berpikir itu yang kotor.”

“Aku mendengar desas desus aneh. Apa hubungan CC dengan Hart Corporation?”

Napas Elva tercekat. Hanya butuh satu detik untuk mengendalikan ekspresi wajahnya. “Perusahaan itu sudah bangkrut.”

“Dan kebetulan keluarga Carim membeli gedungnya untuk membeli usaha itu.”

“Kau menuduhku?”

“Aku tak mengatakan apa pun, Elva.”

Mata Elva berkedip sekali. “Mereka semua sudah mati dan semua asetnya digunakan untuk membayar hutang di bank. Hanya itu yang kutahu.”

“Kita semua tahu itu.”

Elva mendesah gusar. Menyambar tasnya di meja dan berdiri. “Kau masih saja terpengaruh dan menjadi emosional setiap kali membicarakan Ginny.”

“Kau tidak?”

Elva terdiam.

“Karena wajahnya mirip dengan Ginny?”

“Apa?” Elva kembali dibuat terkejut. “Dia tidak ada hubungannya dengan Ginny.”

“Ya, seharusnya.”

“Kau berpikir wajahnya mirip dengan Ginny?”

Kruz tak menjawab.

“Kau berpikir aku ada hubungannya dengan kecelakaan mereka dan sekarang kau berpikir wajah menantumu mirip dengannya? Sampai kapan kau akan berhenti terjebak di masa lalu, Kruz.”

“Setidaknya tunjukkan penyesalanmu atas kematian mereka, Elva.”

“Kenapa aku harus bertanggung jawab atas kematian mereka?”

“Kenapa?” Kruz mengulang. Tak percaya akan mendengar pertanyaan tersebut keluar dari mulut sang istri. “Kau sungguh mempertanyakannya? Kau tahu jawabannya, Elva.”

Elva membeku sejenak. Lalu menggeleng. “Aku tidak tahu dan aku tak merasa perlu tahu. Aku tidak melakukan kesalahan,” pungkasnya mengakhiri pembicaraan dan berjalan keluar.

Kruz tercenung menatap pintu ruangannya yang tertutup. Mereka berdualah yang membuat keluarga kecil itu berakhir dan penyesalan terbesarnya tak akan pernah hilang hingga detik ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro