12. Tinggal Bersama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

We Got Married © HeraUzuchii

Naruto © Masashi Kishimoto

A NaruSasu Fanfiction

Marriedlife, Romance, Humor, sedikit bumbu Hurt

YAOI, OOC, TYPO(S), AU

PERHATIAN!

Untuk yang tidak menyukai ke-OOC-an, harap menghindar dari FANFIC ini.

Happy Reading

.

.

.

"Aku merasa terusir," Naruto memajukan bibirnya dan menyilangkan tangan di depan dada, pose merajuk ala bocah.

"Jangan pasang wajah jelek seperti itu, Anakku. Touchan jadi semakin ingin kau cepat pergi. Jangan jadikan aku orangtua yang jahat." Bukannya luluh, Minato malah mengeluarkan perkataan yang menyakitkan.

"Kejam." Meski telah dihina, Naruto tetap mempertahankan wajah yang kata ayah kandungnya sendiri jelek.

Minato memilih mengabaikan Naruto, beralih pada menantunya. Menampilkan senyum hangat kebapakan miliknya.

"Sasuke." Minato menepuk bahu Sasuke. "Maaf harus menyusahkanmu dengan tinggal bersama anakku."

"Touchan!" Naruto semakin merajuk.

"Haha. Bercanda. Sering-seringlah datang ke sini, touchan pasti merindukanmu."

Minato pun memeluk Naruto dan Sasuke bergantian.

Setelah acara pamit-pamitan mengharukan, Naruto dan Sasuke bergegas pergi ke Apartemen baru mereka yang dekat dengan kantor Naruto, lebih tepatnya apartemen Naruto yang ia beli setahun lalu.

Sebelum ke tempat tinggal baru, mereka singgah ke rumah orangtua Sasuke untuk mengambil barang dan juga pamitan sesi dua.

***

Setelah melakukan perjalanan hampir sejam, akhirnya mereka tiba dihunian bersama milik mereka.

"Ada dua kamar, kau mau tidur sendirian atau bersamaku?" tanya Naruto sambil menutup pintu.

"Tentu saja sendirian," jawab Sasuke cepat.

Sasuke menarik kopernya dan berjalan ke arah pintu yang ia yakini adalah kamar. Baru ia menyentuh gagang pintu, Naruto memegang tangannya lantas membuat pergerakan Sasuke berhenti dan menatap Naruto dengan kedua mata terbuka lebar, reflek ia menepis tangan Naruto.

"Jangan asal menyentuh, Dobe!"

"Ini kamarku," jawab Naruto santai. "Kamar kosongnya di sana." Tunjuk Naruto pada pintu lainnya yang berada tepat di samping.

Sasuke jadi malu sendiri telah salah sangka, ia memutar badan dan berjalan cepat. masuk ke kamar yang ditunjuk Naruto, menutupnya kasar dan menyandarkan tubuhnya di pintu. Merutuki kebodohannya.

Naruto menggeleng dan tertawa melihat tingkah Sasuke, apalagi jalan Sasuke yang buru-buru sambil membawa dua koper besar terlihat seperti penguin.

Naruto baru berniat ke dapur untuk mengambil minum, tapi langkahnya terhenti akibat suara bel tidak sabaran.

Naruto memutar balik arahnya, melihat pelaku pemencetan bel di intercom dan dapat ia lihat keponakan yang hampir menyerupainya tengah melambai riang padanya.

"Ino?"

Lantas ia membuka pintu apartemennya.

"Onii-chan!"

Begitu pintu terbuka, sebuah tubuh menabrak badannya dan memeluknya erat. Dengan susah payah Naruto melepaskan diri, untung saja Ino segera menjauh.

"Ino-chan. Kenapa--" Naruto melihat di samping badan Ino berdiri satu koper besar.

"Aku akan tinggal di sini sampai masa liburku habis!" ujar Ino riang.

"Tapi--"

"Ayolah, Oniichan, aku sangat merindukanmu. Aku ingin menghabiskan seminggu penuh denganmu dan kakak ipar!"

Ino memasang wajah yang pasti berakhir meluluhkan hati Naruto. Dan benar saja, Naruto langsung menangguk setuju.

"Yeay!"

Lompat Ino riang, lantas ia masuk lebih dalam dan berteriak, "Kakak ipar! Kakak ipar!" mencari Sasuke.

"Ino?"

Ino menatap takjub pada Sasuke yang baru keluar dari kamar dengan tampang bingung khas Sasuke.

"Ya! Kau masih mengingat namaku, kakak ipar!" seru Ino bahagia.

Sasuke hanya menangguk. Melayangkan tatapan minta penjelasan atas kehadiran sepupu Naruto itu.

"Dia akan tinggal di sini seminggu," jelas Naruto

"He'em," Ino mengangguk mengiyakan, "tidak apa kan?"

"Ya, tentu saja," jawab Sasuke.

"Yeay! Paman minato bilang ada dua kamar, jadi tidak masalah aku bermalam di sini."

***

"Apa yang harus kita masak? Tidak ada bahan makanan di sini. Hanya ada ramen instan."

Ino dan Sasuke tengah mencari bahan makanan untuk makan siang, tapi nihil, yang ditemukan hanya ramen instan.

"Kalau begitu, ayo kita ke supermarket di seberang sana. Kita ajak Narutonii."

Ino baru mau menarik tangan Sasuke, tiba-tiba sudah ada Naruto bersender di dinding sebelah pintu sambil bersedekap dada.

"Makan ramen instan saja, aku malas berbelanja." Naruto menguap. "Ngantuk."

"Aku tidak mau makan ramen instan, tidak sehat." Ino menolak.

"Yasudah pesan saja." Naruto berbalik, bermaksud mengambil ponsel untuk memesan makanan. Tapi, ditarik Ino.

"Tidak mau, aku mau mencoba masakan Kakak Ipar."

"Besok kan bisa."

"A--"

Naruto membekap mulut Ino.

"Sudah, makan ramen saja. Biar aku tunjukan kenikmatan ramen instan ala chef Naruto."

Ino menyingkirkan tangan Naruto dari mulutnya.

"Tidak enak," cibir Ino.

"Kau belum mencobanya, jangan asal menilai," Naruto tidak terima.

Naruto pun mulai memasak ramen instan tiga porsi.

Sedangkan Sasuke dan Ino dengan terpaksa duduk berdampingan menunggu masakan Naruto.

Tidak butuh waktu lama, Naruto telah selesai dengan ramennya dan  menghidangkan ramen instan ala dirinya di atas meja dengan senyum bangga.

"Coba kalian hirup aromanya, hmm sedaaaaap."

Dengan bodohnya Ino dan Sasuke ikut menghirup.

"Biasa saja," komentar Sasuke datar.

"Cih. Sekarang coba cicipi mienya. Kau akan ketagihan, ingin lagi, lagi, lagi dan lagi. Karena mie buatan Naruto terenak di dunia," Naruto membanggakan diri.

"Berlebihan," ejek Sasuke.

"Bilang saja kau iri."

"Apa yang harus aku iri darimu?"

"Keahlian memasak ramen instan terenak."

"Dimana-mana rasanya juga sama saja."

Ino mengangguk menyetujui perkataan Sasuke.

"Coba saja dulu, baru berkomentar!" Naruto sedikit emosi. Pasalnya sedari tadi kedua orang itu meremahkannya.

Meski berat hati Ino dan Sasuke menyuap ramen mereka. Naruto menunggu respon keduanya

"Bagaimana? Enak bukan? Kalian tidak pernah merasakan ramen seenak itu bukan?" Naruto bertanya menggebu.

Ino dengan wajah hampir menangis menarik lengan kaos Sasuke. "Kakak Ipar, sebaiknya kita makan di luar saja, lidahku mati rasa, ini terlalu asin," melasnya.

Sasuke meletakkan sumpitnya kasar di atas meja. "Kenapa kau menambahkan banyak garam, Bodoh?"

Naruto dengan tidak tahu diri dan tidak paham situasi menjawab, "untuk menambah cita rasa. Aku juga menambahkan sedikit lada, bawang putih--"

"Tidak peduli. Ayo Ino," potong Sasuke tidak ingin mendengar jawaban bodoh Naruto, ia menarik tangan Ino untuk segera pergi mencari makan di luar.

"Hei! Hei! Kalian mau ke mana? Dasar tidak tahu terimakasih, bukannya dihabiskan malah dihina. Cih. Kalau begitu aku makan sendiri saja. Dasar manusia tidak tahu cita rasa," omel Naruto seraya menyuap ramen miliknya yang berakhir keluar dari mulutnya kembali ke mangkok.

"Huek. Rasanya memang tidak enak. Seharusnya aku tidak usah menambah bumbu lagi."

Akhirnya Naruto tersadar dengan ramen instan tambahan bumbu ala dirinya yang sangat menyakiti lidah. Ia pun berlari menyusul Ino dan Sasuke.

"Kalian! Tunggu aku!"

***

Setelah makan di luar, mereka singgah membeli bahan makanan di supermarket untuk makan malam. Mereka juga tidak mau merasakan ramen Naruto lagi.

Kini Naruto dan Ino tengah besantai menonton televisi. Ino duduk di sofa dan Naruto berbaring di lantai.

"Melelahkan juga. Aku ingin tidur." Ino meregangkan tubuhnya dan berdiri.

"Ya, pergi tidur sana."

"Aku memang mau tidur kok."

"Yasudah sana."

"Ih!"

Ino pergi ke kamarnya dengan langkah kesal.

"Jangan lupa merapikan pakaianmu, Inochan," teriak Naruto.

Naruto mulai bosan, hanya bergulung-gulung di lantai dan tidak tahu harus melakukan apa.

Sasuke keluar dari dapur dengan wajah lelah setelah membereskan bahan makanan dan juga dapur.

"Seharusnya kau menolongku, Dobe. Aku bukan pembantumu!" Sasuke menatap tajam pada Naruto yang tidur telungkup di lantai.

"Bekerja itu yang ikhlas, Teme!"

Sasuke semakin emosi mendengar perkataan Naruto. Ia sudah emosi karena manusia kuning bodoh itu tidak ada niatan membantunya sama sekali, malah bermalas-malasan tidak jelas. Untuk melampiaskan kekesalannya, Sasuke berpikir untuk melakukan sesuatu, akhirnya ia memilih menendang Naruto.

"Aw! Sakit, Teme!"

"Syukurlah." Sasuke pergi ke kamar Naruto untuk membereskan pakaiannya. Benar-benar hari melelahkan

***

Bagi Sasuke hari ini adalah hari paling melelahkan yang pernah ia alami, sekarang ia harus memasak makan malam dibantu oleh Ino. Mana mungkin Sasuke menyuruh Naruto masak.

"Narutonii belum bangun, ya?" tanya Ino

"Ya. Kau bangunkan sana."

"Siap, Kakak Ipar!"

Ino pun berlari ke ruang santai di mana Naruto tertidur dengan pulasnya di sana.

"Oniichan! Banguuuuun!" teriak Ino di telinga Naruto dan langsung sukses membangunkannya.

Naruto terduduk seraya mengelus sebelah telibganya yang menjadi korban Ino.

"Kau bisa memecahkan gendang telingaku, Ino!"

"Tidak akan. Jangan berlebihan. Cepat mandi dan makan malam, aku sudah lapar."

"Iya iya cerewet."

Naruto bangkit dan bergegas mandi di kamar mandi. Saat berjalan ke kamar mandi yang harus melewati dapur ia melihat Sasuke tengah menata meja makan. Tanpa sadar ia bergenti, tersenyum dan membayangkan hari-harinya yang akan berbeda karena kini ia tinggal bersama dengan Sasuke.

Bukan lagi para pelayan yang memasakkannya, tapi Sasuke. Saat bangun pagi ada Sasuke. Pulang kerja ada Sasuke. Hari-harinya akan diisi Sasuke mulai saat ini. Memikirkan hal itu membuat hatibya menghangat.

"Apa yang kau lihat, Dobe?"

"A-a-a--" mendadak segalanya buyar, Naruto tergagap tertangkap basah oleh orang yang sedang ia perhatikan, tidak tahu harus menjawab apa.

"Oniichan cepat mandi! Aku sudah laaaaappppaaarr."

Untung ada Ino.

***


Waktunya beristirahat. Naruto dan Sasuke memasuki kamar mereka setelah tadi menonton sebentar bersama Ino.

"Apa kau berniat tidur di sofa lagi?" Naruto bertanya, mendudukkan diri di  satu-satu sofa panjang yang ada di kamar, terletak di samping pintu kaca menuju balkon.

"Tentu saja."

"Oh, ayolah, masih banyak ruang di ranjang."

"Tidak apa."

Naruto menghela napas, membujuk Sasuke memang sulit ternyata.

"Kau tidurlah di ranjang, biar aku di sini." Naruto membaringkan tubuhnya.

"Tidak perlu."

"Badanmu pasti sakit kemarin, tidurlah di sana, biar aku di sini. Kalau kau tidak mau aku gendong nih."

"Aku bisa jalan sendiri."

Sasuke pun mengalah, ia tidur di ranjang dan Naruto di sofa.

Sekitar 30 menit dalam kesunyian, bukan berarti dua orang di ruang tidur tersebut sudah terlelap, mereka justru tidak bisa tidur dan hanyut dalam pikiran masing-masing.

Sasuke menoleh pada Naruto yang berbaring memunggunginya. Ia menimang untuk mengajak Naruto tidur bersama di ranjang. Lama ia memperhatikan, akhirnya ia memutuskan.

"Naruto," panggil Sasuke.

"Tidak apa, Sasuke. Jika kau masih canggung untuk tidur seranjang, biar aku di sini. Aku tidak apa, aku sudah terbiasa kok."

"Bukan itu--"

Naruto mengernyit.

"Ada ... "

Naruto menunggu kelanjutan kalimat Sasuke.

"Kecoa di punggungmu."

"APA?!"

Naruto panik, lantas ia berdiri dan membuka bajunya melemparnya ke sembarang arah.

"SASUKE CEPAT BUNUH MONSTER ITU!"

Sasuke pun langsung mencari pembasmi serangga.

"CEPAT SASUKE DIA TERBAAAAANG!"

"Aku mendapatkannya!" Sasuke mengangkat tinggi pembasi serangga dan bersiap menembak monster yang di maksud Naruto.

Naruto berlari ke arah Sasuke yang berbalik bermaksud menyemprot serangga menjijikan bernama kecoa, tapi ditabrak Naruto dan membuat mereka berdua terjatuh dengan Naruto menindih tubuh Sasuke. Pembasmi serangga telah jatuh terlempar entah ke mana.

Naruto memeluk erat Sasuke, menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Sasuke.

Sasuke bisa merasakan tubuh Naruto gemetar.

Sasuke melihat kecoa itu terbang keluar dari pintu kaca yang terbuka sedikit.

"Kecoanya sudah pergi." Sasuke menepuk punggung Naruto.

"Benarkah?" Naruto mendongak, menatap Sasuke, masih ada jejak ketakutan di wajahnya. Dan itu menggelikan bagi pemuda yang ia tindih.

Sasuke tertawa. Wajah Naruto terlihat konyol. Tidak, bukan hanya itu. Naruto yang takut kecoa juga konyol.

Naruto mengernyitkan dahi bingung mengapa Sasuke tertawa, hingga ia mengerti situasi. Tiba-tiba Naruto malu dan juga kesal.

"Terus saja tertawa sampai perutmu sakit."

"Kau takut kecoa? HAHAHA." Sasuke senakin tertawa lepas.

Kekesalan Naruto sirna ketika melihat tawa Sasuke yang terdengar indah. Wajah Sasuke juga terlihat berbeda. Sasuke semakin tampan jika tertawa, bagi Naruto. Dan lagi-lagi berhasil mempermainkan detak jantungnya, membuatnya kembali merasakan kupu-kupu di perutnya.

Naruto terus memperhatikan Sasuke.

Hingga Sasuke sadar dan berhenti tertawa.

Dejavu.

Naruto mendekatkan wajahnya dan kali ini, Sasuke tidak menolak seperti di bioskop, tidak juga terkejut seperti di parkiran, tapi sama seperti di gereja dan halaman belakang kemarin malam, menutup matanya, dan menikmati sentuhan yang mulai menjadi lumatan, bahkan berani membalas ciuman Naruto.

Rasanya lebih manis dan memabukkan.

***


"Narutonii, tisu toiletnya habis. Aku ingin buang air be--"

Ino terpaku di depan pintu kamar Naruto-Sasuke, menyaksikan apa yang telah terjadi. Perlahan ia mundur dan menutup kembali pintu kamar itu.

"Aku bisa menahan sampai besok pagi, kok."

TBC


Update setiap hari bagus kali ya.

Thanks vomentnya.

070518

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro