第七集 Episode 7 [Complex Feeling]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Now playing: Guo Ke by A Han

Li Cheng melihat pergerakan di wajah Wang Yi. Wanita itu mungkin terbangun karena sentuhan Li Cheng saat menyingkirkan rambut. Pada dasarnya, Li Cheng memang tidak hanya ingin memperhatikan wajah Wang Yi. Ia juga ingin mengusap sedikit wajah mulus wanita itu-wanita yang pernah membuat hatinya bersemi empat tahun lalu. Namun, setelah wanita itu menghancurkan sebagian sejarah awal kariernya, sekarang jelas tidak.

Li Cheng cepat-cepat menegakkan tubuh, kemudian berjalan ke sisi lain meja Wang Yi. "Tidur siang di kantor? Sepertinya menyegarkan sekali, ya?" sindir Li Cheng sambil menyunggingkan senyum miring.

Wang Yi mengangkat kepala, menegakkan punggung, lalu membuka mata secara perlahan. Ia memicingkan mata untuk melihat pria di hadapannya dengan jelas. Astaga! Li Cheng? Untuk apa ia masuk ke sini?

Wang Yi cepat-cepat merapikan rambutnya. Ia mengambil scrunchie dari laci meja, lalu mengikat rambutnya membentuk ekor kuda tinggi. Wang Yi melakukan peregangan singkat, sebelum berkata, "Lumayan. Kau juga tertarik tidur siang di kantor, Bos Li?"

Li Cheng memelotot sambil menggigit bibir bawahnya. Apa? Mengapa jawabannya sangat menjengkelkan begitu? Dasar tidak tahu diri! batin Li Cheng sebal. Pria itu berdeham. "Tentu saja tidak. Kerjaku sangat profesional. Tidak sepertimu," sindir Li Cheng lagi.

Wang Yi mengangguk sekali, lalu kembali duduk. Ia menyandarkan punggung ke kursi, lalu menatap Li Cheng jengah. "Untuk apa kau ke sini?"

Li Cheng mengangkat bahu santai sembari memajukan bibir bawahnya. "Wang Yi, aku bosmu. Aku berhak memonitor apa yang kaulakukan. Aku bertanggung jawab untuk memperhatikan kinerjamu," terang Li Cheng. Dalam hati, Li Cheng merasa ia sudah menang telak setelah menjawab pertanyaan tersebut. Wanita itu tidak akan mempunyai kata-kata untuk membantahnya.

"Baiklah. Kau bosku, kau berhak memonitorku. Kau berhak membangunkanku dari tidur, tetapi untuk apa kau menyentuh wajahku tadi? Itu caramu untuk membangunkanku? Jangan pura-pura tak berdosa. Aku merasakannya." Wang Yi menyilangkan tangan di bawah dadanya, bersiap menginterogasi Li Cheng dengan pertanyaan tersebut.

Li Cheng menggertakkan gigi mendengar pertanyaan itu. Ia belum pernah mendengar seorang karyawan mengatakan hal itu kepadanya-tentu saja, karena ia tak pernah melakukan hal itu kepada orang lain. Li Cheng mencengkeram erat buku-buku jarinya, lalu menghela napas kasar. "Sssh ... itu bukan urusanmu! Cepat bersiap. Rapatnya dimulai satu jam lagi. Cuci mukamu, lalu jangan lupa makan siang. Otak kosongmu perlu diisi," ujar Li Cheng berang.

Jika seorang pria yang sedang marah masih bisa mengucapkan kata-kata yang "terlihat" perhatian seperti itu, mungkin hati wanita di hadapannya sudah akan tersentuh. Namun, Wang Yi memilih untuk pura-pura tidak mendengar kalimat itu. Wang Yi menyunggingkan tersenyum sarkas tanpa menatap wajah Li Cheng sedikit pun.

Melihat ekspresi Wang Yi yang membuat otaknya hampir mendidih, Li Cheng cepat-cepat keluar dari ruangan Wang Yi, lalu menutup pintu dengan agak keras.

"Li Cheng, kau sangat menyebalkan, kau tahu!"

🥀🥀🥀

Li Cheng berjalan cepat menaiki lift hingga ke lantai delapan. Ia memasuki ruang sekretaris dengan suasana hati yang sangat buruk. Ia bahkan tak memedulikan Chen Xin dan Xiong Yi yang sedang berbincang santai sambil tertawa bersama.

"Xiong Yi, aku bisa meminta bantuanmu, kan?" tanya Li Cheng langsung.

Xiong Yi yang sedang mengobrol segera menutup mulutnya. Ia menoleh ke arah Li Cheng dengan terkejut. "Oh ... ya, tentu, Bos Li."

"Tolong temani Wang Yi makan siang. Jangan biarkan ia terlihat lelah ketika rapat berlangsung. Juga awasi ia! Wang Yi sedang marah denganku sekarang. Hati yang keras bisa saja membuatnya nekat kabur dari kantor," tutur Li Cheng cepat. Setelah itu, Li Cheng masuk ke ruangannya.

"Chen Xin, panggil aku lima belas menit sebelum rapat berlangsung," tambah Li Cheng. Setelah itu, Li Cheng menutup pintu ruangannya rapat-rapat.

Di ruang sekretaris, suasana menjadi bisu. Atmosfernya benar-benar tegang. Tak ada seorang pun yang berinisiatif untuk memecah keheningan. Akhirnya, Chen Xin pun duduk dan menyandarkan kepala di kursinya.

"Apa yang salah dengan Bos Li?" gumam Chen Xin lirih.

"Entahlah. Kalau begitu, aku akan ke tempat Wang Yi. Zài jiàn," ucap Xiong Yi. Pria itu berjalan ke pintu keluar, tetapi Chen Xin memanggilnya tiba-tiba.

"Xiong Yi!" Chen Xin berdiri, lalu berjalan beberapa langkah. "Bersikap profesional, jangan menggoda, dan jangan tergoda. Jiā yóu," ucap Chen Xin sambil menyunggingkan senyum.

Xiong Yi berbalik, lalu memiringkan kepala memandang Chen Xin. Pria itu berjalan mendekati Chen Xin, lalu tiba-tiba tangannya terangkat dan mencubit pipi wanita itu. "Aku sudah hafal prinsip sekretarismu, Xiao Xin," ucapnya sambil setengah tertawa.

Chen Xin cepat-cepat menepis tangan Xiong Yi dari wajahnya. "Lalu bukan berarti kau boleh menggoda sesama sekretaris. Cepat bekerja," usir Chen Xin sembari mengibaskan tangannya. Wanita itu duduk kembali ke mejanya, lalu berpura-pura sibuk dengan komputer.

Xiong Yi tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, lalu berjalan keluar.

Tanpa diketahui oleh siapa pun, Chen Xin memilin ujung blousenya dan tersenyum tersipu. Wajahnya menghangat. Namun, sepertinya ia harus segera menyadarkan diri. Chen Xin mengerti batasan hubungan dengan asistennya itu.

Dalam hukum etik relasi wanita, ada batasan-batasan yang harus diperhatikan. Antara teman dengan sahabat, sahabat dengan pacar, dan seterusnya. Jika kau dengan sengaja atau tak sengaja melewati batas itu, hubungan baik yang sudah pernah kaumiliki bisa saja hancur seketika. Tidak ada yang ingin ini terjadi. Jadi, meskipun ada situasi di mana kau menginginkan afeksi lebih, kau tetap harus memakai cara paling halus.

🥀🥀🥀

Sesampainya di depan pintu depan ruangan Wang Yi, Xiong Yi tak langsung mengetuk pintu. Ia mengintip ruangan Wang Yi melalui jendela, berharap menemukan adegan dramatis seorang wanita melankolis yang baru saja dimarahi oleh seorang pria kaya. Entah adegan menangis, melamun, atau menggerutu sebal. Xiong Yi sudah menyalakan kamera handphonenya, bersiap menangkap adegan dramatis apa pun. Pria itu pun memosisikan handphonenya di balik celah kaca di bagian atas pintu. Sayangnya ....

Wang Yi bukan melankolis yang dapat diambil adegan dramatisnya.

Foto yang tertangkap oleh handphone Xiong Yi hanya sosok Wang Yi yang sedang makan. Xiong Yi pun mendengus kecewa, lalu memasukkan handphone kembali ke saku. Ia mengetuk pintu, kemudian langsung membukanya sebelum ada jawaban.

"Hai, Wang Yi," sapa Xiong Yi langsung.

Wang Yi spontan menoleh, sedikit terkejut menyambut kedatangan Xiong Yi yang tiba-tiba. Wang Yi mengambil tissue dari kotak tissue motif putih minimalis di samping meja, mengelap bibir, lalu cepat-cepat menelan makanan dalam mulutnya.

"Xiong Yi? Mengapa kau juga datang?" tanya Wang Yi heran.

"Juga? Siapa orang selain aku yang memasuki ruanganmu?" Xiong Yi berlagak sangat percaya diri saat itu. Entah dorongan dari mana.

Pertanyaan aneh Xiong Yi ditanggapi Wang Yi dengan kernyitan alis. "Tentunya ada orang lain yang membuat suasana hatiku hancur total," jawab Wang Yi singkat.

Xiong Yi menaikkan kedua alisnya tinggi-tinggi, memiringkan kepala, lalu ... ia tidak mengatakan apa pun lagi. Mengapa wanita ini susah sekali diajak bicara? Pantas saja ia sering bertengkar dengan bos, pikir Xiong Yi. Ia memainkan ujung dagunya yang lancip sembari memikirkan cara supaya dapat bicara baik-baik dengan Wang Yi.

Xiong Yi pun duduk di kursi di seberang Wang Yi.

"Omong-omong, untuk apa kau ke sini?" tanya Wang Yi tak acuh.

"Disuruh Bos Li," jawab Xiong Yi tak kalah tak acuh.

"Sudah kuduga."

Xiong Yi tak tahu apa yang harus dikatakan untuk menanggapi jawaban singkat itu. Akhirnya, Xiong Yi memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan. Ia mengalihkannya pada topik lain yang lebih ... sensitif.

"Omong-omong, mengapa kau selalu bertengkar dengan Bos Li? Yeah ... tidak selalu bertengkar, tetapi atmosfer di antara kalian berdua selalu menakutkan," tanya Xiong Yi berhati-hati. Xiong Yi rasa, jika ia mengerti penyebabnya, mungkin ia bisa membantu menangani masalah ini. Namun, meskipun Xiong Yi telah bertanya dengan hati-hati, ia tetap membuka luka lama Wang Yi.

Wang Yi meletakkan sumpitnya lemas, terdiam sejenak. "Tidak selalu. Ada saat ketika ia berlaku sangat baik," jawabnya kemudian. Setelah itu, Wang Yi menutup kotak makan, terlihat kehilangan nafsu makan.

"Oh, ya? Sejauh yang aku lihat, kau selalu mempunyai hubungan yang buruk dengannya. Kau bahkan menerima pemotongan gaji di hari kedua bekerja, sebelum kau sempat melakukan kesalahan apa pun," sahut Xiong Yi.

"Ya. Itu baru namanya 'sejauh yang kau tahu'."

Wang Yi menenggak air mineral, lalu berdiri dan berjalan ke arah pintu. "Baiklah. Rapatnya akan segera dimulai. Aku harus menyiapkan diri," ucap Wang Yi sekilas, lalu meninggalkan Xiong Yi di ruangannya.

Xiong Yi mengelus dadanya sambil bernapas lega. Untungnya ia tidak berniat melarikan diri dari rapat Li Cheng.

Footnote:

Zài jiàn 再见= [Bahasa Mandarin] Sampai jumpa

Jiā yóu 加油= [Bahasa Mandarin] Semangat

🥀🥀🥀

Halo, semuanyaa. Ketemu lagi di kantor BeLook, hehe.

Gimana? Ada sesuatu yang kurangkah? Kalau ada, jangan sungkan kasih krisar, ya.

Oh, ya. Di episode 7 ini, aku punya hadiah spesial buat kalian.

VISUALISASI XIONG YI 熊艾

Cute boy? Of course. Tapi udah ada yang punya. Siapa? Authornya, wkwkwk.

Terima kasih sudah mampir ke cerita ini. Tolong tinggalkan vote untuk mendukung cerita ini, ya. Happy reading, and have a nice day.

Love regards,
Li Cheng, Xiong Yi, dan semua cogan cecan di BeLook

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro