Bangun

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku mengambang.
Buram. Tak jelas.
Sesak.

Oh, rupanya aku di laut.

Apakah aku akan mati?
Ya, itu lebih baik.

Tapi, rasa panas di paru-paru ini. Sakit. Aku benci.

"Arghh, aku tak tahan lagi!"
Kupukul dadaku hingga biar sekalian semuanya berisi dengan air, tapi aku merasa malah memuntahkannya. Kupukul sekali lagi agar bisa masuk. Menyatu dengan air yang kumaksud malah membuat sakitnya menjadi dan aku pun menjadi tidak sadar.

Ketika aku sadar, aku terbaring di lautan pasir.

Buram. Menyilaukan.
Kering.

Apakah kali ini aku benar akan mati?
Ya, lebih cepat lebih baik.

Panas yang menyengat tubuh, kulit serasa terkelupas. Mungkin aku cocok mati dehidrasi. Sayangnya angin yang berderai seakan membisikkan.

"Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati."

Berisik! Tidakkah mereka bisa membiarkan tidur dengan tenang?

"Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati."

Diam! Aku benci ini!

"Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati. Kau tidak bisa mati. KAU TIDAK BISA MATI!" Suara deraian itu benar-benar memekakkan telingaku.

"Argh, aku juga tidak tahan lagi!"
Kutarik-tarik telingaku hingga berdarah. Aku tahu rasa sakit itu. Aku tidak mau mendengar lagi. Mereka berisik!

Dan itu pun aku masih mampu mendengar suara gemerisik mereka yang mencemoohku tidak bisa mati.

"KAU TIDAK BISA MATI!!"

Argh!

Ketika aku pun terbangun lagi. Aku menyadari, aku begitu ringan dan tenang. Berada di sebuah gubuk sunyi dengan pemandangan hutan menenangkanku.

Aku tidak merasa sesak lagi, merasa berisik lagi. Hanya ketenangan yang kosong. Bangun dari kasur yang entah tidak minat kucari tahu mengapa aku di sini. Aku pergi ke dapur. Namun, tidak menemukan apapun. Ya, tidak menemukan apapun.

Jadi aku kembali ke atas kasur dan terdiam.

"Aku ingin mati. Aku benci hidupku. Tapi kenapa aku mencari makanan?"

Bayangan hitam kini melintas di depan mataku dan melahap semua. Gubuk di tengah hutan kini berubah. Aku melihat semuanya. Ibu dengan tangan terkulai di lantai dapur dengan kepala pecah seperti makaroon red velvet remuk. Ayah yang terduduk di sofa depanku dengan kaos putih bernoda saos tomat yang terlalu banyak. Dan di tanganku, aku memegang palu besar.

Oh, aku bermimpi rupanya. Yah, aku tinggal menunggu aku bangun. Jadi, kapan ya Ayah akan membangunkanku dengan kegiatan air khasnya. Atau pun Ibu yang akan membuka lebar-lebar jendela kamarku sampai aku kepanasan karena kesiangan.

Lebih baik aku tunggu di kamar saja. Toh pasti, jam beker berisikku juga akan berbunyi dengan keras sebentar lagi. Yah, bunyinya sangat keras karena baru kuganti baterainya. Jadi tidak mungkin ia bisa mati.

Betul kan?

Ah, aku lapar. Aku kan tidak ingin mati. Tapi kapan mereka akan membangunkanku?

//end

Iya, memang cuma segitu. '_' ini cerita pendek yang kubuat saat mandek dengan ide "bangun" yang kutulis sewaktu duel. Dan aku tahu ini bukan horor tapi lebih ke misteri. wkwkwkwk

Semoga kalian memahami semua hint yang kusebar di sini. ^^

//tapi aku juga gemas ingin nulis hint nya apa aja

Tiap lokasi dan suara berisik yang ada di sana melambangkan ingatan yang dia rasakan, dan ini diambil dari sudut pandang "aku" yang emang gila tetapi juga terjebak di lingkungan toxic(orang tuanya).

Mungkin agak terlalu berlebihan mendeskripsikannya jika hanya seperti itu. Namun, apa yang orang berpenyakit mental rasakan memang seperti itu. Dia tidak waras kan ^^

//yang belakangan ini juga lagi berjuang mengatasi kesehatan mental  biar lebih baik

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro