5. Sekarang Juga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 5 Sekarang Juga

Ternyata dirinya, batin Lily begitu kesadaran kembali menyelimutinya. Inilah cara ketiga yang digunakan Elva untuk menghentikan pernikahannya. Rasa sakit mulai terasa di sekujur tubuhnya. Terutama di bagian lengan kiri. Sepertinya cukup parah. Ia pasti sudah berada di rumah sakit dan mendapatkan penanganan dokter. Obat pereda nyerinya tak cukup membantu.

Satu-satunya hal yang Lily ingat adalah mobil yang mendatanginya dari sisi kanan dan setelahnya ia tak bisa mengingat apa yang terjadi. Kegelapan melingkupinya dengan sangat cepat.

“Kau sudah bangun?”

Lily menoleh dan Cave mendekat tepat di sampingnya. Rambut pria itu tampak berantakan dengan kedua mata yang menatap lega tersebut masih terlihat basah di sekitarnya. Pria itu menggenggam tangannya dengan hati-hati. “Apa yang terjadi?”

Cave tak langsung menjawab. Tangannya yang lain menekan tombol di samping ranjang. “Kau tak ingat apa yang terjadi?”

“Mobil. Aku naik taksi dan …”

“Ya, tabrak lari.”

Lily sama sekali tak terkejut. 

“Dan …” Cave langsung terdiam. Kesedihan di wajah pria itu semakin jelas, terutama ketika telapak tangan pria itu menyentuh perut Lily.

Lily tercekat. Merasakan wajah Cave jatuh di samping kepalanya. Membisikkan maaf berkali-kali karena tak bisa melindunginya dan anak dalam kandungannya. Berjanji akan menangkap pelaku tabrak lari tersebut.

Lily menyangsikan janji tersebut. Meski ia tak punya bukti, ia tahu dalang di balik kecelakaan ini adalah Elva Zachery. Yang berdiri di ujung ranjang pasiennya keesokan harinya. Saat Cave meninggalkannya untuk urusan yang ia yakin ada hubungannya dengan kecelakaannya.

“Aku sudah memperingatkanmu.” Seringai Elva penuh kepuasan. “Aku akan membayar lebih banyak karena berhasil membuat lenganmu patah. Meski seharusnya kaki, agar kau tak melangkah lebih jauh lagi.”

“Beruntung,” senyum Lily dingin. Mengakui usaha Elva kali ini cukup serius, tetapi tak cukup mengundang ketakutannya. Mungkin sedikit- ia harus menghargai usaha seorang Elva Zachery, kan. Tetapi semua itu hanya akan membuatnya semakin tergugah. Jalan yang mudah tidak ada dalam kehidupannya, kan. “Anda sangat pemurah, Nyonya Elva.”

Seringai Elva membeku. “Sekarang kau tahu di mana tempatmu, kan?”

Lily melebarkan senyumnya. “Ya, di ranjang pasien. Meresapi kehilangan dan rasa sakit di lengan? Tapi aku tahu akan baik-baik saja. Jika itu yang Anda cemaskan.”

Elva terkekeh. Berjalan ke samping Lily dengan kilat jahat di kedua mata. “Kau masih memiliki kepercayaan diri, ya. Apa Cave belum memberitahumu? Atau dokter?”

Lily terdiam. Apa yang perlu mereka beritahu padanya selain kegugurannya?

“Kau tak akan bisa mengandung anak Cave lagi.” Binar kepuasan menyelimuti wajah Elva melihat senyum di wajah Lily yang mulai memudar.  “Atau anak siapa pun.”

Lily  merasakan kepucatan merebak di seluruh permukaan wajahnya. 

Elva menekan lengan atas Lily, menyeringai jahat dan menikmati kemenangannya ketika rintihan Lily menggelitik telinganya. “Inilah akibatnya jika kau menentangku, anak buangan. Jadi, bagaimana rasanya menjadi kalah? Sangat familiar, kan.”

Lily menyentakkan pegangan Elva hingga terdorong ke belakang. Seringai Elva dalam sekejap berubah menjadi raut kesedihan yang dibuat-buat ketika mendengar suara langkah mendekat dan pintu ruangan yang dibuka oleh Cave.

“Mama di sini?”

Elva membalik tubuhnya. “Mama baru mendengarnya dari Monica. Kau membatalkan pertemuan kalian. Mama harus tahu perkembangan pameran kita untuk lusa, kan?”

“Ronan yang akan menggantikanku.” Cave mengambil tempat di samping Lily, merasakan dominasi sang mama yang mempengaruhi wanita itu. 

“Hmm, mama paham. Kalian butuh waktu untuk saling menghibur.” Elva memberikan satu anggukan dan berjalan menuju pintu.

“Kau sudah bicara dengan dokter?”  Lily kesulitan menguasai kepucatan di wajahnya. Ketakutan yang diinginkan Elva berhasil menyelinap ke dalam hatinya.

Cave mengangguk pelan. 

“Apa saja yang dikatakan dokter?”

Cave tak langsung menjawab.

“Aku tak butuh dikasihani.” Lily menepis tangan Cave. Membuatnya meringis ketika menyadari gerakannya yang terlalu kuat. 

Cave segera menahan pundak Lily yang berusaha duduk.

“Katakan.”

Cave masih berusaha diam. 

“Dan jangan menatapku seperti itu,” peringat Lily. Perasaannya mendadak campur aduk, seberapa keras pun ia berusaha untuk menghadapi situasi ini dengan ketenangan. “Aku tahu apa yang terjadi.”

“Apa yang dikatakan mamaku?” Entah bagaimana mamanya tahu tentang informasi ini. Melihat penolakan sang mama akan hubungannya dengan Lily, tentu saja mamanya pasti sangat tertarik semua hal yang berkaitan dengan wanita ini.

“Aku bertanya lebih dulu, Cave.”

“Tak membuatmu harus mendapatkan jawaban lebih dulu, kan?”

“Cave?” Suara Lily diselimuti permohonan. Yang biasanya selalu berhasil membujuk pria itu.

Cave mendesah sekali. Menatap kekalutan di wajah Lily. “Tidurlah, kau harus …”

“Apakah masalahnya seserius itu?”

Cave tak langsung menjawab. “Semuanya akan baik-baik saja.”

“Tak akan baik-baik saja.” Lily melepaskan pegangan tangan Cave. Menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Mengontrol kembali emosinya. “Jika semuanya baik-baik saja, tak ada yang perlu kau sembunyikan dariku, Cave. Aku tak bodoh.”

Bibir Cave menipis keras.

“Aku tak akan bisa hamil lagi. Apakah itu sekarang mempermudahmu?” Lily menahan getaran yang menyerang bibirnya. Pun hatinya yang hancur tak bisa ia tahan lebih lama lagi.

“Jika saja mamaku mendengar lebih banyak, aku yakin itu akan mengurangi kesenangannya.”

“Jadi memang ya.” Mata Lily terpejam. Kali ini ia menyerah pada emosi yang menerjang dadanya. Membiarkan air mata mengalir ketika wajahnya berpaling. Elva sudah merenggut segalanya.

“Shhh.” Cave memeluk dari belakang. “Aku tak akan meninggalkanmu.”

Lily menggeleng. Menyeka air mata dengan punggung tangannya. Dalam sekejap berhasil menguasai kekalahannya. Air mata tak akan memberikan apa pun. Elva bisa mematahkan kaki dan tangannya. Menghancuran tubuhnya. Tapi … ia masih bernapas. Ia masih hidup dan hidupnya masih akan terus berlanjut.

Saat mengurai pelukan Cave dan menghadap pria itu. “Tidak, Cave. Kau yang harus meninggalkanmu.”

Wajah Cave seketika mengeras. “Apa maksudmu?”

“Kakekmu memberikan restunya karena aku akan memberikan keturunan untukmu. Kau membutuhkan itu.”

“Sekarang aku tak membutuhkannya.”

Ujung bibir Lily menyeringai. Ah, ia lupa. Ia masih memiliki cinta Cave. 

“Sekarang aku bukan lagi wanita yang sempurna.”

“Kau selalu menjadi yang sempurna.”

“Tidak, Cave. Aku sudah tak layak lagi menjadi menantu keluargamu. Mamamu mengatakan …”

“Bukan mamaku yang berhak menentukan kebahagiaanku.”

“Aku tak ingin …”

Cave merangkum wajah Lily, menyeka air mata yang masih tersisa di ujung mata Lily dengan lembut. Mendaratkan kecupan yang dalam di kening sebelum kemudian berjanji dengan seluruh kesungguhan pria itu. “Kita akan menikah. Sekarang juga.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro