Bab 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di tengah-tengah syuting, kami—para kru—saling melempar pandang. Sutradara Ye meminta break ketika ia mendapatkan telepon yang sepertinya penting. Namun setelah itu, suasana menjadi tegang. Kami harusnya mengambil take selanjutnya, tetapi yang dilakukan pria itu malah duduk sambil memegang keningnya dengan wajah kalut.

Salah satu dari kami memberanikan diri untuk bertanya padanya. Ya, sebenarnya ia terpilih setelah kami terpaksa melakukan kertas–batu–gunting. Kalau tidak begitu, maka tidak akan ada yang berani maju—termasuk aku, yang mulai masuk kerja sehari yang lalu. Ada aura-aura hitam di sekitar wajah Taehyung dan itu membuatku ragu.

"S–sutradara Ye, k–ka–kapan kita melanjutkan syuting? I–ini sudah pukul tiga sore."

Taehyung melempar naskah yang ia pegang. Seketika kru yang menjadi tumbal itu memundurkan diri. Taehyung melewatinya begitu saja. Dan betapa terkejutnya aku ketika tanganku diseret oleh Taehyung secara tiba-tiba. Aku mau di bawa ke mana?

"Syuting hari ini kita selesaikan lebih awal. Kalian boleh pulang."

Terdengar suara ricuh dari lokasi syuting yang kami tinggalkan. Pria ini sama sekali tidak peduli, menengok ke belakang pun tidak.

Sesampainya di tempat parkir, Taehyung menyuruhku masuk ke dalam mobil. Aku harap-harap cemas menunggunya bicara. Terlebih, mengenai perubahan sikap dan mood-nya hari ini. Mendapat penjelasan? Rupanya tidak. Terkadang aku ingin mengeluarkan otak pria ini lalu kupotong-potong dan kurebus untuk dimakan. Dia menarik orang seenaknya tanpa mengatakan apa-apa, rasanya sangat menyebalkan.

Tau-tau mobil kami telah berhenti di suatu tempat. Tempat yang membuatku memicingkan mata ke arahnya. Mengapa kita berhenti di sini?

"Turun."

"Tunggu, kita mau ngapain di sini? Siapa yang mau nyalon?"

"Siapa lagi? Kau."

"Aku?!"

Lagi-lagi Taehyung menarik lenganku keluar. Dengan langkah tergesa, ia mengajakku masuk ke dalam salon bertuliskan Madam Eris itu. Untuk apa aku harus ke salon? Ini benar-benar membuatku frustrasi memikirkan jawabannya. Taehyung memaksaku untuk menebak-nebak.

"Madam?"

"Eh, Sutradara Ye? Ada apa gerangan datang ke mari? Siapa wanita manis ini?"

Aku hampir tidak bisa menelan ludahku sendiri menyaksikan seorang wanita—ah tidak, maksudku seorang pria berpakaian wanita dengan wig panjang bergelombang berwarna kecokelatan miliknya. Make up-nya juga sangat berlebihan. Warna hijau neon mencolok di kelopak mata, bibir merah darah, dan pipi yang bersemu merah. Kuku-kukunya lentik dicat warna-warni. Dan apa pula syal berbulu yang ia kenakan itu? Tolong jangan katakan bahwa orang ini yang menanganiku?!

"Madam, aku mau kau mendandani wanita ini secantik mungkin. Aku akan menjemputnya lagi pukul 6 sore."

"Oho, siap Sutradara Ye. Masalah kecantikan, serahkan padaku. Aku ahlinya."

Tidak! Tidak mau!

"Hei, hei ... Kim Taehyung, kau mau meninggalkanku bersama waria ini? Jangan gila," bisikku.

"Dia bukan waria, panggil dia 'Madam'. Ikuti arahannya, aku akan kembali lagi untuk menjemputmu nanti."

"Hei, Kim Taehyung!"

Aku ditinggal sendiri.

***

Aku tidak berhenti menatap cermin. Memperhatikan refleksi wajahku yang telah dipoles make up bergaya natural. Sebuah gaun off-shoulder berwarna pastel terlihat menyatu dengan kulitku yang seputih susu. Rambutku yang panjang dibiarkan terurai rapi, dengan jepitan bermotif bunga yang terbuat dari permata berada di sisi kiri. Glitter berwarna perak di spray di permukaan rambutku sehingga itu tampak berkilau.

"Silakan, Queen."

Waria yang menyebut dirinya sebagai "Madam" menyodorkanku sebuah tas tangan yang warnanya senada dengan gaunku. Ia juga telah mempersiapkan sepatu hak setinggi 7 cm untuk membalut kakiku yang tampak jenjang. Seumur hidup, aku baru merasakan menjadi orang kaya yang sesungguhnya. Penampilan ini menyadarkanku sekali lagi bahwa Kim Sohyun sebenarnya adalah gadis yang sangat mampu.

"Mari Queen, mobil Sutradara Ye sudah menunggu di depan."

Dengan anggun, Madam menggandeng tanganku dan mengantarku sampai ke depan. Taehyung menepati janjinya. Ia datang tepat pukul 6 sore. Untuk sejenak, aku terpukau olehnya. Taehyung memang selalu rapi. Namun malam ini, dengan menggunakan kemeja hitam formal ala-ala prom night, ia membuatku tak bisa berhenti mengaguminya.

"Lama sekali."

Ah, kutarik kata-kataku tadi. Kim Taehyung tidak bisa kusebut menarik jika sifatnya masih seperti ini.

"Kita mau ke mana?"

"Ikut saja, tidak usah banyak tanya."

Selalu begitu. Lalu apa lagi? Aku yang tidak punya pilihan pun cuma mengikuti perintahnya saja. Kami masuk ke dalam mobil dan berangkat ke sebuah tempat yang tidak kuketahui. Dari penampilan kami saat ini, aku yakin bahwa Taehyung mengajakku ke suatu pesta. Tapi, pesta apa?

Perasaanku semakin cemas tak kala mobil kami mulai melewati jalanan sepi, dengan pepohonan tinggi nan lebat berada di sisi kanan dan kiri. Penerangan cukup minim, sehingga bayang-bayang kegelapan dari kedalaman hutan membuatku berpaling menatap lurus ke depan. Tak lama kemudian, muncul pemandangan kerlap-kerlip lampu perkotaan. Gedung-gedung pencakar langit terlihat mini dari atas sini. Bintang yang tadinya tak dapat kulihat dengan mata telanjang, terpampang jelas di atas langit. Jumlahnya ribuan bahkan jutaan, menghujaniku dengan perasaan takjub sampai-sampai aku mengabaikan akan diculik dan dibawa kemana oleh pria ini.

"Lehermu bisa patah kalau kau terus mendongak seperti itu."

Ucapan Taehyung menyadarkanku dari keterpanaan. Mobil kami memasuki pelataran sebuah vila berlantai tiga. Suasana yang tadinya sunyi, lenyap seketika. Tampak beberapa mobil ikut terparkir di sana. Vila yang megah ini memancarkan cahaya yang sangat terang. Dari kaca jendela yang tinggi dan transparan, terlihat ada banyak orang yang berkumpul mengenakan gaun-gaun dan pakaian formalnya.

"Kita di mana?"

"Ikuti saja perintahku, jangan banyak bertanya dan jangan jauh-jauh dariku."

Rahasia? Sampai kapan aku disetir seperti boneka?

"Ayo, masuk ke dalam."

Aku mengikuti langkah Taehyung dengan kesal. Aku memutuskan untuk tidak jauh-jauh darinya. Bukan karena ingin menuruti perintahnya, melainkan untuk menghindari berbicara dengan orang asing. Banyak sekali orang yang tidak kukenali di sini. Hingga kemudian, terdapat dua sosok yang tersorot oleh mataku dari kejauhan. Meskipun ini baru pertama kalinya bagiku—Yoon Yooseul—melihat mereka, namun tidak bagi Sohyun. Hati dan pikiran Sohyun langsung bisa mengenali keduanya. Terutama, mengenali ekspresi mereka yang seakan selalu benci dan tidak suka.

"Taehyung, kau datang juga," sambut wanita berkacamata minus itu.

Kutafsir umurnya sekitar 50-an, rambutnya tipis dan panjang melebihi bahu. Alisnya terlalu menonjol, menukik tajam meskipun tanpa digambar. Aku merasa terintimidasi, apalagi setelah beliau melirikku sinis secara terbuka. Sungguh tipikal ibu mertua seperti yang ada di dalam drama. Tanpa menjaga image, beliau menolakku terang-terangan, seakan kehadiranku tidak ada. Aku diabaikan ketika beliau memberi pelukan hangat pada putranya, Taehyung.

"Ayo, Nak. Ada seseorang yang menunggumu di dalam," ucap wanita itu. Seingat Sohyun, ia biasa memanggilnya Bibi.

"Kau, ikuti aku," bisik Taehyung selagi lengannya ditarik paksa oleh mamanya sendiri.

Agak ke dalam, terdapat sebuah taman terbuka. Beberapa meja bulat di letakkan sedemikian rupa untuk menaruh gelas minuman. Tamu yang hadir berdiri mengelilingi meja tersebut, mereka tampak asyik berbincang-bincang. Tidak kalah meriah, pakaian dan aksesoris yang mereka kenakan terkesan mahal. Membuatku—yang aslinya cuma gadis miskin—hanya bisa menatap kagum dan iri.

Makanan yang dihidangkan pun tak luput mengejutkanku. Aku pernah sekali menonton review-nya di TV, itu bukan makanan mini biasa. Harganya pun spesial luar biasa. Bahkan bisa untukku membeli motor baru. Bagaimana mungkin aku tega memakannya nanti?

"Sayang, lihat, siapa yang datang!" sorak Mama Taehyung—alias ibu mertua—kepada seorang wanita dengan sleeveless halter cut out jumpsuit warna cokelat miliknya. Rambutnya digelung ke atas, make up wanita itu membuatnya terkesan lebih dewasa.

Oh, aku lupa. Bahwa cuma aku yang anak-anak di sini. Umurku kan masih awal 20-an. Harusnya aku tidak terkejut dengan pemandangan ini.

"Kim Taehyung? Senang bertemu denganmu," ujarnya sembari mengulurkan tangan—mengajak berjabatan.

Taehyung dengan angkuh melipat lengannya di depan dada, dan menjawab dengan sadis.

"Sepertinya Mamaku belum mengatakan, kalau aku tidak suka dipanggil dengan nama itu, apalagi oleh orang asing tak dikenal."

"Ah, haha, Taehyung, jangan begitu pada Nona Yongsun. Dia sudah jauh-jauh datang ke sini," sahut Bibi dengan nada membujuk.

"Kalau begitu, Mama mau ke sana sebentar ya. Mama harus menyambut tamu yang lain, sebaiknya kau temani Nona Yongsun supaya tidak sendirian."

Bibi pun pergi. Namun sebelum benar-benar menjauh, beliau sempat menyenggol bahuku sambil berbisik, berani juga kau muncul di depan wajahku?

Aku terdiam seketika. Respon tubuh ini berubah menjadi kaku, bahkan jantungku sampai berdebar-debar mendengar kalimatnya. Apakah kedatanganku di sini sudah tepat?

"Hm, Tuan Kim, kudengar kau bekerja sebagai sutradara, ya?"

"Heh." Alih-alih menjawabnya, Taehyung malah terkekeh. "Siapa Tuan Kim? Aku? Nona, aku pikir kau sok dekat denganku," balasnya. "Benar, kan?" Kini Taehyung melayangkan kata-kata itu sambil mengerling ke arahku. Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala mengikuti arahannya secara tidak langsung.

"Jelaskan padanya, bagaimana seharusnya Nona ini memanggilku."

Tunggu, apa?! Apa yang harus kujelaskan padanya? Pada wanita modis ini?

"Jangan malu-malu, katakan padanya, bagaimana caranya memanggilku!"

Secara paksa, Taehyung menarik pingganggku dan meletakkan tangannya di sana tanpa persetujuanku.

"Cepat lakukan," titah Taehyung begitu mulutnya mendekat ke telingaku. Aku pun refleks mengikuti kemauannya.

"Sutradara Ye, kami biasa memanggilnya Sutradara Ye. Terlebih untuk hubungan bisnis."

Mengetahui kalimatku yang terakhir, Taehyung tampak tidak sependapat. Terbukti dari bagaimana ia menarik sebelah alisnya ke atas selagi melirikku.

"Maaf, Nona. Kalau boleh tahu, Anda ini siapa? Anda sepertinya salah paham. Saya ke mari bukan karena urusan bisnis dengan pria di sebelah Anda."

Mati aku! Aku salah bicara ya? Aku sok tahu?

"Sudah cukup basa-basinya. Biar aku tegaskan sendiri, Nona Yongsun. Aku tidak tertarik untuk dekat maupun menikah dengan wanita yang dikenalkan ibuku, termasuk dirimu. Aku punya alasan sendiri untuk itu, jadi kuharap ... kau mau mencoba memahami situasiku."

Dekat? Menikah? Maksudnya, Bibi mengenalkan Taehyung dengan wanita lain? Bahkan putranya sendiri masih belum bercerai.

"Kenapa, Sutradara Ye?" tanya wanita itu, sengaja memanggil Taehyung dengan nama panggungnya.

"Apakah ada wanita yang kau sukai di luar sana?"

Berada di tengah-tengah kedua orang yang tengah berselisih, entah mengapa napasku terasa sesak. Pergerakanku serasa sempit. Bisakah aku melarikan diri? Dan kenapa sih pria ini melibatkanku dalam masalahnya?

"Apa maksudmu ada wanita yang kusukai? Seorang Kim Taehyung tak butuh menyukai orang lain, ia selalu dikejar-kejar yang namanya wanita. Dan sekarang ...," ucap Taehyung terhenti.

Aku yang tadi berada di sebelah Taehyung, tiba-tiba ditarik maju ke depannya.

"Aku sedang memberi kesempatan pada wanita ini untuk mendapatkan hatiku," lanjutnya yang membuatku terpaku.

Apa??

***
Tbc

Akhirnya bisa up juga gw :")

Kim Yongsun (Solar Mamamoo)

Ini baju yang dipake Sohyun

Ini baju yang dipake Yongsun

Bajunya Mb Kendall ^^

Ini bajunya Taehyung


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro