Nineteenth Harmony-Hear, The Sorry

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku kembali ke rumah jam sepuluh malam. Sesuai dugaanku, Ibu sudah berangkat kerja di Kantor. Sepertinya dia akan lembur lagi. Ketika aku pergi ke dapur untuk mencari cup ramen instan, aku menemukan secarik kertas dengan uang lima ratus yen di atasnya. Ibu meninggalkan uang, berarti Ibu akan lembur. Dalam hati aku sedikit merasa lega karena tidak perlu bertemu Ibu dulu. Aku belum siap beritatap dengannya.

Setelah mandi dan berganti pakaian, aku segera meraih ponselku dan membuka layar pesan. Ada banyak miss call dan pesan dari Fuyumi dan Shiro. Aku tersenyum kecil. Mereka pasti khawatir sekali denganku.

From: Otosaka Fuyumi

Yukiiiiiiiiiiii, kau sudah sampai rumah belum? ><

Aku tersenyum tipis. Tanpa sadar jariku mulai mengetik pesan balasan.

Sudah kok. Maaf sudah
Membuatmu khawatir ^^

Baru saja aku hendak meletakan ponselku di atas nakas, bersiap untuk tidur. Tapi suara dentingan dari ponselku membuatku mengurungkan niat. Pada akhirnya aku memutuskan untuk kembali membuka layar pesan, dan mendapati pesan balasan dari Fuyumi.

Besok sekolah diliburkan.
Kalau bisa, besok datang
ke studio ya! Aku tahu
pasti ada hal yang ingin
kamu sampaikan :D

Senyum merekah dengan sempurna di wajahku. Fuyumi itu memang sangat pengertian. Aku bersyukur memiliki sahabat sepertinya.

Sekali lagi, saat aku hendak meletakan ponselku di nakas, suara notifikasi kembali membuatku mengurungkan niat. Keningku terlipat. Fuyumi mengirimkan pesan apa lagi?

Kipikir, Fuyumi yang mengirimiku pesan. Ternyata perkiraanku salah telak. Nama yang tertera di layar ponselku juatru hampir membuat jantungku berhenti berdetak.

From: Natsuki Miku

Yuki, apakah besok kita dapat bertemu? Ada hal yang ingin kusampaikan.

***

Aku tak tahu, apakah bertemu dengan Miku secara diam-diam begini adalah hal yang benar atau tidak, namun entah mengapa ada sesuatu di dalam diriku yang membuatku tergerak untuk mengiyakan permintaannya.

Jadi, disinilah aku sekarang. Berdiri di bawah atap mini market. Tempat perjanjianku dan Miku bertemu.

Setelah sekitar lima menit menunggu, Miku datang. Gadis itu memakai sebuah hoodie biru yang tudungnya hampir menutupi separuh wajahnya. Dia menatapku beberapa saat dengan pandangan tak enak hati, kemudian menyunggingkan seulas senyum tipis.

"Hai," sapanya.

"H-Hai juga," balasku dengan ragu. "Ehm, bisa kita ke dalam saja? Di sini dingin sekali."

Miku mengangguk, "Tentu."

Kami berpindah tempat, masuk ke dalam mini market. Setelah kami membeli sebotol teh hangat, kami duduk untuk menghangatkan diri di kursi yang disediakan mini market. Kami saling diam untuk beberapa saat. Aku benar-benar tak habis pikir dengan sifat Miku yanh berubah sedrastis ini kepadaku. Bahkan dia tadi yang membayar teh kemasanku. Ada apa dengannya? Padahal masih beberapa hari lalu, dia yang telah membantu Aira untuk merusak buku lirik milik Fuyumi.

"Maaf."

Eh?

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa kali. Tadi itu Miku yang berbicara? Atau hanya dugaanku saja?

"Yuki," panggilnya pelan. Manik hitamnya menatapku dengan sorot penuh penyesalan. "Aku benar-benar minta maaf."

Warna putih yang menyerbak darinya membuatku percaya kalau dia memang tulus meminta maaf. Tapi ... kenapa tiba-tiba begini?

"Um ... ya. Tentu saja," aku mengangguk dengan sedikit linglung. "Kenapa minta maaf?" Aku tahu itu pertanyaan paling bodoh yang pernah ada. Tapi ... mau bagaimana lagi? Aku penasaran.

"Aku minta maaf, untuk semua kesalahanku," Miku menunduk. "Karena aku juga, Otosaka tertimpa pot kemarin."

Fuyumi tertimpa pot ... karena Miku?

Jika aku tidak tahu betapa tulusnya permintaan maaf Miku, mungkin saat ini aku sudah menghajar Miku. Enak sekali dia meminta maaf semudah itu. Apakah dia tidak tahu, kalau dia hampir mencelakai sahabatku?

Namun saat melihat terselip warna biru muda di suaranya, aku tahu dia benar-benar menyesali perbuatannya. Setelah menghela napas untuk menenangkan diri, aku berkata, "Tapi kau juga harus meminta maaf kepada Fuyumi. Bagaimanapun, dia yang terkena imbasnya."

Miku mengangguk cepat. Tampak senang aku memaafkannya. "Aku tak menyangka kamu akan memaafkanku. Kupikir kamu akan menamparku."

Tadinya sih, begitu.

Ujung bibirku tertarik, mengulaskan senyum tipis. "Tuhan saja maha pemaaf. Masa kita yang makhluk ciptaannya tidak?"

"Y-Yuki ..." entah aku yang salah bicara atau apa, mata Miku berkaca-kaca. Detik berikutnya, ia mulai terisak. Membuatku panik. "Aira ... yang sudah memaksaku. Kemarin ia berniat menyiramkan air sisa pel kepadamu. Tapi aku menahannya. Dan tanpa sengaja, Aira menyenggol pot dan berakhir menimpa Otosaka. Maaf karena selama ini sudah menyebarkan gosip buruk tentangmu. Besok aku janji akan memberitahu ke yang lain kejadian sebenarnya."

"A-Aaah, tidak apa-apa," aku menggeleng cepat. "Lagipula, Fuyumi baik-baik saja."

"Maaf ya?" Miku menatapku dalam. Ia masih terisak pelan. "Karena aku ... kamu dan Otosaka jadi dikucilkan."

Aku tersenyum, "Tidak apa-apa. Melihatmu meminta maaf dan mengakui kesalahanmu saja sudah membuatku lega."

"Apakah ... kita bisa berteman?" Miku bertanya, yang sebenarnya membuatku sedikit terkejut. "Aku ingin berteman denganmu dengan tulus. Tidak seperti dulu. Aah, tapi kalau kau tidak mau tidak masalah. Aku tidak memaksa, kok."

Hatiku terasa ringan. Seperti semua beban yang berada di sana meluap seketika. Aku menghela napas, kemudian tersenyum. Aku mengangguk, "Tentu saja boleh."

Miku tersenyum lega, lalu memelukku. "Terima kasih. Aku berjanji akan menjadi teman yang baik."

Aku menatap langit lewat dinding kaca mini market. Langit tampak cerah, secerah perasaanku saat ini. Syukurlah. Syukurlah musuhku berubah menjadi teman. Aku senang, bisa mendapatkan teman lagi.

***

"Hm," Fuyumi menatapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan. Dia duduk bersender ke senderan sofa. Kepalanya diperban tipis. Lukanya memang tak terlalu dalam, tapi tetap diperban untuk menutupi bekas lukanya. Dia masih menatapku lekat-lekat. Ditangannya ada teh hangat yang sempat kubeli di mini market tadi pagi.

Karena bingung, aku mengerutkan keningku. "Kenapa?"

"Ya ... bukan apa-apa, sih," Fuyumi menyilangkan kakinya. "Tapi, apakah kamu yakin kalau Natsuki Miku mengatakan hal yang sebenarnya?" tanya Fuyumi setelah tadi aku sempat menceritakan kejadian tadi pagi.

"Tentu saja! Dari warna suaranya dia-" perkataanku terhenti. Ah, sial. Tanpa sadar aku hampir kelepasan bicara. Dengan cepat, aku segera meralat perkataanku, "Dari caranya berbicara, dia tampak sangat menyesal. Sungguh," ucapku mencoba meyakinkan.

"Aku memang tak mengerti perempuan. Tapi kalau dia tampaj menyesal, ya biarkan saja," Shiro meneguk teh hangatnya. Dia tampak cuek cuek saja mendengar ceritaku.

Aku mengangguk, menyetujui perkataan Shiro.

"Ya ... aku sih tidak masalah," Fuyumi tersenyum kecil. "Tapi, syukurlah kalau dia memang serius meminta maaf. Oh iya, kamu ingin cerita kan? Ayo cerita, aku penasaran."

"Kamu bertingkah seolah akan mendengar dongeng," cibir Shiro.

Fuyumi melemparkan tatapan sinis, "Terserah aku!"

Aku terkekeh, lalu membenarkan posisi duduk. Bersiap untuk bercerita. "Aku ingin minta tolong."

Shiro dan Fuyumi menatapku serempak. "Untuk apa?"

"Jadi ... sabtu ini Ibu akan ada kerjaan di Mall X. Aku ingin kalian membantuku melakukan sesuatu."

"Oh?" Fuyumi mengerjapkan matanya. "Melakukan apa?"

Aku menyunggingkan senyuman lebar, "Menyampaikan kata yang tak tersampaikan," sahutku mantap. "Lewat musik!"

***TBC***

A/N

Next chap itu chapter favorit Vara dong, haha.

Ingat chap 15? Iya, bakal kayak gitu :D

Silakan stay tune yah!!

Bubyeee.

Big Luv, Vara.
🐣🐤🐥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro