Bab 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita / Luna S. Winterheart

Dinding buatan, pintu rahasia tempat itu, terangkat, menampil sosok seorang perempuan yang melangkah masuk denganpenuh percaya diri. Rambut ungu berbentuk bob dengan poni pendek melengkung, menjadi tirai sebuah wajah bulat telur, hidung mancung, dan bibir sensual yang dipoles oleh heavy make up.

Bunyi stiletto mengentak lantai terdengar kala wanita itu berjalan, membiarkan jas putih panjang yang melapisi kemejahitam ketat dan rok sepan berwarna senadanya berkibar.

Sebuah tembakan dari senapan bius meletus kala Fonda mendekati sel, melewati rak penuh peralatan medis. Suara aumandan benda bertumbukkan dengan lantai, seakan sesuatu terjatuh, terdengar nyaring.

Langkah Fonda terhenti pada jarak aman. Dua orang pengawal berseragam lengkap seperti pemadam kebakaran, tetapimemegang senapan bius, sontak memberi hormat. "Selamat datang, Dokter Fonda."

Bibir tipis terpoles lipstik merah menyala itu pun melengkung, membentuk senyum samar. "Terima kasih, senang dapatbekerja sama dengan kalian."

"Kami mendengar kehebatan Anda dalam mengurus Inyiak," lanjut pria yang berada di sisi kanan dengan suara berat dandalam, membuat Fonda menebak-nebak wajah yang berada di balik helm pelindung itu.

"Jadi, ini Cindaku?"

Tatapan Fonda mengarah kepada sosok seorang pria yang berbaring menyamping di atas lantai. Bukan, bukan pria, tetapisiluman, produk rekayasa genetik.

"Benar. Kami pikir Anda sudah pernah melihatnya."

Pertandingan satu tahun silam. Pandangan itu. Ciuman itu. Ciuman singkat yang membuat Inyiak hampir kehilangannyawa dan mencuri napas para penonton wanita, termasuk dirinya.

"Iya, benar. Saya pernah menonton atraksinya tahun lalu."

Poni putih panjang menutupi wajah Cindaku, membuat Fonda sulit melakukan analisa secara menyeluruh.

Napas lambat dan dalam.

Fonda melangkah lambat, mengamati sosok pasiennya dari antara sela jeruji. Rantai Penjinak hitam dengan lampu mungilmerah menyala yang mengikat leher Cindaku terasa sangat kontras dengan penampilan yang didominasi putih.

Pandangan Fonda menyusuri dada bidang dan perut berotot yang dibalut kulit cerah, sebelum turun pada jins hitam yang membalut sepasang kaki tanpa alas.

Dengkuran pelan terdengar dari makhluk yang kini berwujud manusia itu. Suara stiletto Fonda berhenti. Dia melipatkedua lengan di depan dada, membiarkan tas dokternya berayun dalam genggaman, kemudian memberikan perintah, "Buka pintu."

Salah satu pengawal melangkah maju. Pria itu menempelkan ibu jari pada kotak menyerupai saklar hingga bunyi 'klik' terdengar bersamaan dengan lampu merah mungil pada pintu jeruji menjadi hijau. Dia menarik pintu, membiarkan Fonda melangkah masuk, lalu menguncinya dari luar.

Fonda terdiam sejenak, kembali mengamati pria yang masih mendengkur itu, mencari tanda-tanda meluruhnya efek bius.

Aman.

Fonda berjalan mendekat. Dia bersimpuh di sisi Cindaku dan mengamati rambut seputih salju yang tergerai bagai tirai.

Apa rasanya lembut?

Jemari Fonda pun membelai untaian poni, menyelipkannya di balik telinga. Napas wanita itu tertahan kala mendapatisebuah rahang kokoh, bibir tipis berwarna merah muda, dan tulang pipi menonjol. Pria Asia berumur 36 tahun. Luar biasa tampan dan ... berbahaya.

Apakah dia albino?

Dengkuran pelan terus terdengar. Wanita itu pun membuka tas dokter, mengeluarkan stetoskop. Dia hendak mengalungkannya pada leher kala sebuah entakan membuat tubuhnya sontak membentur jeruji.

"Dokter!" teriak kedua pengawal secara spontan.

Fonda terbelalak terkejut di saat sepasang mata biru menatapnya. Indah dan buas. Bukan albino, tetapi harimau putih.

Cindaku tersenyum sebelum tangan kanannya dengan kecepatan menakjubkan menyentuh leher Fonda, memberikan getaran hangat pada kulit, dan mencekik wanita itu.

"Silver code! Silver code!" Seruan panik terdengar dari luar jeruji.

Fonda menggelepar dengan tubuh terangkat beberapa senti dari lantai. Mata wanita itu menbeliak kala bibirnya terbukauntuk mencari udara.

Sakit!

Cengkeraman pada leher semakin intens. Jari-jari wanita itu mencakar, mencoba membebaskan diri.

Cindaku menyeringai, menyadari bahwa sedikit tekanan tambahan dapat mematahkan leher wanita itu, membunuhnya.

Jemari Fonda yang gemetar menyusup ke saku jas. Dia meraih taser kala lengkungan bibir Cindaku semakin tinggi, menampilkan deretan gigi putih yang sempurna, lalu menempelkannya pada lengan makhluk itu.

Cindaku berteriak. Punggung makhluk itu melengkung dan jari-jarinya menegang.

Cengkeraman terlepas. Fonda merosot duduk di atas lantai, berusaha mengisi paru-paru dengan udara.

Peluru bius memelesat dari antara jeruji, mengenai bahu Cindaku yang masih terkena efek setrum. Makhluk itu terjatuhdan bergetar hebat dengan pandangan menatap langit-langit.

Pintu jeruji terbuka. Dua orang pengawal berseragam lengkap bergegas masuk. Salah satunya menarik tubuh lunglaiFonda, sedangkan lainnya mengarahkan senapan bius ke arah Cindaku.

"Ayo, Dokter, cepat keluar," desak pengawal itu.

Fonda berjalan tertatih, meninggalkan high hells-nya di sana. Dia berusaha tetap bernapas kala berada di luar jeruji, saattubuhnya bersandar pada dinding terjauh dari sel.

"Dokter, apa Anda baik-baik saja?" tanya pengawal yang membimbingnya keluar dari sarang Cindaku. "Astaga, leher Anda lebam!

"Silver Code! Silver Code! Kami butuh tenaga medis! Silver Code!"

Pandangan Fonda mengabur. Wanita itu terjatuh dan kehilangan kesadaran.

*****

"Dokter Fonda, apa Anda telah siuman?"

Suara asing seorang pria membuat Fonda membuka mata. Pupil wanita itu bergerak perlahan menatapi langit-langitruangan yang berada di atasnya. Putih, tentu saja.

"Izinkan saya memeriksa Anda." Suara yang sama masuk ke pendengaran sebelum sinar putih menerangi kedua matanyayang terlindung oleh lensa kontak merah.

Fonda berkedip kemudian sedikit meneleng, menghindar cahaya yang membuatnya silau.

"Leher Anda terluka, tetapi tidak ada tulang yang patah, syukurlah. Kami akan sangat merasa kehilangan apabila Andapun tewas."

Jadi, aku masih hidup ....

Bibir Fonda melengkung sinis. Aneh, hingga saat ini, dia tidak mampu mematikan insting untuk bertahan hidup, tidakberani mengambil jalan mudah untuk menyelesaikan permainan ini, menamatkan hidupnya.

"Sepertinya Cindaku hanya ingin bermain, tidak memberikan luka terlalu serius, hanya memar dan mungkin serak selamabeberapa waktu."

Fonda menoleh perlahan, mencari pria yang sedari tadi berbicara, dan merasakan perih pada lehernya. Hanya bermain .... makhluk itu hanya memberikan salam perkenalan.

Seorang pria berbalut jas putih tampak mengembalikan senter menyerupai pulpen ke saku dada kanan. Rambut kelabukeriting berantakan, keriput menodai wajah tirus, dengan sepasang mata besar yang dilapisi oleh sebuah kacamata bundarbagai seekor burung hantu.

"Saya Dokter Clement, bertanggung jawab atas pasien di klinik khusus pegawai," ucap pria itu memperkenalkan diri. "Ada obat minum penahan sakit dan salep yang harus dioleskan sehari tiga kali, suster akan memberikannya kepadaAnda.

"Anda akan baik-baik saja, beristirahatlah sampai Anda siap kembali ke kamar Anda."

Fonda mengedipkan mata, memberikan tanda mengerti, membuat pria itu mengangguk kecil dan berkata, "Saya permisidulu."

Fonda menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan, meringis saat merasakan perih ketika udarapendingin ruangan membelai memarnya.

"Dokter Fonda." Sapaan seseorang disertai bunyi tirai hijau dikerek terbuka membuat Fonda melirik ke samping. Tampaksosok pengawal, yang menyeretnya keluar dari tempat Cindaku, berjalan mendekat.

Pria itu berhenti tepat di depan ranjang. Helm yang melindungi wajah telah dilepas, menggantung pada bagian leher, menampilkan wajah orang Indonesia. Rahang persegi, hidung bengkok, seakan pernah patah, dan sebuah luka panjangmelintang dari pipi kiri ke kanan. Ulah Cindakukah?

"Saya bertugas mendampingi Anda," lanjut pria itu. "Apakah Anda membutuhkan sesuatu?"

Fonda berdeham, mencoba mengeluarkan suara. Perih dan serak. Dia mengangkat tangan, meminta pria itu mendekat.

Sang pengawal sedikit merunduk. Pria itu pun meneleng untuk mendengar lebih baik kala Fonda berbisik, "Ja ... ngan a ... da yang men ... dekati Cin ... daku sam ... pai sa ... ya menye ... suaikan do ... sis bi ... us."

"Baik, Dokter," balas pria itu. Dia meraih walkie talkie yang tergantung pada pinggang dan menekan tombolnya. "LantaiPerawatan, Dokter Fonda meminta agar tidak ada yang mendekati Cindaku hingga beliau menyesuaikan dosis bius."

"Roger."

Fonda menutup mata dan menikmati rasa sakit yang menyatakan dirinya masih hidup. Cindaku berbahaya. Makhluk itudapat membunuhnya hanya dalam beberapa detik saja, berbeda dari Inyiak yang jinak dan penurut.

Dan, dia akan menjinakkan makhluk itu ....

Pembaca yang baik hati, ingat tekan tanda bintang ^^

11 Maret 2024

Wulan Benitobonita / Luna S. Winterheart

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro