Bab 13 : Mengikatmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ara hanya bisa membelai rambut tebal milik Diaz dengan ritme pelan. Seusai percakapan yang bahkan separuhnya saja belum di selesaikan oleh pemilik badan besar yang menindih tubuh kecilnya tengah memejamkan matanya, tepat di atas dada Ara. Entah pria ini tertidur atau tidak.

Astaga!

Kenapa, sih. pria besar ini begitu menyukai tidur di atas tubuhnya dengan posisi tengkulup hampir menindih tubuhnya. Padahal dia tahu bahwa ia memiliki tubuh cenderung kecil.

Seusai pertemuan keluarganya tadi, Diaz memilih melajukan mobilnya ke arah apartemen dan kembali menerjang Ara. Ia bisa merasakan jika permainan Diaz kali ini berbeda dari biasanya, sentuhan Diaz lebih pada sebagai rasa pelampiasannya. Ada amarah dan frustasi mengiringi percintaan Diaz yang berlangsung sedikit brutal.

"Jangan berhenti, Ra," pintah Diaz yang mengeratkan pelukannya di perut datar Ara.

"Hmm ... kupikir kamu udah tidur?" Ara kembali membelai kepala Diaz, menenggelamkan jemarinya di antar rambut lebat milik Diaz.

Gerakan lembut Ara di kepalanya membuat Diaz merasakan kenyamanan yang selalu ia dapatkan dari mamanya. "Aku lagi menikmatinya, Ra." Jawaban Diaz mendapat dengusan kecil dari Ara, yang justru membuat Diaz semakin menyurukan wajahnya ke lekukan leher Ara.

Dulu saat bersama Naina, Diaz selalu meminta hal sepele yang sekarang dilakukan Ara. Itu juga sering mendapatkan penolakan langsung, dengan alasan lelah karena habis bercinta ataupun yang lainnya.

Diaz memejamkan matanya, menikmati usapan lembut Ara yang membuatnya kembali rileks setelah pertengkarannya dengan sang kakek.

Pertemuan siang tadi begitu menguras emosi Diaz. Tidak cukup kah mereka peka akan perasaan Diaz. Dia yang menjadi korban, tapi mereka menganggap seolah-olah Saka dan Naina adalah korbannya.

Ia tahu kalau melampiaskan kekesalan dan frustasinya terhadap Ara, bukanlah hal baik. Hanya saja cuma ada Ara yang menemaninya. Dan melampiaskannya melalui seks lebih baik, daripada baku hantam dan membanting barang-barang. Mesko ia tahu alasannya terdengar absurd tapi Diaz masa bodoh! Yang ia pikirkan adalah menyentuh Ara dengan sedikit brutal. Ehm ... lebih tepatnya memang brutal.

Bahkan wanita yang tengah ia tindih dengan sebelah kaki yang membelit paha Ara, bisa mengendalikan emosi Diaz yang seringkali melampiaskan pada benda mati di sekitarnya itu.

Diaz tak mengijinkan Ara menikmati orgasmenya, dengan terus menghujaminya tanpa ampun. Hingga terciptanya hatrick bagi Ara dalam memperoleh klimaksnya siang tadi.

Bukan itu saja, beberapa kali Diaz berganti posisi dalam mencapai kepuasannya. Tanda kemerahan yang memudar di beberapa bagian tubuh Ara, kembali ia warnai. Kali ini malah meninggalkan jejak biru keunguan. Belum lagi tamparan di kedua bongkahan pantat Ara, hingga kulit kuning langsatnya berubah kemerahan. Yang pada akhirnya meruntuhkan pertahanan Diaz akan emosinya yang membumbung tinggi. Membuat Diaz tersungkur dalam ledakan orgasme yang menurutnya adalah hal yang luar biasa.

Dan Ara tanpa protes menerima semua perlakuan Diaz terhadap tubuhnya. Membuat lelaki yang masih betah meletakkan kepalanya di dada Ara meringis, dengan perasaan sedikit bersalah.

"Ra."

"Hm."

"Ra."

"Hm."

"Ra."

"Apa sih, Yaz?"

"Jangan pergi."

"Emangnya aku mau pergi kemana?"

"Jangan pernah pergi, ninggalin aku."

Ara kembali diam, dan mengusap kepala Diaz. Bahkan Ara mendaratkan sebuah kecupan singkat di puncak kepala Diaz.

"Aku gak pinter buat bohongin orang, Yaz. Tapi aku sendiri gak tahu apa yang terjadi di antara kita? Kita bahkan baru kenal, tapi sudah melangkah sejauh ini." Masih mengusap kepala Diaz. "Aku seperti wanita murahan yang selalu tunduk sama sentuhanmu. Jadi menurutmu? Apa harus aku ninggalin kamu, Yaz?"

Diaz meraih tangan Ara yang digunakan untuk mengelus kepalanya, tanpa aba Diaz menyematkan sebuah cincin di jari manis Ara. Dan mengecup telapak tangan Ara yang terbuka.

"Diaz! Ini ..."

"Yang keluargaku tahu, kamu tunangan aku, Ra. Jadi ayo kita menikah. Meski kita tahu seperti apa landasan rumah tangga kita."

Diaz mengangkat kepalanya, dan memandang wajah bingung Ara. "Biarin aja hubungan kita ngalir apa adanya. Yang aku mau, kamu jangan pernah ninggalin aku."

Diaz melumat lembut bibir Ara. Sementara gadis yang masih bugil dari balik selimut itu, hanya menampakan wajah polos sarat kebingungan dengan keputusan sepihak Diaz.

Apa tadi Diaz ngelamar aku?

Tanpa melepas tautan bibir mereka, kali ini Diaz kembali menindih tubuh polos Ara dan mengarahkan juniornya tepat pada inti Ara.

Ara yang menyadari gesekan pada inti tubuhnya melotot tak percaya, jika dirinya diperdaya oleh pria mesum yang kini telah melesakkan miliknya ke dalam intinya.

"Diaaaz ...!" pekik Ara setengah mendesah merasakan miliknya penuh akan keperkasaan Diaz.

"Mari kita membuat Diaz Junior," bisik Diaz yang memulai gerakan erotisnya. Lagi-lagi ruangan persegi kedap suara itu dibanjiri oleh desisan dan desahan napas kedua insan yang kembali meraih kenikmatan duniawi.
.
.
.
Ara memijat kepalanya pelan. Baru kemarin ia bertemu dengan kedua orang tua Diaz dan keluarga besarnya, kini mereka berdua telah berada di rumah keluarganya yang ada di Surabaya guna melamar Ara untuk putra kedua dari keluarga Sultan Adimas Tjahir.

What the hell!

Ini benar-benar di luar prediksi Ara. Ia hanya mengira-ngira jika lamaran resmi itu akan berlangsung dua atau tiga bulan lagi, ya ... minimal sebulan. Tapi ini hanya jeda seminggu mereka sudah melakukan lamaran resmi tersebut.

Sultan mah bebas!

Mau melamar kapan saja bebas, selama ada uang yang berbicara apapun itu selalu berjalan lancar.

Syok! Tentu saja. Apalagi ketika ia menerima video call dari Diaz, lelaki itu justru menunjukan seluruh isi keluarganya yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan adik laki-lakinya yang masih berseragam SMA. dengan entengnya pria itu mengatakan kalo dia berada di rumah Ara, dan sedang melakukan proses lamaran resmi kepada kedua orang tuanya.

Diaz keparat! Akan aku bunuh pria itu jika pulang ke rumah nanti.

"Kamu nggak akan bisa pergi kemana-mana lagi, Ra. Kamu udah aku iket. Jadi ... kamu harus ikhlas hidup sama aku seumur hidup. Ngerti kamu, Ra."

Ara hanya mendengus sebal mendengar ucapan Diaz. Dasar pria menyebalkan! Tak urung sisi melankolis Ara muncul kepermukaan, dan menerbitkan senyuman kecil tersungging di wajah Ara yang matanya mulai berkaca-kaca.

"Makasih karena udah melamarku langsung pada mereka, Yaz. Makasih!"

Diaz tak bisa menyembunyikan senyum semringahnya mendengar penuturan Ara, walau terdengar agak serak karena menahan tangis tapi amun mampu membuat dada Diaz mendesir hebat.

"Aku ingin memulai segalanya dengan cara yang benar, Ra. Mari kita memulainya dari awal lagi."

Ara tak bisa lagi menyembunyikan tangis bahagianya, airmatanya meluruh tanpa bisa dicegah namun senyuman tetap bertengger di wajah basah Ara. Demi apapun di dunia ini, Ara benar-benar merasa tersentuh hanya dengan kalimat sederhana yang Diaz lontarkan.

"Ya, mari kita memulai segalanya daru awal."

◎◎◎◎◎◎

Yaaaah ... dikit amat.

Em!

Authornya lagi sok sibuk cyn.

Ngahahahaha....

Yasudlah. Monggo dibaca. Yang penting apdet, yekan!

-Dean Akhmad-
27-08-2018

Revisi
30-09-2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro