Page 9 : Rahasia yang Terbongkar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah beberapa hari cermin ajaib tidak pernah kugunakan lagi. Aku lebih senang memandang diriku sendiri di depannya. Aku masih memikirkan kejadian aneh itu. Bagaimana bisa tanganku berdarah? Mungkin ketika menuju ke negeri dongeng menggunakan cermin pelangi, atau saat memecahkan bola arwah. Tapi aku tak pasti. Paman Suryo bilang kalau tanganku terluka di kelas. Itu kan saat menuju negerinya dongeng. Atau juga..... Ah, aku pusing memikirkannya! Kata dokter, aku harus banyak istirahat. Akhir-akhir ini aku sering emosi.

Tiba-tiba ibu memanggil.

"Reni, ada yang menjengukmu."

"Iya, Bu. Suruh saja masuk."

Cepat-cepat kusembunyikan cermin ajaib supaya tidak ketahuan. Seseorang akan masuk ke dalam kamarku. Siapa ya? Mungkin Paman Suryo. Aku harap dialah yang menjengukku.

"Hai, Reni! Bagaimana keadaanmu?"

David? Kok malah David sih. Aku tidak suka melihat dia.

"Tidak apa-apa. Aku sehat-sehat saja. Bahkan aku tidak merasakan sakit sama sekali. Kau pergi saja sana. Tinggalkan aku sendiri!"

"Kenapa kamu malah mengusirku? Aku kan berniat baik."

"Pergi saja sana dengan Clara."

"Kau ini! Padahal waktu itu aku yang menolongmu. Seharusnya kau berterima kasih. Aku sangat kecewa padamu, Ren."

"Aku juga kecewa padamu."

Aku masih memalingkan mukaku.

"Aku tahu, sebenarnya kau tidak sakit. Nyawamu hanya pergi ke tempat lain untuk beberapa saat."

"Kau kira aku akan mati?"

"Tidak, bukan begitu. Maksudku, kau tertidur. Kau terhisap ke dalam buku cerita itu."

Seketika aku terkejut. Kutatap matanya dalam-dalam. Jangan-jangan David tahu tentang negeri dongeng, serta semua yang kulakukan di sana.

David menarik sebuah kursi kemudian didekatkan ke tempat tidurku. Dia mengeluarkan buku cerita Pangeran Bill.

"Kau yang mengambil buku ceritaku!"

"Iya, memang. Lihatlah! Masih ada bercak darah di sini." Katanya sambil menunjukkan buku yang dipegangnya.

"Ketika aku meninggalkan rumah sakit, ku ambil buku ini. Sempat kulihat kau berada di dalam buku ini."

"Maksudmu?"

"Saat itu kau memang tak sadarkan diri. Kau tidak dalam keadaan koma. Tetapi sedang berada di negeri dongeng."

"Bagaimana kau bisa tahu? Padahal aku tidak memberi tahumu."

"Kau yang sebenarnya memberi tahuku. Kau bilang negeri dongeng akan damai. Berarti saat itu kau mendamaikan negeri dongeng. Sekarang aku telah mengetahui seluruh isi buku ini. Cepat ceritakan, apa saja yang kau lakukan di sana?"

"Tidak! Aku tidak mau cerita. Kau pergi saja. Tinggalkan aku sendiri."

"Ya sudah. Kalau tidak mau akan aku bakar buku ini."

"Jangan! Kau akan melukai hati Paman."

"Aku tidak peduli dengan Paman. Cepat ceritakan yang sejujurnya!"

"Baik, baiklah. Aku akan menceritakan semuanya."

Aku mulai menceritakan kejadian dari awal. Sejak tertidur di kelas, sampai cerita-cerita yang panjang-panjang itu. Ketika sampai ke cerita terakhir, David nampak terkejut.

"Apa? Kau berciuman dengan lelaki itu?"

"Tidak. Hanya akan. Sebelumnya dia sempat berkata seperti ini: 'Kau akan terbangun dalam mimpimu, di luka hati dan luka tanganmu'. Dan pada saat itu pula aku terbangun. Apa yang dia katakan memang benar."

"Memang dari awal kan tanganmu terluka."

Mendengar perkataannya, rasanya aku ingin marah lagi. Untuk apa dia mendengar semua ini. Tak begitu penting.

"Sudah cukupkah kau mendengarnya?"

"Sudah. Aku sangat puas. Kau tak perlu ke rumah Paman lagi."

"Kau kira aku ini apa? Pembantu sekolah?"

"Ada satu hal lagi. Maafkan aku karena membuatmu marah."

"Maaf maaf! Aku tidak akan memaafkan orang sepertimu. Sana kau pergi saja dengan Clara."

"Ya sudah. Aku pergi."

Dia langsung keluar begitu saja. Sebelum menutup pintu, dia berkata lagi.

"Maafkan aku, Reni."

Kulemparkan bantal, tapi malah kena pintunya.

Aku langsung menutup mukaku --menangis. Sekarang ketahuan. Rahasia buku ini sudah terbongkar. Dia pasti akan memberitahukan pada Clara. Oh, tidak! Clara akan memberitahukannya pada anak-anak lain. Aku akan dipermalukan. Aku menyesal. Seharusnya ku maafkan David. Atau aku tak kan pernah dipedulikan dia lagi. Baru sekarang aku bisa berbicara akrab dengan dia. Biasanya aku selalu gugup. Mendekatpun aku tak bisa. Pasti ada Clara yang menghalangi. Tapi yang tadi itu hanya ada aku dan David.

Wahai, cermin ajaib! Mungkin kau bisa memperlihatkan semua kepadaku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro