2. Jus Oranye

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Silakan diminum."

Kupandang gelas berisi cairan oranye di meja. Lilja tidak mengatakan apa-apa soal minuman itu. Entah isinya jus labu atau buah jeruk atau sesuatu apa pun yang berasal dari bahan berwarna oranye. Meski begitu, kuraih gelas tersebut sambil tersenyum dan mengangkatnya untuk bersulang.

Semua tamu mengikuti apa yang kulakukan. Sesaat terlihat sirat keraguan di wajah masing-masing dari mereka. Akan tetapi, aku mulai meneguk jus itu lebih dulu agar Lilja senang dan tidak merasa dicurigai.

Segelas penuh tandas kuhabiskan. Rasanya cukup aneh dan asing. Tidak sedikitpun terasa seperti labu apalagi jeruk. Keseluruhnnya lebih hambar dan sedikit pahit.

Tak lama setelah itu, aku malah merasa pusing dan mual. Bahkan salah satu dari tamu tampak ingin muntah dan segera beranjak pergi sebelum akhirnya ambruk di ambang pintu menuju dapur.

"Jus apa ini, Lilja?" kataku seraya menahan rasa pusing yang berdenyut-denyut di kepala.

Lilja tidak bergerak sedikit pun dari posisi duduknya. Dia malah mengamati kami yang kelimpungan karena meminum jus aneh buatannya. Aku sungguh tidak bisa berpikir jernih. Satu per satu dari kami terlelap di tempat yang bermacam-macam, tidak sempat melayangkan protes pada gadis dambaanku.

Semuanya kemudian berubah gelap. Aku tidak terlalu ingat berapa lama waktu telah berlalu. Namun, kini aku terbangun di sebuah ruangan yang begitu gelap. Tidak ada cahaya apa pun yang dapat kulihat. Tanganku meraba-raba udara dan tidak kutemukan benda apa pun yang bisa kusentuh, sesaat setelah itu suara familiar yang menggoda menyadarkanku.

"Berbaliklah, Bardi."

Aku menuruti suara itu, seketika banyak cahaya yang muncul dari bilik-bilik yang jumlahnya sangat banyak, tidak dapat kuhitung seberapa banyak sebab bilik itu membentang ke sisi kanan dan kiri.

"Pilih dan berjalanlah menuju salah satu pintu." Suara Lilja lagi-lagi menuntunku, tetapi aku tidak bisa melihat keberadaan gadis itu di mana pun. Sehingga pada akhirnya aku memilih secara asal dari semua bilik yang ada dan melangkah melalui cahaya yang menyilaukan.

Setelah menerobos sinar itu, aku berada di ruangan yang amat sangat benar-benar aku kenali. Kulihat adegan di mana ada ayah dan ibuku sedang bertengkar. Mereka saling berteriak satu sama lain dengan wajah-wajah marah. Ini merupakan masalah bagiku, sebab kenangan buruk ini selalu menghantui masa kecilku.

Aku menutup telingaku rapat-rapat dan berusaha memejamkan mata untuk meredam semua suara bising yang terlontar dari mulut mereka. Aku berharap bahwa mimpi buruk ini akan segera berakhir, tetapi kemudian aku sadar ketika ayah mendorong tubuh ibu hingga terjatuh ke lantai tepat di sampingku.

Mata ibu terlihat marah, tetapi juga sedih. Tangan halusnya kemudian meraih tubuhku, hingga aku tersadar bahwa sekarang aku berada pada tubuh kecilku yang masih berusia tujuh tahun.[]

To be continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro