Page 7 : Cermin Pelangi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seseorang menepuk-tepuk bahuku sambil berbicara dengan suara nyaring.

"Reni, bangun! Ini sudah siang. Tidak baik tidur pagi-pagi."

"Loh, buaya... Eh, Pak guru!"

"Kau kira bapak ini buaya? Sekarang waktunya belajar, bukan tidur."

Aku baru sadar bahwa ternyata aku tertidur. Negeri dongeng itu cuma mimpi. Aku malu sekali ditertawakan oleh teman-teman. David juga tertawa seperti yang lain. Selalu seperti ini. Pasti dihukum lagi.

Hukumannya sih tidak seberapa. Cuma membersihkan halaman. Itu sudah biasa kulakukan. Sekarang aku menggantikan Paman bekerja.

"Reni dihukum lagi ya?"

"Iya. Tapi tidak apa-apa. Aku juga sering melakukan kesalahan. Kalau hanya menyapu halaman, itu sih namanya bukan hukuman. Tapi pekerjaan yang menyenangkan."

"Benar juga."

Huh, melelahkan sekali! Teh segar membuat badan lebih semangat. Setelah selesai aku kembali ke kelas. Sebelum masuk, kulihat ada pancaran sinar pelangi keluar dari sebuah kaca jendela. Setelah dekat, semakin dekat dan begitu dekat, ku intip di dalamnya.

Aku melihat..... Seseorang yang membuat hatiku terluka. Bersama seorang lagi yang sangat aku sukai. Ini kedua kalinya hatiku sangat terluka. Kata Paman penjual barang antik, hatiku dipenuhi rasa cemburu. Apa? Cemburu? Tidak, tidak! Pokoknya aku tidak boleh cemburu. Hatiku harus tetap tenang. Walau sulit untuk menghilangkannya. Cermin pelangi itu kan punyaku. David memberikannya kepada Clara. Sudah kuduga.

Sempat terpikirkan olehku tentang 'Negeri Dongeng'. Itu mimpi atau nyata. Mungkin sesuatu yang masih misteri. Atau memang benar-benar kenyataan yang ada dalam mimpiku. Aku harus mengembalikan cermin pelangi. Agar pintu gerbangnya terbuka, lalu aku akan tahu cerita terakhir buku 'Pangeran Bill'. Kini cermin itu ada di tangan Clara. Apa yang harus kulakukan untuk mendapatkannya kembali? Bagaimana kalau merebut langsung dari tangannya? Tapi beresiko. Bisa-bisa malah pecah. Sepertinya aku harus menunggu dia keluar. Aku akan mencuri. Aku juga tahu kalau mencuri itu tidak baik. Tapi kalau mencuri barang milik sendiri, apa salahnya.

Sekali lagi ku intip. Clara menaruh cerminnya di dalam tas. Kemudian mereka keluar. Sempat David melihatku.

"Hai, Reni! Ternyata kamu di sini. Maaf aku belum mengucapkan terima kasih. Terima kasih ya untuk kue buatanmu. Tim kita jadi menang."

"S-s...sama-sama."

"David, ayo cepat nanti kita terlambat!" Clara seketika menarik tangan David.

Clara dan David berlari. Sepertinya ada sesuatu yang serius. Mumpung tidak ada orang, aku mengendap-endap.

Berjalan perlahan... Tanpa suara... Tenang dan tenang... Jangan berisik!... Ssttt!... Sedikit lagi... Sedikit lagi... Resleting tasnya sudah terbuka. Sekarang ambil cerminnya, tutup kembali, lalu sembunyikan.

Ketika jariku mulai menyentuh cermin itu, tiba-tiba...

"Hei, siapa di sana?"

Aku kaget. Rupanya ada bapak Pembina OSIS. Aku harus segera merapikannya supaya tidak ketahuan.

"Apakah David dan Clara sudah menuju ruang OSIS?"

"Su-su-sudah, Pak." Jawabku gemetar.

"Ya sudah. Mereka itu selalu terlambat." Luahnya kesal.

Huft, hampir saja! Untung beliau tidak melihat yang barusan kulakukan. Aku harus cepat-cepat. Ternyata terlambat. Bel sudah berbunyi. Ketika aku menuju tempat dudukku, tas Clara masih terbuka. Harus ditutup. Tapi aku ketahuan duluan. Clara sudah melihatku, disusul David.

"Hei, kenapa kamu pegang-pegang tasku? Mau mencuri ya?"

"Ti-ti-tidak kok. Aku cuma.... memperbaiki resleting tasmu."

"Ah, bohong! Minggir!" Dia mendorongku

"Cermin pemberian David, hilang. Kau mencurinya!" Dia menunjuk mukaku.

Apa yang harus aku katakan? Mungkin aku bisa berbohong. Bicara apa sajalah.

"Enak saja. Sebenarnya ini kan punyaku."

"Apa katamu? Punyamu? Sembarangan. David sendiri yang memberikannya padaku."

"Iya, aku tahu. Tapu ini memang punyaku. Kemarin tertinggal."

"Si pencuri tak mau mengaku juga. Kamu iri kan sama aku."

"Iri? Aku tak pernah iri dengan siapapun. Justru kaulah yang selalu iri denganku. Berlagak sombong, sok keren di hadapan teman-teman, rak punya perasaan... " Perasaanku semakin membara. Aku harus membela diri demi mendapatkan cermin pelangi itu.

"Kamu mulai kurang ajar ya, Ren. David, kamu kok malah diam saja. Seharusnya kamu bertindak."

David masih diam.

Suasana semakin memanas. Ramai siswa lain yang menonton pertengkaran kami. Saat itu aku tidak bisa mengendalikan perasaan. Rasanya ingin marah. Akhirnya David angkat bicara.

"Sebenarnya cermin itu... Aku mengambil di kotak kuemu."

"Lalu kenapa kau tidak mengatakannya padaku?" Bentakku.

"Karena ku kira itu hadiah untukku. Aku tidak membutuhkannya. Jadi kuberikan saja pada Clara. Ya benar, aku mengambil cermin pelangimu."

"Aha, mengaku juga! Benar dugaanku." Aku beralih menatap mata Clara. "Kamu dengar sendiri kan, Clara. David yang mencuri."

"Sampai kapanpun aku tidak akan mengalah dengan anak bodoh seperti dirimu. Kau tidak ada rasa hormat dengannku. Nilai pelajaranmu lebih rendah dariku. Walaupun aku tahu David berbohong padaku, aku akan tetap mendapatkan cermin itu."

"Egois sekali kau, Clara."

Tak sabar menunggu, aku segera mengambil buku cerita Pangeran Bill. Aku akan kembali ke negeri dongeng. Cermin pelangi kini ada di tanganku. Aku masukkan semuanya ke dalam buku.

"Dalam sekejap aku akan menghilangkan cermin ini, agar aku dapat tertidur pulas. Negeri dongeng akan damai."

Ini terjadi seperti sebelumnya. Dunia terasa berputar-putar. Buku itu menghisap diriku. Dalam sekejap sampailah aku ke negeri dongeng. Aku jatuh tepat di depan pintu gerbang. Untunglah cermin pelangi tidak pecah saat aku jatuh. Kulihat pintu gerbang warnanya masih suram, pucat. Pasti dia gembira kalau melihat cermin pelangi yang kubawa.

"Wahai Pintu gerbang! Aku sudah menemukan cermin pelangi, seperti yang kau inginkan."

"Benarkah? Aku senang sekali. Cepat letakkan di lensa ini."

Cepat-cepat kupasangkan. Cermin itu berputar layaknya kipas angin. Belum pernah kulihat kejadian menarik ini. Terlihat indah sekali. Banyak sinar berkilauan yang menyelimuti pintu gerbang. Yang tadinya berwarna suram dan pucat, sekarang berubah menjadi pintu gerbang pelangi.

"Horeee... Aku kembali berseri! Sekarang bisa dibuka." Senyumnya lebar.

"Hai, gadis! Apakah kau ingin aku membukakannya untukmu?"

"Ya, tentu saja. Itulah yang kuharapkan." Aku semakin gembira.

"Kau pasti penasaran dengan cerita Pangeran Bill kan? "

"Iya, iya."

"Kau mau jika aku melakukan sesuatu untukmu, kau tidak akan bertanya tentang apapun?"

"Iya, iya."

"Jangan tanya lagi ya!"

"iya, iya, iya."

"Setelah ini kau tidak boleh protes, dan jangan tanya lagi!"

"Iyaaa..... Ayo cepat buka!" Aku sudah tidak sabar lagi.

Pintu gerbang terbuka pelan-pelan. Semuanya tampak bercahaya. Dan pada saat itu aku tidak tahu akan berada di mana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro